Anjing yang Menyalak

13 0 0
                                    


"Ini kali kelima sejak Senin lalu, Ace. Jangan memanfaatkan kesabaranku jika tidak ingin ku pecat!"

Jamerson melempar berkas di mejanya ke arah badan pemuda di hadapannya sementara Ace menggeram di tempatnya. Bola matanya terpancang ke arah puluhan lembar kertas yang berserak di kakinya. Rasa panas mengaliri urat-urat nadinya disusul otot yang mengejang dan berdenyut-denyut menunggu untuk terlampiaskan.

"Ayahku menghilang selama dua belas tahun setelah menyelidiki pembunuhan masal yang dilakukan pemerintah setelah perang sipil dan meninggalkanku." Ace berucap lirih membenarkan tindakan sia-sianya selama ini. "Tiga tahun aku kumpulkan semua informasi untuk membuktikan penyelidikan ayahku dan kau membuangnya seolah ini hanya—"

"Itu hanya asumsimu, Ace." Jamerson memotong, intonasinya tegas tapi tak berhasil menutupi rasa iba dalam kalimatnya. Pria itu menghampiri Ace yang masih mematung di hadapannya. Lalu memegang pundak serta membalas tatapan penuh terornya dengan permohonan. "Hentikanlah, aku sudah berjanji pada ayahmu untuk menjagamu. Jadi, berhentilah, tolong..." pintanya putus asa.

Ace mendecih keji, netranya menyipit seolah memandang rendah bos sekaligus sahabat ayahnya itu. "Sejak kapan kau menjadi pengecut begini, Jame?" pemuda itu memiringkan kepalanya sejenak lalu mengutarakan seluruh perasaannya dalam satu kali tarikan napas. "Kau, reporter lain, dan berita-beritamu yang penuh retorika. Ideologi yang pernah kau bangun bersama ayahku sebagai rekan rupanya sudah membusuk dan mati." Dia menghela sesaat, "tak usah membual soal janjimu pada ayahku, jika perjuangannya saja tak kau hargai."

"Tapi—" Jame tak sempat berucap karena pintu berderit terbuka tanpa aba-aba membuatnya terkesiap dan menurunkan tangannya dari bahu Ace dengan gugup. "Ah, Zoe sudah kembali? Kenapa lama sekali?" sapa Jame pada gadis berperawakan kurus di ambang pintunya.

"Em, ma-af bos, ta-tadi kopinya tumpah ja-jadi aku harus beli lagi..." gadis itu menunduk dalam dengan tangan tertaut resah. Poni panjang kusutnya menutupi kaca mata bulat yang membingkai netra coklat madu.

Gadis itu menaikkan pandangan untuk menatap Ace, seolah tahu keributan yang barusan terjadi disebabkan oleh pemuda itu. "Lihat apa kau, culun?" Ace menyalak ketika netra mereka bersinggungan. Zoe kembali menundukkan pandangannya takut, lalu melangkah maju ke sisi Jame seakan mencari perlindungan. "Sudahlah, percuma aku berharap padamu! Toh, pada akhirnya editor payahmu ini," Ace mengendikkan kepalanya ke arah Zoe, "hanya menyeleksi berita sampah untuk mengamankan diri dari endusan pemerintah!"

"Ma-maafkan aku!" Zoe kembali menundukkan kepalanya saat Ace memincingkan matanya. Menghiraukan permintaan maaf gadis itu, Ace keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu.

"Lama kelamaan anjing kecil itu mulai menyalak."


The Edge of CliffWhere stories live. Discover now