04

9 2 0
                                    

Mengetuk-ngetuk jarinya di meja, merasa bosan. Menunggu Jimin yang sedang memesan beberapa makanan untuk mereka berdua. Yoonji pun membuka ponsel pintarnya, mencebik kemudian karena mengingat Taehyung tiba-tiba. Gurunya itu jatuh sakit dan di rawat, ini sudah hari keduanya. Sebenarnya, hari ini seluruh murid di kelasnya itu berniat menjenguk Taehyung —guru seni musik sekaligus wali kelas mereka. Namun, Yoonji di ajak untuk makan bersama dengan Jimin kali ini sehingga ia tidak bisa menjenguk Taehyung.

Yoonji sebenarnya ingin membatalkan acara 'makan bersama sepulang sekolah' ini dengan Jimin. Tetapi sayangnya ia terlebih dahulu untuk menyetujui makan bersama Jimin karena tidak tahu kalau nanti Taehyung akan jatuh sakit. Yoonji pula bukan tipe orang yang suka membatalkan rencana yang sudah di setujui terlebih dahulu untuk mendatangkan acara yang baru.

"Hei, sekarang ponsel menjadi prioritas sekaligus teman makanmu, hm?"

Yoonji mendongak, menyengir kemudian. Meletakkan kembali ponselnya ke saku, lalu tangannya beralih untuk memegang sendok dan garpu —segera memakan Nasi Gorengnya.

"Selamat makan, Yoonji."

Yoonji tersenyum, lalu mengangguk, "Selamat makan juga, Jimin." Setelah senyuman Jimin di berikan, mereka berdua diam. Hanyut dengan makanan masing-masing. Yoonji masih mempercayai bahwa makan itu tidak boleh berbicara. Sampai beberapa orang salut dengannya yang tak pernah bicara saat makan. Tetapi bukan hanya itu saja, Yoonji juga di kenal memang tak pernah melontarkan kata-kata yang tak penting baginya.

Punggung dan telapak tangannya bertabrakan dengan air keran wastafel, mencuci tangannya walaupun sedari tadi Yoonji memakan dengan alat makan sehingga minyaknya tak mengenai tangan indahnya itu. Namun, perlu di garis bawahi, Yoongi sangat mengutamakan kebersihan. Ia mengambil tisu setelahnya, di usapkan di mulut. Mengambil lagi untuk mengusap di tangannya yang basah. Kemudian duduk kembali di hadapan Jimin yang sedang meneguk minumannya. Tak lama kemudian Jimin menceletuk, "Sudah selesai? Mau pulang atau mencari angin terlebih dahulu?" Yoonji mengetuk dagunya —berpikir, "Menurutmu?" Tanyanya. Jimin pun tersenyum, berdiri menghampiri Yoonji. Menggaet tangannya, tersenyum kemudian.

"Ayo habiskan waktu bersama hari ini, Min Yoonji."

***


Surainya terhempas angin, duduk terdiam di bebatuan menikmati semilir angin; seketika memori buruk pun raib dari ingatannya sejenak. Kali ini Yoonji merasa dirinya aman, melepas penat dari kehidupan yang sesungguhnya. Memejamkan mata, menekuk lutut sembari di peluk oleh tangannya, tak lupa dengan seragam sekolahnya yang belum terganti. Masa bodoh, ia tidak ingin terbebani dengan sekolah untuk kali ini. Karena beberapa hari terakhir, Yoonji mendapat perlakuan tidak baik dari beberapa teman sekelasnya. Bahkan ia mendapat tatapan sinis dari beberapa teman sekelasnya yang ia sendiri tak tahu kenapa. Dan akhirnya ia bisa melepaskan penat kali ini berkat Jimin yang membawanya ke pinggir danau.

"Merasa nyaman, Yoonji?"

"Tentu." Balas Yoonji sembari menghadap hazel Jimin, tersenyum kemudian. Jimin pun ikut tersenyum, perlahan mengusap surai indah milik Yoonji, menyisipkan di dekat daun telinga, "You are so beautiful than flower, Yoonji." Ucapnya menggombal, hazelnya kembali bertatapan dengan milik Yoonji. Yoonji pun hanya tersenyum malu, menundukkan kepalanya pelan sambil berucap terima kasih. Jimin hanya terkekeh, menarik tangannya kembali untuk ia satukan dengan tangan satunya yang sedang memeluk kakinya juga.

"Aku senang jika kau merasa nyaman di sini. Di mana kenyamananmu berada, di situ pun aku berada. Ikut merasakan apa yang kau maksud dengan 'nyaman'. Bawa aku ke manapun yang kau suka, biarkan aku juga menyukai apa yang kau beri."

Yoonji kembali di buat tersenyum. Ia sekarang tahu apa yang di maksud dengan sebuah kenyamanan. Berawal dari sebuah pertemuan yang membuatnya nyaman terhadap seseorang. Seperti saat ini, Yoonji sangat merasa tenang pertama kali dalam hidupnya. Sedari kecil ia selalu gugup terhadap sesuatu, merasa bahwa dirinya kurang baik di mata orang lain. Tetapi di sini, ia merasakan bahwa ia bisa menjadi diri sendiri di depan orang yang membuatnya nyaman; seperti Jimin. Jimin mengajarkan apa arti sebuah kenyamanan yang sebenarnya. Sembilan puluh persen membuat Yoonji merasa yakin bahwa Jimin akan bisa membuatnya merasa tenang.

"Jimin, boleh aku memelukmu?"

Jimin menoleh, mengalihkan atensinya dari danau ke arah Yoonji;

"Tanpa kau meminta pun aku selalu membuka tangan lebar-lebar untuk mendekapmu dan memberi sebuah kenyamanan, Yoonji."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SynantitheiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang