03 - ATLY

7 3 0
                                    

Cuaca hari ini sangat mendukung untuk di nikmati di luar rumah. Tidak salah aku menerima ajakan Sena untuk makan di luar. Toh, aku sendiri juga sedang malas memasak.

Sejujurnya, ini pertama kali aku merasa malas secara mendadak. Biasanya, aku tak pernah merasa malas jika untuk hal memasak. Meski kedua ondel-ondel yang menjelma menjadi temanku itu terus memaksaku untuk makan di luar, endingnya mereka kalah, karena tergiur oleh aroma masakanku.

Ini sudah 20 menit aku berjalan untuk pergi ke resto baru itu. Ya, aku memutuskan untuk berjalan kaki karena ingin menikmati cuaca sejuk ini. Tapi ada yang aneh, sudah terhitung 4 kali aku melewati jalan yang ku lewati ini. Ohh, Son Hyena, apakah kau tersesat? Tidak. Tidak. Ini jalan rute yang dikirim oleh Sena. Mana mungkin salah.

Ku putuskan untuk berjalan lagi. Ku pandangi setiap jalan yang ku lewati, berjaga-jaga ada orang jahat yang akan menghadangku. Ya ampun, aku benar benar tersesat. Bagaimana ini?

Aku memilih menepi. Duduk di atas kursi yang kebetulan ada di sisi jalan. Ku istirahatkan tubuhku di atas kursi itu.

Aku merogoh tas ku untuk mengambil ponselku. Ahh sial, kenapa selalu seperti ini? Selalu saja ketika merasa terancam ponsel akan tiba-tiba habis baterai. Ayolah, aku tidak hidup di dalam cerita drama.

Aku diam. Aku lapar. Tenagaku terkuras habis untuk berjalan. Dengan tatapan lurus ke depan memikirkan cara agar aku dapat sampai ke resto itu. Lagi-lagi aku merasa sial. Kenapa tiba-tiba otakku yang pintar ini tidak bisa untuk berfikir? Ku akui untuk kali ini. Aku, Son Hyena. Seorang gadis bodoh.

Hampir 15 menit aku terduduk disini. Perutku tidak pernah berhenti berbunyi. Aku benar-benar kelaparan. Harusnya aku tidak menerima tawaran Sena tadi pagi. Kenapa aku bisa lupa kalau aku selalu buta arah? Harusnya aku meminta Sena untuk menjemputku tadi. Oke, aku  benar-benar bodoh.

Ku tatap langit di atas sana. Appa, Eommabantu aku. Anak gadismu ini sedang tersesat. Sampai kapan aku harus termenung disini? Aku sudah tidak punya tenaga lagi.

Aku menutup kedua mataku. Terputar bayangan di dalam pejaman mataku. Bayangan yang selalu menjadi penyemangat hidupku. Bayangan kedua orang tua ku yang selalu siaga menolongku saat aku kesusahan. Aku, sangat merindukan mereka.

Setetes air yang berasal dari mataku mulai terjatuh secara perlahan. Masih dengan memejamkan mata, perlahan tetesan air mata semakin deras. Aku menangis. Di pinggir jalan. Mungkin, jika ada orang yang melihat, aku di sangka gadis yang baru saja patah hati.

Aku mendengar suara deheman dari orang yang tak jauh dariku. Laki-laki? Apakah penolongku yang di kirim oleh kedua orang tua ku dari langit? Aku menggelengkan kepala menghapus pikiran tidak jelas itu.

Perlahan mataku mulai terbuka. Ku hapus bekas air mata yang masih terlihat jelas di pipiku. Aku mulai menatap lelaki yang ada di dekatku.

Seorang lelaki tinggi. Memakai pakaian serba hitam. Bermasker hitam. Bertopi hitam. Dan jangan lupakan kacamata hitamnya. Oke, sudah bisa dilihat dari cara berpakaiannya, aku bisa menebak, dia seorang penjahat. Aku harus kabur.

Aku menghela nafas mengumpulkan sisa tenagaku. Aku mulai berdiri dan setelah itu berjalan menjauh darinya. Aku harus segera menjauh jika masih sayang nyawaku. Jika tidak, dia akan menculikku bukan? Atau bahkan membunuhku. Aku belum siap. Dosa ku masih banyak.

Setelah ku rasa lumayan jauh dari tempat tadi, aku mulai berhenti dan menghadap ke arah belakang. Syukurlah, dia sudah pergi.

Aku berdiri tegak. Melihat sekelilingku. Tempat apa ini? Kenapa aku bisa sampai disini? Ini lebih menyeramkan dari tempat tadi.

Afraid to Love You || HYUNJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang