Episode Dua Puluh Dua Bagian Tiga (Lebur Luapkan Api)

6.6K 147 25
                                    

"Hari ini sesuai dengan rencana pasukan Majapahit akan memasuki wilayah Sadeng," kata Raden Jenaka membuka pembicaraan, "kemungkinan besar besok dimulainya pertempuran dengan begitu kita diminta untuk dalam kesiagaan penuh."

Ruang besar di kapal induk yang biasa dijadikan Raden Jenaka sebagai tempat pertemuan itu berasa hening. Baik itu senopati-senopati, Arya Kamandanu, Jambu Nada dan Latta Manjari mendengarkan dengan saksama penjelasan Raden Jenaka.

"Untuk pasukan Ananda Latta Manjari," katanya lagi dengan tatapan tertuju lurus pada putri cantik itu, "akan kami singgahkan di selatan kota Kadipaten, tepatnya di belakang pasukan Sadeng."

Raden Janaka diam sejenak, dengan mengedarkan pandangannya. Di luar matahari semakin meninggi mengeringkan embun-embun yang sempat singgah di dinidng-dinding kapal.

Lanjut ia berkata, "Walaupun pasukan ini kalah jumlah dari pasukan Sadeng, tujuan pasukan Ananda Latta Manjari adalah untuk menghancurkan kosentrasi sekaligus pertahanan Sadeng. Kalian harus bergerak sesuai dengan aba-aba dari Kakang Gajah Mada namun tetap bergerak di bawah pimpinanan Ananda Latta Manjari yang mana sudah kita sepakati akan diapit oleh Paman Kamandanu dan Senopati Jalayuda, serta Anak Mas Jambu Nada menjadi penghubung antara pasukan ini dengan Kakang Gajah Mada."

Pangeran dari Swarnabhumi itu juga menjelaskan bahwa pasukan Latta Manjari akan singgahkan di selatan Kota Kadipaten, tepatnya di belakang pasukan Sadeng. Walaupun pasukan yang berada di bawah kamando putri jelita itu kalah jumlah dari pasukan Sadeng namun diharapkan pasukan ini berperan menghancurkan kosentrasi sekaligus pertahanan Sadeng. Pasukan Latta Manjari sebenarnya tidak diketahui sipapun kecuali Gajah Mada.

Semua ini lantaran permintaan langsung dari Gajah Mada sebagai juru taktik, dalam pasukan Latta Manjari menempatkan Kamandanu dan Senopati Jalayuda sebagai pengapit, sedangkan Jambu Nada bertugas sebagai penghubung pasukan Latta Manjari dan Gajah Mada.

''Kami pun akan bergerak ke sisi barat tepat di muara sungai Bedadung," jelas Raden Jenaka, "jika pasukan Ananda Latta Manjari berhasil maka dapat memudahkan kami lansung bergerak karena kalianlah yang mengarahkan pasukan Sadeng tepat pada sasaran tembak kami."

Beberapa dari mereka menyatakan pendapat dan memberi saran terhadap Latta Manjari yang masih belia namun harus memimpin pasukan yang terlalu banyak untuk gadis seusianya, apalagi pengalamannya yang sama sekali belum pernah terjun ke medan perang.

Namun dari mereka bahkan Senopati Jalayuda meyakinkan bahwa Latta Manjari mempunyai jiwa kepemimpinan yang sangat baik, apalagi selama di tepian pantai, gadis itu banyak mempelajari ilmu kenegaraan termasuk ilmu dalam gelar perang.

Atas berbagai pertimbangan itulah mereka setuju bahwa Gajah Mada menunjuk Kamandanu menjadi senopati pengapitnya sekaligus pendamping dalam arti guru secara lansung pada Latta Manjari. Mereka meyakini Kamandanu adalah bekas panglima perang yang layak ditiru dan tentunya mempunyai banyak pengalaman dalam berbagai gelar perang.

Dengan penjelasan Raden Jenaka maka jelas sudah kedudukan pasukan di bawah pimpinan Latta Manjari, di hari itu juga pasukan itersebut diantarkan ke sisi selatan dimana menempuh jarak satu hari untuk sampai ke kota Kadipaten. Jarak yang cukup jauh dengan tujuan keberadaan pasukan ini tidak diketahui oleh telik sandi Sadeng.

***

Menjelang malam yang siap datang, pasukan Latta Manjari sudah sampai di daratan selatan Kadipaten Sadeng. Ketika hari mulai gelap pasukan yang berjumlah sekitar seribu orang itu memilih tempat di bawah bukit untuk menjadi tempat beristirahat, mereka akan begerak setelah mendapat aba-aba dari Gajah Mada yang mana menempatkan Jambu Nada sebagai penghubung.

Oleh Latta Manjari membagi pasukannya dengan dua sayap dan pasukan induk. Puspita dan Nyai Tantina berada dalam pasukan yang di pimpin Ayu Wandira, pasukan ini menjadi rusuk kanan yang akan menyokong pasukan induk kelak dalam gelar perang yang mereka terapkan. Sedangkan rusuk kanan dipimpin seorang lurah yang bernama Raganata.

SATRIA WILWATIKTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang