Mau minta maaf dulu sebelumnya untuk siapapun yang nungguin cerita ini. Jujur aja aku mulai malas untuk melanjutkan cerita ini. Aku berterimakasih untuk siapapun yang masih mau mem-vote cerita ini, bahkan ada yang masih mau memberikan comment nya. Tapi, aku merasa ceritaku ini kurang menarik ya? karena peminat cerita ini sangat sedikit sekali.
Tapi, tenang aja aku akan melanjutkan cerita ini sampe tamat. Dimohon untuk memaklumi kelamaan penulis abal ini untuk meng-upload cerita selanjutnya. Aku udah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan bacaan yang menyenangkan untuk para pembaca, tapi sepertinya usahaku belum membuahkan hasil, ya? Aku tunggu vote chapter ini sampai minimal 15 aja dan commentnya, boleh kan? Biar aku semangat juga buat ngelanjutinnya huhu
*curhat*
***
Keputusanku untuk berlibur mengunjungi Aza memang sangatlah tepat. Selama berada di bandung, aku hanya menghabiskan hari-hariku dengan berjalan jalan memutari kota besar ini. Bandung memang punya magnet yang kuat untuk menarik para wisatawan, terlebih lagi orang Jakarta.
Banyak sekali restoran-restoran dengan konsep unik yang pasti akan mampu membuat kita berdecak kagum dengan pemiliknya. Tidak hanya tempat makan, namun juga bandung menjadi kota fashion di Indonesia. Berbaris baris outlet pakaian menjajalkan produknya di sepanjang jalan-jalan besar di kota ini. Di dukung dengan kondisi cuaca yang cukup asri membuat kota ini sangat menyenangkan.
“Sehabis ini mau kemana lagi kita?” Tanya aza. Kami berdua seharian ini menyusuri jalan Dago yang terkenal itu.
Aku menggeleng tak tau. Aku tidak begitu mengenal kota ini. Aza terlihat seperti sedang berpikir, sebelum telpon genggamnya berbunyi nyaring. Wajah aza terlihat sumingrah ketika melihat nama yang tertera di layar telpon nya. Aza berbicara menggunakan bahasa jepang yang fasih, sehingga aku tak mengerti mereka berbicara apa.
“Ravin ada di bandung!” sorak aza semangat sesaat setelah menutup sambungan telponnya. Tanpa aba aba, aku langsung berteriak senang karena kabar tersebut. Aku, Aza, dan Ravin merupakan sahabat kecil. Karena memang ibu aza dan ravin merupakan wanita asli kewarganegaraan Jepang, menjadikan mereka berdua bisa berbahasa jepang dengan lancar.
Kami berdua sedang menunggu kedatangan Ravin disebuah Café didaerah Braga. Tempat ini teramat nyaman untuk sekedar berkumpul dengan teman teman. Suasananya pun cukup mendukung, dengan ornament lampu-lampu hias yang terpasang di plafon. “Itu anak kemana sih? Lama amat!” keluh aza tak sabar. Sudah hampir satu jam kami menunggu.
“Sweethearts!” teriak seseorang dari arah belakang kami. Tubuh kami berdua merasa ada yang menarik, seperti dipeluk. Ternyata Ravin sudah dating, dengan segala keceriaannya.
“Darimana aja sih lo? Lumutan nih kita nungguinnya.” Protes aza sambil memukul lengan ravin. Ravin hanya bisa tertawa senang melihat kami berdua kesal, khususnya aza.
“I’m so sorry, sweetheart. Tadi ternyata acaranya mundur.” Ravin terlihat benar benar menyesal sekarang. “Gak apa apa kok, Vin. Santai aja.” Hiburku tulus. Ravin memang paling mengerti bahwa membuat perempuan menunggu adalah hal yang paling buruk yang pernah laki-laki perbuat. “That’s so my Kesya.” Ravin tersenyum. Sedangkan aza mencibir.
Jangan bayangkan ravin sebagai sosok laki-laki melambai atau semacamnya karena dia terlihat sangat ceria dan pengertian terhadap perempuan. Dan, jangan pula membayangkan sosoknya seakan akan ia merupakan Don Juan, yang gampang bergonta ganti perempuan. Ravin bisa dikatakan seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya, dengan kulit putih asia, badan yang tegap dan tinggi, dan wajah indo nya, sangat bisa dikatakan cukup menarik perhatian kaum hawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Pearl
FanfictionDulu, jauh sebelum hati seorang Kesya Gerraldy terluka, dia pernah mencintai seseorang dengan begitu hebatnya. Semua janji terlanggar, hanya menyisakan perih. Baginya, terkadang orang yang berjanji tak akan pernah menyakiti, adalah dia yang pergi d...