Om Satrio

59 6 3
                                    

Perjalanan pulang...

"Beli bubur itu dong, Om… kalo ga minggir Oza lompat nih!" ancam Rasya dan berhasil membuat Om Satrio menepikan mobilnya di dekat kedai bubur kacang ijo. 

Rasya keluar dari mobil dan segera mendekati kedai berjalan itu dengan ceria. 

"Pak pesan satu," kata Rasya, tubuhnya baru akan duduk namun dia melihat ada yang menarik yang dilakukan pedagang itu, sehingga dirinya mendekati si penjual dan melihat bagaimana proses pembuatan bubur kacang hijau yang dimasukkan ke dalam mangkok. 

"Ini apa, Pak?" tanya Rasya melihat pedangan itu akan memasukkan cairan warna ptih ke dalam mangkuk buburnya. 

"Pak jangan pakai santan punya aden yang ini," kata Om Satrio tiba-tiba. 

"Oh ini santan? Adiknya satan?" tanya Rasya dengan wajah bingung. 

"Beda, aden," jawab Om Satrio dengan tersenyum maklum. 

"Kok ga boleh? Emangnya kenapa?" tanya Rasya kepo. 

"Nanti batuk, aden kondisinya ga sama kayak den Fafa, Om ga mau lihat aden di kamar aja, baru hari ini Om lihat aden keluar, masa besok ga kelihatan lagi," jelas Om Satrio. 

Rasya pun mengangguk saja dan mulai melihat hal lain yang ada di gerobak bubur kacang ijo itu. 

"Ini ketan hitam?" tanya Rasya. 

Mamang tukang buburnya bingung apa saja yang harus dia masukkan ke dalam mangkuk pesanan Rasya karena anak itu terus saja bertanya ini dan itu pada Mamangnya, membuat si Mamang kepusingan menjawab satu persatu pertanyaan dari Rasya dan tidak jadi menaruh bubur dan isinya ke dalam mangkuk. 

"Pak, bubur kacang hijau aja, ga usah pake santan, pakai roti tawar, udah kasih itu ke dia," kata Om Satrio menjawab semua kebingungan Mamang tukang bubur karena pertanyaan Rasya. 

"Mau pake semuanya," 

"Aden, Manda bilang ga boleh pake santan," 

Rasya pasrah kalau Manda yang disebut. Tidak bisa berkutik kalau nama salah satu orang tuanya dipanggil, bisa dikurung tujuh hari tujuh malam kalau melanggar. 

"Satan itu bukan santan, jadi Oza ga boleh makan," cibir Rasya dan duduk lagi di kursi yang sebelumnya dia tingkalkan. 

Om Satrio tersenyum tipis, dan menyuruh Mamangnya memberikan mangkuk pesanan Rasya pada tuan mudanya itu. Sehat sedikit tingkahnya banyak ya, apalagi sehat banyak?

Rasya makan dengan lahap bubur kacang ijo pesanannya, dan setelah selesai dia meminta bubur yang lain dibungkus. 

"Den, nanti Mimih marah kalo ketahuan aden jajan di luar, den," keluh Om Satrio. 

"Om komen aja kayak K-Netz! Oza yang kena marah Mimih, kenapa Om yang repot?" keki Rasya mendengar larangan Om Satrio pada bubur pesanannya. "Pake uang Om dulu ya, Oza ga bawa uang, kalo pakai ini nanti ditanya Manda kemana uang jualannya," 

Om Satrio menghela napas kasar mendengar ucapan majikan mudanya itu. Ada aja tingkahnya bikin pusing kepala orang dewasa aja Rasya tuh. 

Bukan sekali dua kali Om Satrio diperlakukan seperti ini baik itu oleh Rasya atau saudaranya yang lain. Om Satrio tidak merasa kesal pada anak-anak dari Twins Squad, karena beliau sudah mengerti sifat semua anak-anak dari Twins Squad

Om Satrio dari masih muda adalah pekerja rumah tangga di rumah Papa Woni, Ayah dari Alice dan Alisa. Dari sejak duduk di sekolah dasar ke SMP, Om Satrio ikut dengan keluarga Papa Woni dan Umma Donita–Papa dan Umma saudara kembar. Sampai akhirnya masuk Universitas pun tetap mengabdi karena Bibih yang membiayai semua sekolah Om Satrio, dari sejak SMA hingga lulus kuliah. 

I LOVE YOU RASYA | FinishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang