Masih edisi musuh tapi mesra.
Masih di sikon 'kita harusnya musuhan bukan baperan'.
Pokoknya masih di cerita yang kalo diadaptasi sama ikan terbang judulnya bakalan jadi 'musuhku calon suamiku' 🤣🤣🤣Yang semangat komen and votenya yah 😘
Perjalanan kami tempuh dalam kesunyian. Aku terlalu lelah hingga tak berminat untuk bicara dengan Rensa setelah usahaku untuk menggantikannya menyetir ditolak mentah-mentah.
“Kamu mau brunch?” dia melirikku sekilas, saat itu kami sudah masuk ke tol dalam kota, “Mau mampir ke mana dulu ini? Kebetulan aku juga capek mau tiduran sebentar, bagaimana kalau kita cari tempat menginap.”
Tawarannya membuatku memutar mata. Yang benar saja!
“Atau kamu lebih suka kalau aku ajak istirahat di rest area?” ancamnya jahat.
“Lebih baik kita balik ke tempat masing-masing deh!” putusku sebelum dia benar-benar mewujudkan ancaman itu.
“Setelahnya terserah kamu mau ngapain.”
Sebenarnya aku penasaran dimana dia tinggal tinggal selama di Jakarta, tapi untuk bertanya aku enggan.“Oke! Kamu tinggal di mana?”
Aku menyebutkan nama apartemen yang sudah dua tahun ini ku sewa sebagai tempat tinggal.
“Jadi kapan kita lanjutkan pencariannya?”
“Tergantung seberapa cepat aku bangun nanti.”
Oke! Mungkin aku memang harus terbiasa dengan jawabannya yang selalu menyebalkan. Meskipun begitu aku mengangguk sambil menggumamkan kata ‘terserah’ dalam hati.
Sesampainya di apartemen aku terheran-heran saat Rensa melaju ke pintu masuk parkiran indoor.
“Kamu mau ke mana?”
“Parkir, lah!”
“Oke, aku tahu kamu mau parkir, tapi yang boleh parkir di area indoor dan basement hanya orang yang punya lot parkir, dan kebanyakan tentu saja penghuni apartemen.”
Rensa mengangguk tapi tidak mengatakan apapun. Sesampainya dilantai lima dia mengambil lot diantara deretan mobil-mobil mewah yang salah satunya kukenali dengan baik mengingat pemiliknya adalah salah satu anak pengacara papan atas Indonesia.
“Kamu kenal sama Mas Radit?” aku menatap Rensa penasaran. Lelaki itu menatapku sama herannya.
“Kamu kenal?”
“Senior di firma.”
“Oh!”
“Kamu?”
“Teman main.”
Aku tidak percaya dengan jawaban itu. Rensa tidak terlihat seperti teman main seniorku yang kebanyakan adalah the have pemilik mega grup besar.
Bukan maksudku untuk meremehkan, tapi Rensa kelihatannya tidak termasuk tipe yang memiliki kecocokan karakter dengan orang-orang itu.
Keluar dari mobil Rensa ikut masuk bersamaku ke lift. Aku berasumsi kalau dia akan menumpang tinggal di apartemen Mas Adit sampai akhirnya menghentikan langkah saat sadar Rensa tetap mengekor bahkan setelah aku keluar dari lift.
“Kamu mau ke mana?”
“Unitmu.”
“Heh! Apa aku mengundangmu?”
Rensa mengangkat alisnya sebelah, “Apa aku butuh undangan?”
Ckk! “Aku nggak biasa bawa laki-laki asing ke apartemen.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Sang Punyimbang
Roman d'amour'Andai saja Newton masih hidup untuk menjelaskan masalah gaya tarik menarik ini, tentu aku tak perlu banyak mencari alasan untuk mendapatkan apa yang paling aku inginkan, cinta Rensa tentu saja' ♥