Alex berlarian kecil melewati gedung-gedung kampus yang megah universitas ternama tempatnya berkuliah. Bangunannya terlihat futuristis. Sinar matahari berpendar pendar, menerobos daun dan dahan pohon-pohon rindang di sisi-sisi jalan, pohon-pohon besar itu seperti kanopi, membuat teduh jalanan. Hamparan rumput hijau terpangkas rapi dihalaman gedung-gedung.
Lengang, sepertinya para mahasiswa sudah mengisi kelas masing-masing.
Alex melesat di selasar, tiba di depan kelas. Pintu tertutup rapat.
Meremas jemari, napas Alex menderu. Entah hukuman apa yang akan diberikan oleh dosen galak itu, membesihkan toilet seharian penuh tak masalah asal jangan disuruh mengerjakan paper setebal 100 lembar. Hukuman itu pastilah sangat amat menyebalkan.
Dan jika Dia tak diperkenankan masuk berarti sudah Dua kali Alex tak mengikuti mata kuliah itu. Dosen galak itu mengancam serius, tiga kali tak ikut mata kuliah nya, Mahasiswa wajib mengulang mata kuliah nya di tahun depan.
Alex menarik dan mengembuskan napas perlahan. Wajahnya tertunduk dalam. Baiklah saatnya masuk. Menarik gagang pintu perlahan. Waktu terasa melambat saat pintu terbuka. Alex memejam mata sekejap, Peluh mengembun di dahinya.
Huuu...
Suara itu langsung menyambutnya. Para mahasiswa yang duduk di ruang kelas yang mirip auditorium melingkar menatap Alex.
Eh, Dosen itu tak ada?, Mustahil. Bahkan Dia biasanya sudah menunggu dikelas lima belas menit sebelum mahasiswa masuk. Ini aneh.
"Hai Alex" salah satu mahasiswa di pojok ruangan melambai. Dia Santo, teman baiknya. Juga ada beberapa teman lain disebelahnya, Mereka Aldi dan Cyle.
Dan hei ada yang janggal di kelas ini.
Alex membulatkan mata. Hendak berseru. Persis di kursi depan, duduk seorang gadis, rambutnya dikucir seperti ekor kuda. Melambaikan jemarinya yang ramping. Wajahnya tak asing.
Tidak salah lagi gadis itu, gadis yang tadi membuat motornya menyeruduk pohon di trotoar plus membuat Alex semakin terlambat masuk kelas. Seharusnya Alex bisa masuk kelas sepuluh menit lebih awal jika tak ada insiden tadi di jalan. Ini kejutan.
Ruang kelas dipenuhi dengung percakapan.
"Kau..kau! Kau..!" Alex menatap tajam, sebagai balasnya gadis itu tersenyum renyah. Seperti tak ada masalah.
Belum sempat Alex merangsek mendekati gadis itu untuk meluapkan amarahnya, dari arah selasar terdengar suara seseorang berjalan. Seorang paruh baya berusia kurang lebih 60 tahunan. Memakai kemeja biru muda lengan panjang, rapih, rambut putih melingkari kepalanya. Dialah dosen paling galak di universitas, pak Arya.
Pak Arya berdiri diambang pintu. Berkacak pinggang. Ruangan kelas hening seketika.
"Alex!!" Pak Arya melotot, berseru.
Alex menoleh patah-patah. Gerakan kakinya terhenti.
"Siapa yang menyuruhmu masuk kelasku heh?"
"Bu-bukannya bapak juga terlambat ya?" Alex meringis, menggaruk kepala tak gatal. Santo yang berada di pojok ruangan menepuk dahi, hendak bilang--Pak Arya sudah ada dari tadi.
Pak Arya semakim tajam tatapannya. "Astaga..bicaralah setelah Aku menyuruhmu bicara!. Keluar dari kelasku sekarang juga!" Bentaknya. "Sangat memalukan. Apa jadinya kalau orang tua mu tahu anaknya sering terlambat masuk kelasku, beruntung Aku selalu melindungimu, berkata kau mahasiswa paling pintar dan rajin"
Wajah Alex semakin kecut. Ia baru saja dipermalukan di depan kelas. Dan selalu saja menyebalkan saat orang tuanya disebut-sebut.
"Tapi pak, Aku baru dua kali terlambat masuk kelasmu. Jadi perlu bapak revisi kalimatnya. Bukan sering. Karena kalau sering berarti Aku melakukannya berkali kali" Kalimat Alex sedikit kaku.