PROLOGUE : VARA'S POV

50 4 4
                                    

Starter part, gengs.

Kritsar atau vote akan berarti ♥

.

.

.

Enjoy, ma readers

----

Namaku Vara Estevia. Kalian bisa memanggilku Vara. Atau yang terdekat biasanya menyapaku, Ara. Sebentar lagi, ulang tahun dan wisudaku akan terjadi di bulan yang sama.

Kalau kalian kira aku cantik, tidak juga sih. Aku punya badan yang gemuk, tinggiku 160 cm dengan berat 65 kg. Wajahku bulat dengan pipi padat, mataku minimalis dan beralis tipis. Jerawat di mana-mana, dan dahiku datar dengan warna kulit kuning langsat. Orang bilang, 'orang yang tidak secantik namanya'. Tapi aku merasa bahagia dengan diriku sendiri.

Meski kadang sering iri dan berkhayal untuk bisa menjadi cantik.

"Cie.. Ara, sebentar lagi ulang tahun, wisuda, lagi. Terus, jadi Kriminolog, deh, keren banget!" Kata Edelweissha, ribet ya? Panggil aja Edel. Dia teman dekatku sejak SD. Cewek cantik yang mau-maunya temenan sama cewek freak kaya aku.

"Perjuangan banget, deh." Jawabku. "Apalagi setiap hari harus makan hati lihat cewek-cewek cantik yang selalu diprioritasin. Sampai kaya mau nyerah aja aku, kalau ada di situ."

"Ya, itulah resikonya kamu masuk kampus kuning. Cewek-cewek sebangsa bidadari ada di sana semua." Cewek berparas Mandarin itu tertawa kecil. "Tapi kamu kan udah jadi prioritasnya Zidan, Ra.."

By the way, Zidan itu pacarku. Heran nggak sih? Masa cowok ganteng dan terkenal seantero kampus itu mau sama cewek kaya aku? Ada maunya, kali? Iya kali, ya? Bodo amat, lah.

"Apa iya? Dia siapin kejutan, nggak ya, buat aku?"

"Nggak, tau.. deh." Muka Edel kaya ngeledek. "Telepon aja, coba."

Aku pun ambil hape dan buka WhatsApp. Dan secara kebetulan langsung ada panggilan masuk gitu, tapi bukan dari Zidan. Tanpa seijin Edel, kuangkat panggilan dari Azalea.

"Halo, Lea? Tumben telepon malam-malam? Tugasku—"

"Zidan, Ra, Zidan!"

Langsung panik, dong.

"Kenapa sama Zidan?! D-dia nggak pa-pa, kan?!"

"D-dia sekarang nggak jauh dari aku—"

"I-iya dianya kenapa, Lea?!"

Aku melirik ke Edel yang udah melotot kaya pocong.

"P-pokoknya aku share-loc, kamu ke sini buruan! Sebelum terlambat!"

Tut!

Edel melongo. "Lah, ada apa sih? Telat-telat—apanya yang telat?"

Aku langsung grabak-grubuk mencari tas miniku. "Nggak tau, deh. Firasatku nggak enak. Takutnya dia ketabrak, keserempet, kejedot—apapun itu, pokoknya si Lea panik banget."

"T-tapi, Ra—"

Kusambar kunci motor dengan panik. "Kalau kamu mau ikut, ayo. Buruan."

Edel langsung ambil hapenya, tanpa peduli sama dompetnya. "Kuy."

Aku bawa motor udah kaya nantangin malaikat maut. Sengaja ambil jalan sepi biar cepet sampe. Nggak peduli lagi, deh, si Edel udah cengkram bajuku kaya lagi naik rollercoaster. Yang penting, aku nggak mau terjadi apa-apa sama Zidan. Azalea memang dekat sama Zidan karena satu fakultas, jadinya suka nongkrong dan belajar bareng karena sekelas juga.

ALL WOLVES EXCEPT MEWhere stories live. Discover now