06

22 4 18
                                    

Jangan lupa follow, vote, comment, dan share ya guys....

1 follow, 1 vote, 1 comment berarti banget buat saya...

Trims😊

Semoga suka😊

🔹🔹🔹

Galang menghembuskan napas berat. Mengerjapkan mata beberapa kali melihat daun-daun yang jatuh tertiup angin rindang. Pandangnanya menatap hampa setiap hamparan taman belakang sekolah yang mulai dipenuhi daun-daun jatuh yang mulai mengering terpampang sinar matahari.

Sedari tadi perutnya selalu berbunyi mengikuti melodi angin riuh yang bertiup lambat. Kejadian tiba-tiba di kantin tadi membuatnya berulang kali memutar otak untuk kembali ke sana.

Perutnya yang kosong sedari pagi membuatnya merasakan gundah dan lapar berkepanjangngan. Satu tangannya sesekali meremas perutnya yang kosong sedangkan yang satunya menopang dagunya di atas meja.

Pikirannya terus terngiang-ngiang dengan bakso yang ditinggalkannya tadi. Dia sangat yakin makanannya itu sudah dihabiskan oleh Tomi. Dia merutuki kebodohan dirinya sendiri. Mengapa dia harus lari menghadapi Siska? Padahal dirinya hanya harus meladeni cewek itu dengan senang hati. Tapi apa boleh buat, hati dan otaknya tidak sejalan membuatnya harus memilih diantara dua kemungkinan.

Waktu istirahat berkisar sekitar dua puluh menit lagi dan dirinya masih diam membisu dengan rasa lapar yang di deritanya. Galang sangat malas melangkah ke kantin saat ini. Pikirannya terus berontak menuntut kakinya bergerak dan mengisi perut. Namun hatinya justru menyuruhnya tetap diam dan nikmati rasa lapar.

Memang benar yang dikatakan orang-orang, jika hati sudah berkata lain maka pikiranpun ikut mengalah, karena sesuatu itu harus di lakukan dengan hati.

Mata Galang berhenti berkedip untuk sesaat. Pikirannya melayang pada kejadian tadi pagi. Membuat senyum jahat terukir di wajahnya tanpa dia sadari.

Galang memuji dirinya sendiri, betapa hebatnya dirinya kan? Galang sangat yakin bisa membuat hubungan Siska dan pacarnya kandas oleh dirinya. "Mampus lo! Siapa suruh cari masalah sama gue?! Seneng banget gue bikin hidup lo menderita. Kok bisa ya gue sepintar ini," ucap Galang pada udara kosong di depannya. Dia mengangguk tiga kali memuji kepintaran dirinya yang melebihi einstein.

Sial!

Lagi-lagi perutnya berbunyi layaknya singa yang meraung-raung. Jujur saja, rasa lapar ini sangat membuatnya menderita. Seakan-akan dirinya bisa saja mati di tempat saat ini juga. Anggap saja Galang berlebihan, namun memang itu yang dirasakannya ditambah perutnya yang belum terisi semenjak pagi membuatnya semakin dalam merasakan lapar.

Galang berdalih merebahkan kepalanya sejenak dengan tangannya sebagai bantalan. Memejamkan matanya sejenak, berharap rasa laparnya akan segera hilang. Walaupun dia tahu itu tidak mungkin terjadi. Tapi setidaknya, dengan tidur maka rasa laparnya juga akan hilang saat dia tertidur.

Tidak lama setelahnya, Galang tersentak dengan kedatangan seseorang. Matanya mengerjap beberapa kali menyesuaikan pandangannya untuk bisa melihat dengan jelas orang itu.

Dinda, ya orang itu adalah Dinda. Membuat ekspresi Galang menurun. Terlebih Galang sangat malas jika Dinda sudah berada di dekatnya. Rasa risih selalu menghinggapi dirinya saat Dinda berada di dekatnya.

Galang memberikan tatapan tidak suka tanpa ingin membuka suara. Sedangkan yang ditatap menatap Galang balik dengan senyuman kikuk yang datang menghampiri.

Dinda sangat sadar jika Galang sangat tidak menyukai dirinya. Dia sangat sadar jika Galang sangat membencinya, mungkin. Tetapi Dinda selalu tidak perduli, dia hanya perlu meyakinkan Galang lebih giat bahwa cintanya sangat tulus terhadap Galang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang