Chapter 4

958 73 6
                                    

"Terima kasih untuk malam ini, aku sangat senang." Soohyun mengangguk mendengarnya, pria itu juga ikut tersenyum ketika Jiwon melakukannya.

"Sekarang masuklah, jam malam-mu sudah hampir habis. Kamu tak mau 'kan sampai dimarahi?" Jiwon langsung melirik arloji yang dikenakannya. Ternyata benar apa kata Soohyun, jam malamnya memang hampir habis. Sebentar lagi tepat pukul sembilan malam.

"Baiklah... hati-hati di jalan, Soohyun mengangguk dan Jiwon pun mulai melangkah menuju gerbang rumahnya.

Namun, baru beberap langkah wanita itu berjalan. Ia kembali berbalik ke arah Soohyun. Mengecup pipi kanan pria itu, lalu bergegas kembali melangkah dengan terburu.

Sementara Soohyun, ia hanya bisa terpaku. Tak lama lelaki itu tersenyum samar dan menggeleng kecil. Sikap wanitanya memang sangat sulit ditebak.

###

Jiwon masih memegang dada kirinya yang terus berdebar, jantungnya terasa seperti akan melompat keluar. Entah apa yang membuatnya bisa melakukan hal seperti tadi. Mengecup pipi kekasihnya.

Memang wajar jika sepasang kekasih melakukan hal itu, bahkan dirinya dan Soohyun sudah melakukan hal yang 'lebih'. Tapi jujur... sebelumnya ia tak pernah memulai seperti tadi.

Pengecualian untuk 'kejadian' beberapa minggu lalu. Saat dirinya meminta untuk 'melakukan itu'.

Setelah debar jantungnya kembali konstan, Jiwon mulai beranjak dari posisi menyender pada pintu rumahnya. Ia mulai melangkah memasuki kediamannya itu dengan senyum cerah juga senandung kecilnya.

Hingga akhirnya, wanita muda itu berhenti seketika saat tiba di ruang tamu. Matanya membelalak, seakan apa yang dilihatnya adalah hal yang paling mengerikan.

Dan bibirnya bergetar saat ia bergumam, "eommoni!? Oppa!?"

###

Hanya ada keheningan sejak limabelas menit yang lalu, atmosfer ruang tamu di rumah megah itu begitu mencekam bagi dua orang yang duduk saling berdampingan di sana. Seakan keduanya adalah terdakwa yang tengah dihakimi.

Jiwon tak berani menengadahkan wajahnya, sedari tadi wanita itu menunduk. Begitu pula dengan Changwook. Pemuda itu hanya bisa menggenggam erat jemari Jiwon. Jujur, ia merasa bersalah pada wanita di sampingnya itu. Karena dirinyalah ini semua terjadi.

Setelah sekian lama terdiam, akhirnya Ny. Kim berdehem kecil. Tak lama ia buka suara, " jadi, apa yang bisa kau jelaskan mengenai hal ini, Kim Jiwon?" katanya dengan nada menuntut. Pandangannya begitu menusuk pada dua orang di hadapannya. Terutama putri semata wayangnya. Jiwon.

Kini Jiwon dan Changwook saling berpandangan, wanita itu terlihat tengah mencari jawaban yang pas untuk diberikan pada wanita paruh baya yang memandang intens pada mereka. Begitu juga dengan Changwook, ia sangat ingin membantu Jiwon. Pemuda itu memutar otaknya, hingga akhirnya-

"K-kami memang sengaja berpisah di pusat perbelanjaan, " - Changwook mulai buka suara, nada ragu jelas terdengar dari pemuda itu. "Dan saat tengah menunggu Jiwon di salah satu kafe, aku malah bertemu dengan anda." Dapat Jiwon rasakan genggaman jemari Changwook semakin mengerat, mungkin pemuda itu begitu gugup karena harus berbohong pada ibu-nya.

Ny. Kim beringsut menyamankan posisi duduknya, lalu ia melipat kedua tangannya tepat di dada. "Jujur, awalnya aku begitu percaya dan bangga memilikimu sebagai calon menantuku. Tapi, sekarang aku meragukanmu." Wanita paruh baya itu melirik sekilas ke arah Jiwon, lalu kembali menatap Changwook. "Jangan pikir kau bisa membodohiku. Dan lagi aku sedang tak berbicara padamu, aku menginginkan jawaban dari putri ku." Jiwon kembali menegang ketika pandangannya bertabrakan dengan ibu-nya, karena sungguh ditatap sedemikian itu membuatnya gugup. Apalagi dirinya memang bersalah dalam hal ini. "Jangan hanya memandang eommoni, katakanlah sesuatu." Perkataan Ny. Kim kembali membuatnya sadar, dan ia harus segera mencari jawaban.

Family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang