Sebuah Rasa...

17 1 0
                                    

       Semenjak perkenalan Disa dan Satriya di kedai kopi yang terasa begitu canggung, setiap Disa mengunjungi kedai, ada saja hal tak terduga yang terjadi di antara mereka. Entah di sengaja, atau memang semesta berencana untuk membuat mereka menjadi semakin akrab. Mulai dari Disa yang menyukai kopi racikan Satriya, hingga setiap kali berkunjung ia akan menolak jika si barista gondrong yang melayani. Percakapan-demi percakapan mengalir begitu natural hingga tak ada alasan bagi keduanya untuk saling bertukar nomor telepon. Rasanya wajar saja, sebuah pertemuan intens antar dua remaja yang didasari dengan kecocokan obrolan akan berlanjut pada tahap yang melibatkan hati. tapi apa itu yang sedang terjadi pada keduanya?

       "kamu jadi bernagkat panjat tebing?"

       "jadi dong, minggu depan insyaAllah"

       "aku tuh heran deh sama kamu" kali ini Satriya dan Disa sengaja meluangkan waktu untuk mengobrol di warung sate langganan Disa yang tidak jauh dari kedai. Kebetulan Satriya sudah menyelesaikan shiftnya.

       "heran? Apa yang salah denganku?" Tanya Disa penasaran

       "Kamu itu hampir nggak pernah terlihat jalan sama temen-temen kamu, tapi kamu anak komunitas yang paling banyak disukai."

       "So, apa itu salah?"

       "lebih tepatnya aneh, biasanya orang yang "famous" di komunitas, pasti kemana-mana selalu ramean, lha ini, solo mulu."

       "ya karena gak ada yang salah sama sendiri"

       "kenapa suka sendiri? Bukannya kamu bisa nongkrong atau jalan sama temen-temen kamu? Kenapa lebih suka menyendiri dengan buku-buku kamu itu?"

       "kenapa enggak?" Disa membalikkan pertanyaan Satriya yang membuat dia terdiam tak melanjutkan kalimatnya. Menurut Satriya, Disa adalah gadis terunik sekaligus paling asik yang pernah dia temui. Prinsipnya, pandangan hidupnya, terlebih caranya bersikap dengan orang yang baru dikenal, seperti ladang emas yang selalu ingin ia temukan. Penasaran yang selalu ia rasakan dalam setiap kalimat yang menggantung di ujung obrolan mereka. Sesuatu yang penuh dengan tanda tanya namun anehnya membuat Satriya semakin ingin mencari tau jawabannya. Sementara bagi Disa, Satriya adalah laki-laki paling nyambung yang pernah ia ajak ngobrol. Terkadang ia sulit sekali menemukan orang yang mampu mengerti apa yang sedang ia bicarakan. Sedikit berbeda namun justru karena perbedaan itu selalu ada yang ingin mereka diskusikan tanpa disengaja. Diam-diam, mereka berdua saling berdialog dengan pikiran masing-masing.

       "Lalu, mengapa saat ini kamu memilih duduk denganku? Sampai memperkenalkan sate kesukaanmu dan ngobrol berlama-lama?"

       "Terkadang, berbicara dengan orang asing lebih menyenangkan, karena kita sama-sama belum tahu satu sama lain. Tak ada yang perlu ditutup-tutupi, tak perlu ada yang dirahasiakan. Karena kamu tak pernah punya ekspektasi apapun pada kehidupanku"

       "jadi? Kamu anggap aku orang asing?"

       "setidaknya sampai detik ini, mungkin akan berubah besok hari, Nobody knows"

       "jika dengan menjadi orang asing bisa berlama-lama ngobrol denganmu, maka tak perlu statusnya berubah"

        "we'll see..." tatapan mereka beradu, dan kembali sibuk dengan pikiran masing-masing. Sate yang mereka santap sudah habis sejak setengah jam yang lalu. Hanya teh hangat yang tinggal di dasar gelas menemani obrolan mereka. Malam itu Satriya sengaja mengantar Disa pulang dengan alasan sudah terlalu malam dan nggak baik untuk seorang cewek pulang sendirian.

        "ini baru jam setengah 11 Sat, aku sering keles pulang jam segini. Lagian kalo kamu nganter aku, trus motorku gimana?"

        "motormu biar di taruh kedai aja, ga pernah ada lho, lagi nongkrong di kedai kopi pulangnya dianter sama baristanya langsung" goda Satriya sambil menyodorkan helm pada Disa.

Love, SatriyaWhere stories live. Discover now