Eldrich Gheano

31 8 0
                                    

Gheano, Ghean, Ghen atau apapun itu. Anak kelas 11 yang sedang menantikan pembagian rapor bersama kakak perempuannya, Zeana. Lama sekali sampai Ghean dipanggil, entah membicarakan apa kakak dan walikelas nya. Ghean pikir mereka sudah melakukan perbuatan yang dilarang tuhan, menggosip. Tapi tak apa, setidaknya dosa Ghean ditanggung oleh Zeana dan Mr. Geylard Ryzchard. Selesai dengan acara 'ghibah-mengghibah', Zeana mengajak Ghean untuk segera pulang.  Kakaknya tak banyak bicara, hanya mengatakan bahwa nilai rapor nya baik-baik saja. Sesampainya di rumah, Ghean terhenyak. Pandangannya seketika kosong. Matanya menatap lurus kedepan, melihat tumpukan kardus di halaman rumahnya.

Lagi-lagi pindah ya?

"Ghen! Bisa tolong angkatin koper bunda ke bagasi ga? "

"hm? Oh iya bun, sebentar Ghen angkatin"

Selepas kepulangan Ghean dan Zeana kerumah, bunda langsung menyuruh keduanya siap-siap. Sebenarnya Ghean terlalu malas harus pindah berulang-ulang kali. Pasalnya ia susah sekali bersosialisasi. Tapi apa daya seorang Gheano ini, yang harus merasa kesal saja susah.

"bun, ada yang perlu Ghen angkatin lagi ga? Biar ga bolak-balik"

"koper kamu belum diangkat ayah tuh,  sama kopernya kakak-"

"oh oke, kalau yang terakhir gausah deh. Ghen males hehe" cengirnya.

"heh! Gue denger ya! " ucap Zeana memperingati dari lantai dua.

"nyenyenye" ledek Ghean pada kakak nya.  Lantas Zeana langsung turun kebawah ingin mengejar Ghean.

"GHEN!!! "

"nyenyenye"

"GHEAAANNN!!!"

"Awas lo ya! Kaga gue kasih uang saku tambahan lagi lo"

Oke, Ghean lemah jika sudah menyangkut uang saku. Apalagi tambahan dari kakaknya.

"eh? Apa-apaan ini? Kok ngancemnya ke uang saku? Oh tidak bisa" ujarnya sambil menggelengkan kepala dengan telunjuk yang digoyangkan ke kanan-kiri, mata  terpejam serta bibir yang dimanyunkan.

Skakmat sudah Zeana, adik nya terlalu imut jika sudah seperti ini.

"hhh... Nyerah gue kalau udah kek gini" lengos nya seraya kembali kelantai atas berniat mengambil kopernya sendiri.

"Yes!" pekik Ghean.

"ckckck... Ada-ada aja kamu Ghean. Cepetin ih angkatin koper bunda sama punyamu ke bagasi"

"SIAP BUNA! "

"Ghean! Ayo cepetan, bentar lagi kita berangkat"

"iya yah sebentar, Ghen lagi masang kaos kaki"

Ghean walaupun laki gini dia tetap memerhatikan tubuhnya. Mulai dari hal-hal kecil seperti kaki. Tak ingin lecet karena akan seharian memakai sepatu, Ghean memilih memakai kaos kaki agar tak menimbulkan luka perih.

"ayo yah, Ghean udah siap"

"cih. Lama bener, kek cewek. Ekhem" ucap Zeana pelan sambil melirik Ghean dengan sengaja. Lalu dibalasi pelototan dari Ghean.

"sudah. Tidak usah berkelahi.  Ayo, cepatlah masuk. Jam penerbangan kita sejam lagi"

"Ghen!!! Cepetan ih, angkatin punya gue juga elah"

"eh anjir, bawa sendiri lah. Gue juga udah bawain punya bunda ini" bela Ghean, sambil menampilkan lagak kesusahan. Zeana yang melihat pun memasang muka merajuknya.

"ih... Ayah, masa Ghean ga mau bawain koper punya Zea"

"gausah manja. Kamu udah tua,  sudah sepatutnya untuk mandiri"

Mungkin seperti ada anak panah yang menusuk kedalam ulu hati Zea sampai-sampai ia harus kembali mengingat apa yang ayah nya katakan.

Tua? Manja?

WHAT?! UCOL-eh salah chanel.

Ghean yang melihat kejadian itu seketika menahan tawa.

"pft-"

Mendengar suara tawa yang tertahan,  sontak Zeana langsung menatap tajam kearah Ghean. Yang ditatap hanya menampakkan wajah yang seolah-olah berkata 'MAMPOZZ'

"iihhh... GHEAANNN"

Ghean menoleh sambil memasang muka datar,  setelahnya...



"nyenyenye"

Gone (Remaja, Tawuran, Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang