Seorang gadis mungil berjalan malu-malu, menyatukan tangannya di depan perutnya sambil melirak-lirik, seperti mencari sesuatu. Menggunakan tas berwarna merahnya dengan lugu, dipadukan dengan seragam sekolahnya yang terlihat cocok di tubuhnya. Jangan lupa di tambah juga dengan rambut hitam sebahu yang terlihat menggemaskan. Langkahnya terhenti di depan kelas betuliskan 'Music lab 1-2'. Gadis itu mengetuk pintu, mendengar ada respon dari dalam untuk menyuruhnya masuk, ia pun menurut dengan senang hati.
Sepatunya bergesekan pelan dengan lantai, melangkahkan kakinya mendekati seseorang yang sedang terduduk bermain piano, mungkin seseorang yang merespon ketukan pintunya, tadi. Mungkin saja orang tersebut seniornya —atau bahkan gurunya? Entahlah. Badannya sedikit tegap, tangannya meliuk-liuk indah —terlalu indah untuk di bilang indah. Tetapi mungkin badannya sedikit mungil, walaupun masih lebih mungil gadis yang sedang menepuk pelan bahu pria tersebut.
Pria itu menoleh, memperlihatkan wajah yang berwarna seputih susu di padu dengan sisi yang tegas namun lembut. Gadis itu memberikan formulir pendaftarannya, lalu mendapatkan tatapan bingung. Namun gadis tersebut tak memperdulikannya, ia hanya sempat terdiam sehingga satu pertanyaan membuatnya sadar dari lamunannya, "Ah, Min Yoonji, murid baru. Apakah aku salah memasuki ruangan sehingga kau tidak tahu siapa aku?" Ucapnya tak tahu malu, padahal degupan jantungnya sudah mewakili perasaannya yang sekarang.
"Haha, maaf. Bertanya saja. Fotomu berbeda dengan wajahmu yang kulihat sekarang."
Yoonji hanya menaikkan salah satu alisnya, tak paham dengan ucapan pria di depannya yang mengatakan bahwa fotonya berbeda jauh dengan yang aslinya. Ia pun tak mau berpikir panjang dan menghapus pertanyaan yang menurutnya tak penting, "Jadi, kapan aku bisa memulai belajar, emm—"
"Aku Min Yoongi, panggil saja Yoongi. Aku satu kelas denganmu, bukan senior, dan bukan guru. Apakah aku setua itu?" Ucapnya seolah bisa membaca pikiran Yoonji. Yoonji sempat terkagum bahwa namanya hampir sama dengannya.
"Kapan aku bisa memulai belajar, Yoongi?" Ia mengulang pertanyaannya, dengan nada yang angkuh namun tetap terkesan lembut. Yoongi sedikit tersenyum simpul, kemudian menghadap ke arah Yoonji, "Apakah sudah kubilang bahwa aku bukan senior maupun guru?"
Ah iya, Yoonji melupakan kalimat itu sejenak. Ia pun menepuk pelan jidatnya yang tertutup poni ciri khasnya yang membuatnya menjadi menggemaskan. Manik Yoonji mengelilingi seisi ruangan musik itu, tak ada siapapun selain dirinya dan Yoongi. Maniknya kembali menatap manik milik Yoongi, ingin melontarkan pertanyaan. Namun, Yoongi sudah terlebih dahulu mengerti apa yang akan di tanyakan oleh Yoonji, "Ke ruang guru. Kau keluar pintu, lalu berbelok ke arah kiri. Maju saja, ada tulisannya. Serahkan formulirnya. Jangan lupa sehabis itu kau harus kesini lagi untuk mencatatkan namamu di sana setelah menyerahkan buktinya bahwa kau telah di terima." Jelasnya sambil menunjuk satu meja yang terdapat buku dan pulpen, di ikuti dengan manik Yoonji yang mengikuti arah yang di tunjuk Yoongi. Ia kemudian mengangguk paham. Yoonji pun mengambil alih formulirnya, pamit untuk pergi dari ruangan tersebut.
Min Yoongi pun telak jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
***
Min Yoonji mengetuk sopan, di bukakan oleh pria bertubuh tinggi, tegas, dan benar-benar membuat Yoonji terpaku. Rasanya berbeda, hidung mancung, bibir yang terlihat lembut, kemudian jangan lupakan manik yang benar-benar indah —berisi kejujuran dan ketegasan di dalamnya. Pria tersebut tersenyum simpul, mempersilahkan Yoonji masuk. Yoonji di buat salah tingkah, sehingga tanpa sengaja dahinya terkena pinggir pintu. Yoonji meringis, kemudian mengelus pelan dahinya.
"Kau tak apa-apa?"
Manik Yoonji bertatapan dengan pria itu, membuatnya sedikit gugup dan jantungnya ingin melompat sekarang juga. Karena tepukan pelan pria tersebut di pipinya, Yoonji pun tersadar, kemudian menegapkan kembali tubuhnya, "Uh, maaf."
"Sekali lagi, kau tak apa-apa?" Pria itu menegaskan pertanyaannya, Yoonji pun hanya mengangguk pelan, "Kalau kau sakit ke UKS saja."
"Tidak perlu." Jawabnya, lawan bicaranya pun hanya mengangguk dan mengucap oke dengan pelan. Pria itu kembali menatapnya, "Ngomong-ngomong, siapa kau?"
Yoonji tersenyum manis, "Salam kenal. Min Yoonji, murid baru yang ingin mendaftar di kelas musik. Apakah kau gurunya?" Pria di depannya terkekeh, pertanyaannya benar-benar konyol sekali. Sudah tahu bahwa di depannya ada tulisan ruang guru musik, mungkin saja Yoonji tidak sempat membacanya atau melupakannya karena ketampanan pria itu. Kekehannya tentu saja membuat Yoonji mengerutkan alisnya, pria di depannya pun hanya mengangguk, lalu menunjuk tulisan yang berada di depan pintu.
Mungkin Yoonji sedang sial hari ini karena ia tidak fokus. Yoonji pun hanya tersenyum kikuk dan meminta maaf yang hanya di jawab dengan anggukan dan senyuman manis oleh pria tersebut, "Jadi kau murid barunya, ya? Manis sekali." Pria tersebut pun menyuruh Yoonji untuk duduk. Kemudian di angguki oleh Yoonji. Yoonji sudah jelas tersipu jika di puji begini oleh pria tampan di depannya, ia sedikit tersenyum dan pipinya memanas.
Yoonji memandang pria di depannya yang sedang berkutat dengan formulir pendaftaran milik Yoonji, ia memandang sangat dalam, berdecak kagum sendiri karena manusia di depannya ini benar-benar definisi makhluk sempurna bagi Yoonji.
Tiba-tiba ada pria manis yang datang. Matanya kecil, tidak terlalu tinggi, dan di iringi dengan senyumannya yang sangat manis. Pria tersebut menepuk pria satunya lagi yang sedang mengurusi formulir milik Yoonji, "Permisi, pak Taehyung." Yoonji menghadap pria di depannya, ia menggumam sendiri seperti; ah, pria tampan ini ternyata namanya Taehyung. Kemudian Taehyung menoleh ke arah Jimin, "Hai, pagi, Jimin. Ada apa?"
"Bolaku? Hehe." Jimin itu menyengir, Yoonji hanya menatap heran pria yang bernama Jimin itu. Taehyung pun menghadap Jimin dengan sorot matanya yang horror, "Bukannya sudah bapak bilang kalau bolanya akan di kembalikan Minggu depan, Jimin?"
"Pak, hari ini aku ingin latihan, ke—" Ucapannya terpotong, matanya menatap ke arah Yoonji yang menghadap ke arahnya juga. Jimin pun tersenyum kepada Yoonji, mengulurkan tangan mungilnya yang terlihat lucu, "Hai, salam kenal, Park Jimin, ekskul Pendidikan Jasmani tingkat satu. Aku kelas 10-1." Kemudian Jimin menatap Yoonji intens, mengharapkan Yoonji membalas uluran tangannya. Saat Yoonji sedang menyodorkan tangannya, telapak Taehyung memukul pelan lengan Jimin, "Hei, kau genit atau bagaimana? Keluar sekarang, Jimin."
"Bolaku...." Jimin merengek pelan, menghentakkan kakinya. Yoonji yang melihatnya pun menutup mulutnya anggun, —terkekeh pelan. Kemudian menyelipkan rambutnya di sisi sebelah kiri sambil menunduk malu karena tingkah Jimin di depannya. Sungguh tak tahu malu, menurutnya. Taehyung pun tidak menggubris Jimin, melainkan melanjutkan mengurus formulirnya. Taehyung pun langsung memberikannya kepada Yoonji dan di terima dengan senyuman. Yoonji pun pamit keluar, begitu juga Jimin. Saat Jimin berlari sambil merengek untuk ke lapangan, suara Yoonji menghentikan Jimin untuk melangkah.
"Salam kenal, Park Jimin. Min Yoonji, ekskul Musik tingkat satu juga. Dan aku kelas 10-3. Berbaliklah jika kau ingin menjabat tanganku, kalau tidak mau ya sudah pergi saja."
Jimin menoleh, kemudian tersenyum. Mendekati Yoonji —karena jaraknya yang cukup jauh— kemudian menjabat tangannya, "Kau manis, jangan lupa makan buah Ceri nanti siang, ya." Jimin pergi dan di tanggapi dengan kerutan dahi Yoonji. Sebenarnya ia heran sendiri mengapa banyak sekali kata-kata yang tidak bisa Yoonji pahami untuk hari ini. Untuk apa makan buah Ceri? Dan apa hubungannya dengan dirinya yang manis? Apakah Ceri manis? Menurutnya asam. Karena bingung memikirkan, Yoonji pun pergi menuju ke ruang Musik lagi. Kemudian masuk, menepuk bahu Yoongi pelan, "Ini,"
Yoongi mengangguk, kemudian menyuruh Yoonji untuk memasukkan namanya sendiri di buku, Yoonji pun tersenyum, "Bisakah aku menjunjung pendidikan yang tinggi di sini sebagai murid baru? Semoga saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Synantitheite
FanfictionPertemuan yang menyakitkan; sehingga membuat kita terkadang membenci sebuah pertemuan. Started ; 26 Januari 2020