Berhijrah yang Kaffah

9 1 0
                                    

Setelah scrolling atas-bawah di YouTube hingga mentok, dan pada akhirnya bingung mau nonton apa lagi.

Mulai dari hardrock hingga dangdut koplo Nella Kharisma, sinetron FTV hingga vlog-vlog youtuber, semua telah ter-list dalam history. Hingga akhirnya sampai pada titik di mana diri ini telah mencapai titik klimaks kebosanan.

Untuk mengatasi kebosanan tersebut, lantas saya coba untuk mencari tontonan-tontonan yang lain dari biasanya.

Setelah scroll-scroll (lagi dan lagi), lalu gerak usap jempol tangan kanan terhenti kala menjumpai satu tema yang lagi trend dan tak lekang menjadi lifestyle kekinian generasi Milenial, Hijrah. Sebuah tayangan dengan judul yang membuat saya penasaran, "Hijrah Sebenarnya tuh gini" oleh Jeda Channel yang dibawakan oleh Habib Husein Ja'far Al Hadar (Direktur Cultural Islamic Academy).

Dari judul video tersebut kemudian timbul pertanyaan, "Kalo hijrah yang benar tuh gini (menurut video tersebut red.), lha hijrah-hijrah yang sering dipahami saat ini apa salah?"

Seperti kita ketahui, Hijrah merupakan fenomena yang akhir-akhir ini menjadi trend bagi masyarakat Indonesia, khususnya pada generasi milenial. Istilah hijrah saat ini ditujukan pada seseorang yang baru mengenal Islam dan mulai mendalaminya.

Yang dulunya berpakaian terbuka, sekarang lebih menutup aurat; yang dulunya jarang salat, sekarang rutin dan ikut pengajian sana-sini pula. Intinya, hijrah merupakan usaha mengarahkan hidup untuk lebih islami.

Secara bahasa, hijrah bermakna pindah (kamus Arab online almaany.com). Sedangkan menurut istilah syariat Islam, dimaknai sebagai memisahkan diri atau berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam karena mengkhawatirkan keselamatan agama (Ahmad Muntaha, Fenomena Hijrah Kaum Muda, Nuonline)

Namun akan menjadi masalah jika hijrah diartikan hanya sebatas penampilan fisik saja. Menutup aurat, menjaga jarak dengan yang bukan mahram, hingga berjenggot bagi kaum lelaki.

Dalam video yang berdurasi 7 menit tersebut, Habib Husein menjelaskan bahwa hijrah tidak hanya mencakup aspek fiqh saja, apalagi penampilan, seperti yang kita pahami. Hijrah memiliki makna yang lebih luas bahkan mencakup keseluruhan aspek kehidupan.

Terdapat minimal empat aspek yang dikandung dalam hijrah.

Yang pertama adalah aspek sufistik atau tasawwuf. Aspek ini mencakup perubahan diri dari hati (niat) yang intinya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa hijrah merupakan perubahan yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT, bukan untuk kesombongan.

KH Cholil Navis, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), pernah berkata bahwa yang paling penting untuk mengawali hijrah itu meluruskan niat (Muchlison, Kyai Cholil Jelaskan Makna Hijrah, NUonline). Hingga nantinya akan mencapai apa yang disebut Imam Ghozali taholli wal tahalli, membersihkan diri dari unsur-unsur yang tidak baik dan menghiasi diri dengan sesuatu yang baik.

Selanjutnya aspek kultural, merupakan aspek yang menunjukkan bahwa Islam itu shalih li kulli zaman wa makan, agama yang relevan terhadap ruang dan waktu. Aspek ini pula yang menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat diakulturasikan dengan budaya yang ada pada mayarakat, asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam.

Penerapan hijrah dengan akulturasi kultural akan lebih diterima masyarakat daripada penerapan Islam yang masih kearab-araban.

Lalu aspek filosofis, yakni membawa umat Islam dari keterbelakangan menuju kemajuan, utamanya dalam ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman dalam surah al Mujadalah ayat 11 yang artinya ...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Hijr: Al-Quranulkarim Transliterasi Latin, Hal. 543).

Dari aspek ini ditunjukkan bahwa hijrah juga meliputi aspek intelektual, berpindah (berubah) dari tingkat nalar dan logika yang rendah menuju lebih tinggi dari sebelumnya.

Dan yang terakhir adalah aspek sosial. Aspek hijrah ini menuntut sesorang untuk mampu membumikan keislamannya kepada masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Habib Husein dalam video tersebut bahwa jangan sampai berhijrah semangat ibadah, namun malah tidak murah senyum pada orang lain.

Sedikit miris jika melihat realitas saat ini di mana berbondong-bondong orang berhijrah namun tidak memberikan maslahat pada masyarakat lainnya. Ironisnya, hingga mengklaim kafir kepada muslim sesamannya.

Seorang yang hijrah sejatinya dapat memberikan kemanfaatan pada masyarakat, tidak hanya pada dirinya sendiri.

Inti dari hijrah seperti yang dikatakan oleh Habib Husein adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran surah at Talaq ayat 11 bahwa inti hijrah itu adalah bergeraknya kita berpindahnya kita dari kegelapan menuju terang-benderang.

Jadi, hijrah nggak hanya soal lo-gue jadi ente-ane, hardcore jadi qasidah, jaket levis-jeans jadi setelan gamis. Hijrah yang kaffah adalah hijrah yang sifatnya substansial, bukan hanya simbolis.

Perpindahan atau perubahan dari hamba yang itu-itu saja menjadi hamba yang rahmatan lil alamin. Itulah yang dinamakan hijrah, hijrah yang milenial.

(Telah terbit di Qureta pada 10 Februari 2019. Tulisan ini merupakanrespon penulis terhadap fenomena trend hijrah yang terjadi di kalangan milenial)

MANIFESTO - BELOK KIRI SEIN KANANWhere stories live. Discover now