sorrow

30 3 0
                                    


1. Farewell; Irene

Irene berharap Ia bisa mendoakan yang terbaik pada pria yang membuat hari-hari nya bersemangat. Meskipun perasaan dan permintaannya agar pria itu tinggal lebih lama diabaikan. Ia sudah bernegosiasi, menawarkan segala hal yang Ia punya demi mempertahankan kepercayaan. Tapi sepertinya itu tidak cukup. Pria itu lebih memilih membelot dan berpaling. Rasanya semuanya akan baik-baik saja jika Ia lebih dulu diberi peringatan. Bukan seperti petir di langit musim panas yang terik. Sayangnya perpisahan tidak pandai membaca keadaan, tidak pandai memilih. Sekeras apapun Irene memohon, perpisahan tidak akan memberinya kesempatan kedua.

•••

2. Anodyne; Seulgi

Sudah dua gelas alkohol habis dalam setengah jam. Seulgi meremas rambutnya yang kini aromanya didominasi asap rokok. Ia menyalakan ponselnya, menunggu sebuah pesan maaf atau semacamnya. Tapi tidak ada. Dia merasa tak dianggap. Suara musik yang keras menggodanya untuk turun ke lantai dansa. Bergabung dengan puluhan pemabuk yang menari tanpa irama yang jelas. Ia hampir terjatuh saat kakinya turun dari kursi yang tinggi. Berjalan sempoyongan ke tengah lantai dansa kemudian ikut menari dengan irama yang acak. Persetan dengan ponselnya yang sunyi. Ia terlalu cukup terluka, dan malam ini ia ingin menari sampai lupa.

•••

3. Let's pretend; Wendy

Wendy ingin bersembunyi jika bisa. Ingin memutar ulang waktu dan memulainya dengan benar dari awal. Kehadiran pria yang berdiri di sampingnya mengingatkan bahwa ia sudah terlalu jauh melangkah. Terlalu terlambat untuk berkata tidak bisa. Wendy tak bisa memungkiri bahwa senyum pria itu sedikit menenangkannya. Tapi, apa gunanya jika sesaat lagi panggungnya akan dimulai. Tidak lama lagi ia akan berikrar janji sehidup semati mengikuti skenario yang sudah disiapkan. “Mari kita lakukan dengan baik.” Pria itu menggenggam tangannya erat. Wendy tak bisa menyalahkan jika hatinya berteriak menyerah. “Kita harus terlihat seperti pasangan yang bahagia”. Wendy tersenyum getir mendengarnya.

•••

4. Schnapsidee; Joy

Joy merasa lampu jalan lebih silau dari biasanya. Membuat kepalanya terasa pening hingga Ia harus berkali-kali berhenti berjalan. Ia terlalu mabuk untuk berjalan lurus, tapi terlalu sadar untuk jatuh ke aspal. Ia tertawa pada keadaannya, lalu mengumpat. Menenangkan dirinya sendiri, lalu mengumpat. Bahkan ketika sepatu tingginya patah, ia menangis sambil mengumpat. Memanfaatkan kondisi mabuk tak mabuk nya, Joy meraih ponsel di saku belakang celana. Menekan tombol nol tanpa berpikir ulang. Ia harus melakukannya sekarang, sebelum pengaruh alkoholnya hilang. Mengumpat pada bos nya yang mengkritik nya pedas siang tadi. Meskipun keesokan harinya ia harus menangis meminta maaf, Joy tidak peduli.

•••

5. Moonlight; Yeri

Yeri menatap punggung yang tertunduk lesu beberapa langkah di depannya. Berdiri menatap jendela besar dengan sinar bulan yang menyusup malu-malu. Ia mengamati pria yang tidak bergerak sejak beberapa waktu lalu. Meresapi emosi yang menyelimuti sosoknya yang kuat. Yeri ingin melangkah mendekat, tapi terlalu takut mengganggu. Pria itu menyimpan banyak hal dirinya. Ia tak pernah mencoba untuk bertanya. Ia tahu batasnya. Pada akhirnya Yeri hanya berdiri disana. Menunggu di tempat gelap yang hanya diterangi bulan yang redup. Berjaga-jaga jika pria itu membutuhkannya. Meskipun ia tahu itu tidak akan pernah terjadi.

•••

CrumbsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang