Intro

433 5 0
                                    

Intro

 Prolog……..

Ariana tidak mengira jika ekspresi Rafa seperti ini. Dia kecewa dan putus asa. Dia menghela napas panjang sambil menghapus airmatanya yang berurai. “Jika kau tidak menginginkannya….,” nada suaranya terdengar masih parau karena tangisan tadi, “—Um, biar aku saja yang membesarkannya seorang diri…..” memaksakan dirinya untuk tetap tegar.

Rafa masih termangu, kepalanya tertunduk lesu. Ia sendiri tidak pernah mengira akan terjadi seperti ini. Dia merasa seperti seorang penjahat yang sedang dihakimi. Ariana berdiri dihadapannya dan berjalan mondar-mandir. Rafa mengacak-acak rambutnya sendiri. Dia kebingungan apa yang harus dilakukannya.

Ariana sudah pasrah jika pada akhirnya Rafa tidak ingin bertanggungjawab atas janin yang tumbuh didalam rahimnya. “Katakan sesuatu, Raf,” Ariana mendesak sedih. Mengguncang tubuh lelaki itu, “Aku hamil… dan—sejak tadi kau diam saja.”

Wajahnya semakin gusar dan pucat, “Aku…. Aku…. Arrrghhhh.” Dia mengumpat kesal sendiri. Ariana menarik napas panjang. Airmatanya entah sudah berapa liter yang keluar. “Apa kau menyesal?.” Ariana berbisik pilu di telinga lelaki yang membisu didepannya.

Ariana berjalan mundur. Dia sudah pasrah. Matanya berlumur kepedihan yang sangat mendalam dengan airmata yang menganggu penglihatannya. “Aku tahu…. Seharusnya dari awal aku menyadari hal ini. Kau tidak pernah benar-benar mencintaiku. Kau hanya menganggapku bagian dari taruhanmu, kan. Kau tidak akan pernah mencintaiku. Kau hanya menginginkan kesenangan dariku, kan.” Ariana terus menghakiminya. Memakinya dengan semua apa yang ada didalam pikirannya saat ini. “Aku memang bodoh. Aku terlalu percaya diri kau akan menjadikanku istimewa dihatimu.”

Ariana tertawa meremehkannya lagi, “Aku memang bukan wanita yang pantas untuk kau cintai.” Lelaki itu beranjak dan menarik tangannya mendekat ke tubuhnya. “Apa lagi yang kau inginkan? Apa kau belum cukup puas menyiksaku.” Makinya lagi tanpa memikirkan perasaan lelaki itu.

Rafa menenggak ludah, “Aku mohon kau harus tenang. Kita tidak bisa menyelesaikan ini dengan keadaan meracau seperti ini.” Ariana mengangkat alisnya, “Tenang! Kamu bilang aku harus tenang. Bagaimana bisa aku tenang?.” Suaranya mulai meninggi. “Setiap hari janin akan tumbuh. Perutku pun akan membesar. Lalu kau bilang aku harus tenang.”

“Kau mungkin bisa saja tenang karena bukan kau yang akan menanggungnya. Aku yang akan membawa janin ini setiap hari kemanapun aku pergi. Dan—aku juga yang harus menanggung semua hinaan dan cacian dari orang-orang.”

Rafa masih tidak bergidik. Dia masih tertunduk. Ariana terus mengoceh. Dia terus menuntutnya. Tetapi tidak juga memaksakan kehendaknya. Ariana menyadari bawha ada jarak yang sangat besar diantara dia dan Rafa. Keluargan Rafa pasti tidak akan pernah menyetujui hubungan mereka.

Emosi Ariana memuncak, “Aku tidak pernah membebankamu dengan janin ini. Biarkan aku pergi. Aku akan pergi sejauh mungkin. Aku tidak akan pernah meminta pertanggungjawabanmu lagi.” Ariana memutar badannya. Dia menutupi airmatanya yang tumpah lagi.

“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menanggung semua ini sendirian.” Rafa mulai mengeluarkan pendapatnya. “Lalu apa yang akan kau lakukan?.”

“Apa kau akan memintaku untuk menggugurkan janin ini? Tidak. Aku tidak akan pernah melakukannya. Sudah cukup aku melakukan kesalahan itu. Dan aku tidak akan melakukan kesalahan lagi untuk menyesali hidupku.” Ariana terus mengoceh. Dia tidak memberikan kesempatan kepada Rafa untuk mengeluarkan kata-katanya.

Rafa berusaha melawan Ariana, “Tidak. Aku tida akan pernah meninggalkanmu. Dan—[dia menghela] aku juga tidak akan pernah memintamu untuk menggugurkannya.” Tambah Rafa membuat Ariana menundukkan wajahnya.

Kekasih SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang