Bukan Batu Karang

10K 350 28
                                    

Aku bernafas lega saat melihat istriku sedang berdiri menghadap langit di pintu dapur. Langit memang nampak cerah malam ini. Bintang berkilauan tanpa terhalang awan sedikit pun.

Sungguh, jika aku boleh jujur, selama kebersamaanku dengan Indah, baru kali ini aku melihat istriku nampak sangat cantik. Anggun dan penuh pesona.

Memang, usia Indah masih sangat muda. Bulan depan, Indah menginjak usia ke 22 tahun. Dan hanya menunggu satu tahun lagi, Indah akan selesai merampungkan studi S1-nya.

"Sayang, kukira kamu di mana," ujarku menegurnya. Ia tak bergeming. Masih anteng menatap langit yang penuh bintang.

Lima menit berlalu, Indah masih diam. Entahlah, aku merasa dia sedang berusaha berdamai dengan keadaan. Seperti telah terjadi pergolakan dalam jiwanya, dan berusaha keluar dari semua itu sendirian. Kubiarkan dia tetap dalam ketenangannya.

"Langit nampak sangat indah malam ini," ucapnya tiba-tiba, memecah keheningan di antara kami.

"Ya, dan malam semakin larut. Apa kamu tidak ngantuk?"

Indah menggeliat pelan, lalu menguap. Bibirnya membentuk senyuman yang selalu menenangkan jiwaku. Mengobati dahaga jiwaku akan cintanya, bak oase di padang pasir yang tandus.

"Aku ngantuk, Mas."

Kami berjalan beriringan menuju kamar.

"Kenapa jilbabmu tidak dilepas?"

Ya, tak biasanya. Dia memang memakai jilbab lagi saat keluar dapur tadi, dan biasanya saat di kamar, dia akan menanggalkan jilbabnya. Memakai piyama karakter kesukaannya yang nampak pas pada tubuh mungilnya.

"Malam ini terlalu dingin. Jadi aku gak mau lepas jilbabku."

Aku hanya mengangkat bahu, "jika itu membuatmu nyaman, tak apa."

"Mas, gak terganggu kan?"

"Ah, ya. Tentu saja tidak."

Aku meraih pinggangnya dan membawanya dalam pelukan. Jujur, sebenarnya aku ingin bercinta dengannya malam ini. Tapi entah kenapa, aku merasa Indah seperti membuat jarak di antara kami. Membuatku tak berani meminta hakku padanya.

Selang beberapa menit, nafasnya mulai teratur. Mungkin dia sudah tidur. Dan kuputuskan untuk menyusulnya ke alam mimpi.

***

Indah POV :

Setelah memastikan dia tertidur pulas, dengan gerakan pelan, aku beringsut keluar dari kamar.

Melihatnya tidur dengan tenang, membuat hatiku tersayat. Ya, aku wanita normal. Siapa pun yang menjadi aku pasti akan merasakan luka dan amarah.

Sesak, dan seperti tanpa ujung. Layaknya anak manusia yang kehilangan oksigen.

Mundur salah, maju pun membuat gundah.

Ya, sebelum aku benar-benar mengizinkan Ayyas menikah, terlebih dahulu aku mencari tahu tentang Kinansya itu. Bahkan aku menghubunginya tanpa sepengetahuan Ayyas.

Kenyataan yang tadi sore membuatku terpukul adalah bahwa Kinan memang pernah tidur dengan suamiku. Bahkan jauh sebelum Ayyas mengenalku. Ternyata mereka teman semasa SMA. Pernah melakukan one night stand saat perpisahan kelas dua belas. Lalu mereka berpisah. Hingga Kinan menjadi pengusaha dan Ayyas telah berstatus sebagai suamiku.

Hal yang paling membuatku sakit adalah kebohongan Ayyas bahwa dia tidak pernah berhubungan dengan Kinan. Hanya sebatas rekan kerja. Itu saja yang selalu ia katakan saat kutanya mengenai Kinan. Seharusnya ia jujur bahwa mereka dulu pernah menjalin hubungan. Yah, setidaknya dengan kejujuran, lukaku tak akan bertambah parah.

Ku ijinkan Kau MenduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang