02

33 7 0
                                    

Yoonji tersenyum angkuh saat melihat angka sembilan puluh tiga di bukunya itu dengan bangga. Mengibas rambutnya pelan, dengan senang hati membereskan poninya yang sedikit berantakan. Kemarin, Yoonji melakukan tes seni musik yang di adakan oleh gurunya —Taehyung. Perlu di tegaskan, Yoonji belajar penuh agar ia mendapatkan nilai bagus dan di puji oleh Taehyung. Dan benar saja hal tersebut terjadi, kata-kata yang selalu terngiang-ngiang di otak Yoonji;

"Kau bagus, Yoonji. Bapak bangga kepadamu. Terus semangat belajar, ya."

Tak tahu kenapa, Yoonji sendiri mengagumi gurunya yang mungkin berumur jauh dari Yoonji sendiri, seperti sudah sepantasnya guru itu untuk menikah; bantu Yoonji berdoa agar Yoonji menjadi jodoh Taehyung. Temannya; Kim Namsoon, berujar bahwa Yoonji tak sepantasnya menyukai gurunya sendiri. Taehyung tua-lah, Taehyung jauh umur-lah, Taehyung tidak pantas-lah, Taehyung sudah punya pacar-lah, Yoonji tetap tidak peduli. Yang ia pikirkan hanya; Taehyung milik Yoonji, walaupun ia belum memastikan perasaannya kepada gurunya itu benar-benar ada.

Seseorang menepuk bahunya, membuat atensinya dari melamun berubah ke arah seorang itu. Yoonji melihat sosok tubuh yang bisa di bilang tinggi —sampai bisa menutupi celah-celah jendela yang terkena matahari, sehingga mencetak bayangan di kursi dan badan Yoonji— matanya sedikit bulat, tahi lalat kecil di bawah bibirnya yang tersenyum manis, jangan lupakan rambut berwarna hitam pekat yang di tambah dengan sedikit poninya yang keren. Ia merasa setelah beberapa minggu baru melihat wajah pria ini. Yoonji pun menatap heran pria tersebut, seperti bertanya-tanya bahwa untuk apa pria itu datang kepadanya.

"Sudah berhenti memuji wajah tampanku?"

Cuih, percaya diri sekali.

"Ada apa?" Tanya Yoonji mengalihkan pembicaraan. Kemudian pria itu sendiri tersenyum, "Tidak boleh kalau teman sekelasmu ingin mengenalmu, murid baru?" Pria tersebut tiba-tiba langsung duduk di sebelah kursi milik Yoonji yang kosong, tidak ada yang duduk di sana. Jelas saja, Yoonji duduk di pojok karena dia anak baru.

"Lancang sekali, padahal belum mengenal, huh."

Jungkook mengulum senyum, kemudian menyodorkan tangannya, "Jeon Jungkook, dari ekskul Seni. Pencetak rekor satu lukisan terbaik semester kemarin, ngomong-ngomong." Ucapnya sombong, masih setia menyodorkan tangannya walaupun Yoonji tak kunjung membalasnya; ia bahkan terlebih dahulu memutar bola matanya, malas berkenalan dengan orang sombong di hadapannya ini. Namun, mau tak mau reputasinya tidak boleh menurun menjadi murid baru dan di caci maki menjadi murid baru yang sombong. Ia pun membalas jabatan Jungkook malas, "Min Yoonji, ekskul Musik." Kemudian Yoonji memutuskan jabatannya sepihak.

"Semoga kita menjadi teman sekelas yang baik, Min Yoonji."

"Semoga saja."

"Mau aku antar ke kantin? Kau sendirian saja sedari tadi. Ke mana Namsoon?"

"Seperti biasa, dia di hukum karena merusak kaca kelas 10-3 saat ekskul bola basket, tadi. Aku heran tangannya terbuat dari apa. Dan, kalau kau ingin mengantarku ke kantin, sepertinya bukan pilihan yang buruk." Balasnya. Jungkook tersenyum, kemudian menggaet tangan Yoonji untuk ia bawa ke kantin bersama. Yoonji bereaksi kaget, tetapi sepersekian detik kemudian ia hanya terdiam dan mencoba terbiasa dengan sekolah ini yang isinya bisa di bilang banyak pria yang membawa pasangannya —atau teman dekatnya. Yoonji pun hanya mengikuti Jungkook untuk menuju ke kantin. Namun, saat ia melewati lapangan basket, ia melihat Jimin sedang tersenyum ke arahnya, kemudian langkahnya maju; berniat menghampiri Yoonji.

"Yoonji!"

Jungkook berhenti, ikut menghadap suara yang memanggil nama Yoonji. Alisnya mengkerut, bingung siapa orang yang menghampiri Yoonji.

"Kantin?" Tanya Jimin yang hanya di jawab dengan anggukan Yoonji. Yoonji sedikit kaget dengan penampilan Jimin yang benar-benar seksi di matanya. Dengan keringat yang bercucuran, membawa bola basketnya, dan di padukan dengan baju olahraga yang terlihat keren dan cocok untuk Jimin. Namun ucapan Jimin membuyarkan lamunannya, "Siapa?"

Ibu jari Jimin menunjuk ke arah Jungkook pelan, berbisik juga. Yoonji pun tersenyum, "Ini, Jeon Jungkook, satu kelas denganku."

"Pacarmu, ya?"

"Hei!" Yoonji memukul pelan bahu Jimin; cepat-cepat melepaskan tangannya dari genggaman Jungkook. Jimin hanya terkekeh, kemudian mengambil tangan Yoonji, "Jangan di pegang, nanti kau tidak suci lagi, Yoonji." Jimin meniup pelan tangan Yoonji. Jungkook pun hanya berdecih, "Aku dan Yoonji ingin ke kantin. Tidak usah modus."

Hei, mengaca dong, Jeon Jungkook!

"Ckck, selamat makan, Min Yoonji."

Jimin mengacak rambut Yoonji pelan, tersenyum manis setelahnya. Jimin pun beralih ke lapangan lagi, meninggalkan Yoonji dan Jungkook. Jungkook pun mengangkat alisnya, memasang raut wajah bertanya kepada Yoonji yang sedang menghadap Jimin. Jungkook pun meniup pelan mata Yoonji, "Hei, cintamu, ya?" Yoonji tersadar, mengedipkan matanya bingung, sesaat kemudian ia menepuk pelan buntelan pipi Jungkook yang ada di depannya, "Bukan, ya."

"Jangan-jangan aku cintamu?"

"Hei, kenapa kau bisa menebak seperti itu!?" Yoonji membentak pelan.

Jungkook mendekat ke arah telinga Yoonji, kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Yoonji menegang;

"Karena kau juga cintaku, Min Yoonji."

SynantitheiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang