Bapak Tukang Bajaj

7 2 4
                                    

  Dia hanya seorang sopir bajaj dikawasan Kemit. Sehari-hari nongkrong didepan pasar sekitaran Kemit. Dalam doanya dia selalu berharap mendapat penumpang dengan memarkir bajaj tuanya ditepi jalan yang menjadi salah satu urat nadi kawasan tersebut.

  Pak Deni, berusia 61-an tahun, namun semangatnya luar biasa dalam bekerja. Anaknya ada dua, semuanya kuliah dikampus Universitas Indonesia. Sementara si sulung sudah praktik menjadi pengacara di Lombok.

  Bagaimana bisa?

  "Sabar, ikhlas, bekerja, dan bersedekah nak."

  Demikian kalimat bijak Pak Deni saat mengantar saya seperti biasa, untuk pergi kerja di sebuah Bank Swasta yang letaknya tak jauh dari derah Kemit.

  Dalam hati saya berkata, sedekah?

  Ya Allah, orang kecil seperti Pak Deni saja bisa sedekah dan dua anaknya kuliah semua, hebat!

  Dari mana dia dapat uang ya?

  "Anak saya kebetulan pintar dan mereka kuliah sambil kerja. Tapi setiap bulan saya tetap berkewajiban memberi mereka uang bulanan, kecil besar tergantung gimana kitanya mbak."

  Setiap hari yang aku tahu jika habis membayar ongkos bajaj dalapan ribu, Pak Deni selalu menyelipkan uang seribu rupiah dicelengan dari kaleng biskuit yang terletak disudut kanan bawah bajaj- nya.

  Saat ku tanya kenapa dia melakukan itu, katanya untuk sedekah setiap Jum'at, takut lupa sisihkan uang.

  Jadi kalau salat Jum'at, Pak Deni selalu mengantongi beberapa koin uang untuk dimasukkan ke kotak amal.

  "Saya bersedekah bukan untuk meminta balasan Allah, namun memang sudah jadi kewajiban saya mbak, meskipun tidak seberapa, namun saya tetap berusaha ada."

  Degh!

  Hati saya tergetar dan tersentuh, wajah saya memerah, menahan malu.

  Saya pikir yang punya gaji jauh dari Pak Deni sering berpikir untuk bersedekah, namun beliau orang kecil yang mau oeduli untuk sedekah.

  Pernah suatu saat tas saya tertinggal, dan saya tidak sadar hal itu. Satu jam kemudian Pak Deni menemui saya di Bank saat jam istirahat.

  Saya bingung, saya kira saya lupa membayar ongkos bajaj-nya.

  "Mbak maaf saya baru sempatkan kesini, tadi habis salat jumatan dulu, dan menunggu jam istirahat, takut mengganggu kerjaan mbak."

  "Ya Pak, ada apa ya?"

  "Ini tas mbak tertinggal di bajaj, mohon dibuka apa isinya ada yang hilang?"

  Saya kaget sekaligus kagum dan salut dengan kejujuran Pak Deni. Setelah saya buka, ternyata lengkap isinya dan saya beri dia selembar uang lima puluh ribu.

  "Maaf mbak, nggak usah, saya nggak bisa terima"

  "Maaf pak, ini buat jerih payah bapak kesini"

  "Owhh, saya kesini karena memang kewajiban saya mengembalikannya mbak. Permisi"

  "Pak, terimakasih ya"

  Saya menatap lelaki tua itu keluar dari Bank, tanpa terasa air mata saya menetes, jadi ingat ayah saya almarhum yang juga begitu jujur selama menjadi kepala Desa di kampung kami.

  Pak Deni bersedekah untuk melapangkan masa depan, kehidupan anak-anaknya, itu yang bisa saya petik!

  Terbukti anak-anaknya sangat mudah mendapatkan tempat yang baik di kampus maupun pekerjaan.

  Ayah yang sukses adalah ayah yang jujur, dan bisa menghidupi keluarganya dengan uang HALAL!

  Sejak saat itu, saya pun melakukan hal yang sama. Setiap hari menyisihkan uang lima ribu rupiah disebuah kaleng biskuit yang saya simpan di bawah kolong tempat tidur kos-kosan.

  Disetiap akhir bulan saya wajib menyetorkannya ke kotak amal, berapa pun jumlahnya. Bisa di panti asuhan ataupun masjid, yang oenting saya sadar bahwa sebagian rezeki kita adalah hak orang lain.

"KEJUJURAN YANG MULAI LANGKA             KITA DAPATI DI TENGAH ZAMAN YANG SEMAKIN KEJAM. SEORANG AYAH YANG JUJUR AKAN MEMBAWA KEMUJURAN HIDUP DAN BERKAH UNTUK MASA DEPAN ANAK-ANAKNYA."

Gimana ceritanya, maaf kalo kurang menarik karna saya baru belajar dalam menulis.

Kalian bisa kasih saran ataupun kritikan di kolom komentar dibawah ini, dan kalian jangan lupa kasih vote, ok!.

Karna satu vote kalian sangat berarti untuk saya.

Terimakasih!!

Ayah Pemilik CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang