TEWAS

105 14 1
                                    

Di suasana perkuburan yang mulai sepi masih nampak seorang gadis sedang berdiri menundukkan kepalanya seraya menuju jalan pulang, ditemani oleh temannya mereka menuju rumah dengan mengendarai mobil. Satu persatu teman dan kerabat mulai bepergian dari rumah itu meninggalkan Jusi yang kini mendiami rumah itu seorang diri.

Suasana hening mengelilingi tiap sudut ruangan, ruangan yang gelap seakan mencoba menyerap kesedihan yang baru saja terjadi di rumah itu

Suasana hening tiba tiba terhenti ketika pintu terdengar sedang dibuka. Ohh ternyata itu paman Nicle, ia datang untuk berpamitan pada Jusi untuk ditinggal selama sepekan ke Australia, ia pergi untuk melanjutkan bisnisnya disana.

Jusi mungkin keberatan jika ditinggal sendirian di rumah, lagi pula ia tak biasa tinggal sendiri apalagi ia baru saja kehilangan kakaknya dan itu membuatnya begitu tertekan. Paman Nicle mengerti kondisi Jusi yang tengah dilanda musibah, hingga ia pun juga segan untuk meninggalkan Jusi sendiri tanpa ada yang merawatnya.

"Paman mungkin akan pergi selama sepekan, jaga dirimu baik-baik. Kau tidak akan kesepian" Paman Nicle menghela nafas panjang setalah mengakhiri ucapannya. Disaat itupun ubin depan pintu memancarkan bayangan bertubuh besar.

Kedua manik mata Jusi pun mulai berkaca-kaca saat wanita itu disangakanya adalah istri paman Nicle. Usianya masih sangat muda, belum lama ia dinikahi oleh paman Nicle. Ia selalu mengenakan jubah dan itu menutupi seluruh bagian tubuhnya terkecuali matanya yang bulat.

Ia dikenal sebagai orang pendiam dan pandai mengurus rumah tangga dengan baik, paman Nicle mempercayainya untuk merawat Jusi hingga paman Nicle kembali dari Asutralia. Namanya Miranda, anak yang hidup dari lingkungan panti asuhan dari kecil, ia ditinggal kedua orangtuanya karena sebuah kecelakaan pesawat. Jusi tak tahu banyak tentang Miranda karena ia adalah sosok yang tidak terlalu membuka diri pada orang lain, tentunya itu hanya di tau oleh paman Nicle sendiri.

Aku meraih tangan kanan paman Nicle dan menciumnya kemudian dia menyandarkan aku di dadanya, ia memelukku dan pergi meninggalkan kami berdua.

Maghrib pun datang, suara azan masjid terdengar nyaring dan seperti menggema di dalam ruangan. Jusi yang tak hentinya terisak-isak masih membaringkan tubuhnya di kasur dengan lembar tissu di sekelilingnya yang berserakan kemana mana. Ia mencoba memejamkan matanya untuk tidur hingga suara bising mulai menghancurkan pikirannya yang sudah mulai tenang. Ia berfirasat bahwa suara itu berasal dari suara Miranda yang mungkin sedang memasak makan malam, Jusi berjalan ke dapur dengan rambut acak-acakan dan mata sembab. Kakinya terasa berat untuk melangkahkan kakinya menaiki tangga, hingga pasang matanya pun terkejut ketika melihat sosok wanita mengenakan jubah hitam berdiri menatapnya dengan muka datar, pinggiran matanya nampak gelap dengan riasan wajahnya yang mencolok. Mengenakan riasan berlebihan membuat Jusi merasa gugup, kakinya gemetar dan keringatnya membasahi seluruh bagian tubuh. Nafasnya mulai tak beraturan dengan kejadian yang terjadi depan matanya itu, ia memundurkan langkahnya ke belakang. Tak disangkanya ia telah berada di ujung tangga, kakinya tergelincir dan tubuhnya menggelinding hingga ke bawah lantai. Kepalanya terbentur dan berdarah, pinggiran kulit kepalanya terkelupas dan terasa sangat perih hingga seakan daging kepalanya terus berdenyut denyut terkena tiupan angin. Ia berusaha meraih ujung tirai jendela, namun usahanya terhenti ketika ia merasa seseorang sedang berupaya menarik kakinya. Jusi makin lemas tak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya seakan mati rasa, pikirannya masih kacau dan tak beraturan. Ia sudah tak bisa lagi mengontrol tubuhnya, ia begitu lemas dan akhirnya matanya terpejam.

••••

"Jusi.." suara lirih itu membuat Jusi terbangun ketika sedang di baringkan di kamar. Ia menemukan sosok Miranda di hadapannya dengan cadar hitam yang melilit bagian dahinya.

"Ada apa denganmu? Kau tertidur hampir berjam-jam, aku membangunkanmu untuk makan malam" Miranda mencoba membantu Jusi menyadarkan pikirannya setelah tertidur cukup lama setelah menghadiri pemakaman kakaknya.

"Ada apa?" Miranda dibuat bingung dengan tingkah Jusi yang sedari tadi terus meraba dahinya.

Mungkin dia pusing. Gumam Miranda dalam hati.

Miranda menunggu Jusi di meja makan yang masih membilas matanya dengan setengah sadar. Mereka makan malam dengan suasana yang mencekam karena suara Guntur dan kilat yang bergemuruh. Angin sepoi-sepoi membuat tirai beterbangan, itu membuat udara dalam rumah terasa sejuk hingga membuat bulu kuduk berdiri. Sesekali Jusi hanya menatap makanan kemudian berfikir tentang kejadian yang sehari ini terjadi. Ia dikelilingi oleh rasa keliru seharian ini, tubuhnya terasa sedang tak enak badan. Ia menghentikan aktivitas makannya tersebut dan kembali ke kamar meninggalkan Marinda yang masih menyantap makanan.

Ketika Jusi hendak membuka pintu kamar, ia merasa sesuatu sedang menghalangi jalan masuknya dari balik pintu, bisa saja itu hanya perasaan Jusi karena begitu lemas sejak tadi. Beban pikiran membuat Jusi sangat lelah. Tak bisa membuka pintu kamar, ia memilih menuju ruang tamu untuk tidur di sofa. Tubuhnya seketika mendarat dan matanya pun ikut terpejam. Tertidur selama 30 menit Jusi akhirnya bangun karna merasa kedinginan. Mencoba membuka matanya dengan pelan dan mencoba perlahan beranjak ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Sebelum melangkahkan kakinya Jusi merasa ada seorang yang sedang menatapnya di sofa, ia tak menoleh sedikitpun. Namun suara nafas yang cukup mengusik gendang telinganya membuatnya menoleh ke arah belakang.

"Mendekatlah...."

"Kaukah itu Miranda?"

"Kubilang mendekatlah"

Jusi merasa tangannya mulai lemas dan tangannya begitu cepat diraih oleh wanita itu. Jusi berteriak hingga suaranya begitu nyaring terdengar. Ia berusaha memberikan perlawanan, namun kembali tak bisa karna Jusi begitu lemah untuk memberi perlawanan. Ia hanya berteriak disertai isakan tangis yang membuat suaranya terdengar putus putus. Ia di seret ke gudang lantai dua rumah tersebut. Ruangan yang tampak tak terurus itu menampilkan keusangan di setiap sudut pandang Jusi, lantai yang dipenuhi kertas berserakan, debu yang mengisi hampir setiap kekosongan permukaan semua benda, dan langit-langit ruangan di jelajahi jaring laba-laba. Wanita itu meraih tangan Jusi dan mulai mengelilinginya dengan tali ikat pinggang yang ia temui di permukaan meja. Jusi kemudian di sekap dan disandarkan di sudut ruangan, wanita itu mengambil gunting dari tas perkakas yang berada di lemari. Ia menggunting dan merobek pinggiran mulut Jusi. Darah yang tak hentinya mengalir membuat Jusi terasa tak bisa menghentikan isakan tangisnya, rasa sakit membuat jusi seakan sudah tak bisa bernafas. Wanita itu mencabik cabik urat urat pada pinggiran mulut Jusi kemudian ia mulai mengecap rasa dan tekstur tersebut dengan begitu mendalami peran tersebut.

••••

Setelah sepekan di kabarkan berada di rumah sakit untuk menjalani beberapa perawatan dan operasi Jusi kini kembali ke rumahnya. Paman Nicle turut prihatin terhadap kejadian yang menimpa Jusi, ia merasa bersalah karna telah meninggalkan Jusi selama ini. Miranda pun ditangkap polisi dan diwajibkan menjalani masa tahanan selama 13 tahun

JANGAN ENGGAN UNTUK MEMBERIKAN BINTANG PADA CHAPTER INI, KARENA BINTANG DARI KALIAN ADALAH SEBUAH SUPPORT BAGI AUTHOR

JUBAH [MIRANDA]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang