Ngumpet

20.2K 4K 269
                                    

Banyak yg protes kenapa part di wp dikit amat. Karena ini proyek syuka-syuka sayangkoh. Aku pas nulis ini sama sekali nggak ribet seperti nulis Jarak yang mesti merenung kek anak perawan nunggu gebetan😂

"Kamu ngapain ngumpet di situ?"

Aku terlonjak dan langsung berbalik. Bapak berdiri hanya beberapa langkah dariku sambil memegang pisang matang untuk makanan burungnya. "Bapak ngagetin aja deh!"

"Lah, kamu itu yang ngagetin. Berdiri di jendela sambil ngintip dari balik goreden. Lihatin apa sih di luar?"

"Ada aja. Bapak keluar aja kalo emang mau."

Bapak memicingkan mata lalu berjalan ke arahku, menyibak gorden lalu ikut memperhatikan objek yang semenjak tadi aku amati. "Oh, kamu lagi ngintip Hajid ya?"

"Siapa yang ngintip?"

"Kamu, Bapak kan cuma ikut-ikutan."

Aku menghela napas dan  buru-buru menarik gorden di tangan Bapak saat melihat Hajid kini sudah memasuki gerbang rumahnya lagi.

"Dosa lho nggak menanggapi tamu," tegur Bapak.

"Salamnya udah Yara jawab tadi."

"Tapi kamu nggak bukain pintu. Sungguh tetangga menyebalkan."

"Bapak ...!"

"Udah deh, kamu ada masalah apa sama Hajid sampai ngumpet begini?"

"Nggak ada."

"Bohong. Sudah lima  hari ini kamu berusaha nggak ketemu dia."

Aku  memejamkan mata, kesal karena mengetahui bahwa Bapak memang sepeka itu. Tentu saja Bapak memperhatikan gerak-gerikku selama ini, terhitung dari hari senin, sejak kami makan siang bersama, aku berusaha menghindari Hajid sebisa mungkin.

Anggaplah aku pengecut, dan sepertinya memang benar. Namun, jantungku berulah kurang ajar saat melihat lelaki itu dan mengingat ucapannya di warung pecel. Jadi, agar menutup kemungkinan mempermalukan diri di depannya, aku memang harus menghindar  atau yang dalam pandangan Bapak disebut mengumpet.

Setiap Hajid kebetulan berkunjung ke rumah, aku akan pura-pura sedang tidur, mandi, atau tidak mengetahui kedatangannya, hingga terpaksa Bapak yang menemui. Hebat kan?

Tentu saja Bapak sudah gerah dengan aksiku, apalagi ini hari minggu dan sejak jam tujuh pagi tadi, entah berapa kali Hajid datang ke rumah mencariku.

"Kamu kenapa malah bengong?"

"Eh?"

"Dasar anak ini, keluar sana! Kamu nggak capek apa di dalam rumah terus kalo nggak pergi kerja?"

"Nggak kok."

"Anggap aja Bapak percaya, tapi kamu tetap mesti keluar. Enak aja Bapak yang jadi  tukang nyapu halaman."

Aku meringis. Bapak benar, beberapa hari ini Bapak mengambil alih tugasku untuk menyapu dan menyiram tanaman di pagi dan sore hari, jika kebetulan Hajid sedang berada di teras rumah. "Kan halamannya udah disapu." Aku membuat alasan.

"Nggak ada, Bapak cuma nyiram aja."

"Wah ... Bapak tega."

"Biarin. Sana keluar!"

"Iya, bentar. " Aku menyibak jendela dan mendesah lega saat melihat tak ada Hajid di halaman rumah. "Nih Yara keluar."

Dengan langkah ringan aku keluar dari rumah, menuju halaman, mengambil sapu lidi dan mulai menyapu. Bapak yang kini duduk di kursi teras hanya menggeleng-gelengkan  kepala melihat aksi menyapuku yang jelas buru-buru.

Tetangga SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang