خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia"
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami' no:3289)______________________________
Keseharian Aisyah kali ini berbeda seperti dulu. Kini gadis itu tak lagi mengajar ataupun ikut mengenyam ilmu di pondok, akan tetapi Aisyah sekarang sudah mencapai citanya untuk menjadi seorang ustadzah.
Menjadi penyiar agama Allah merupakan salah satu cita ataupun imipian terbesar di hidup Aisyah. Dan alhamdulillah, kini sudah ada jalan untuk Aisyah menggapainya. Beberapa minggu hari lalu ia mulai menyibukan diri dalam mengisi acara kajian ataupun acara keagaaman lainnya.
Menjadi sosok yang berguna di mata manusia ataupun Tuhan, merupakan impian semua orang. Namun, adakalanya semua itu di iringin usaha serta doa agar terwujud. Keseimbangan kembali di bahas kali ini. Ya, hidup itu tentang keseimbangan.
"Aisyah pamit ya, Umah." Ujar gadis itu seraya mencium punggung tangan Fatma.
"Yakin ndak mau di antar Abangmu?"
"Yakin, Umah. Nanti saja pulangnya Bang Faiz jemput, sekalian Aisyah mau main ke rumah Mbak Syahira."
"Yowes, hati-hati ya Nduk." Fatma mengelus pelan pucuk kepala Aisyah.
"Nggeh, Umah. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Lantas, Aisyah melangkah meninggalkan bangunan berlantai dua itu ke arah gerbang pesantren. Karena rumahnya berada di lingkungan pesantren, jadi Aisyah sudah terbiasa jika ada santriwati menyalami tangannya. Tatakrama tetap di nomer satukan di sini.
Untuk pergi ke tempat kajiannya kini Aisyah memilih berjalan kaki, selain karena jaraknya yang dekat, ia rasa apa salahnya menikmati senja sepanjang jalan ia melangkah, bukan?
Sayup-sayup angin membawa alur gerak hijab yang di kenakan Aisyah. Langkahnya bersautan dengan dentingan transportasi yang membelah jalanan.
Kedamaian itu tak lah bertahan lama ketika sebuah cipratan mengenai bagian bawah gamisnya. Aisyah menggeram, "astagfirullah!" Seraya menoleh ke arah mobil penyebab semua ini terjadi. Mobil itu berhenti di samping Aisyah.
Sementara menunggu orang yang mengendarainya keluar, Aisyah sibuk membersihkan gamisnya dengan sapu tangan yang ia bawa.
"Maaf, saya tidak sengaja. Apa kamu baik-baik saja?"Suara itu, lantas membuat Aisyah mendongkak cepat. Tatapannya terpaku, bagaimana tidak pria berjas yang kemarin mencela hujan kini berdiri di hadapannya. "Aku tidak apa-apa."
Segera Aisyah mengalihkan pandangannya, bagaimana pun juga mereka bukanlah makhram yang bebas bertatapan. "Aku permisi, assalamualaikum." Gadis itu melenggang begitu saja, tanpa mendengar sahutan pria tersebut. Bukannya kesal atau apapun, Aisyah hanya sedang dikejar waktu.
"Hei tunggu!" Teriak pria itu. Namun, teriakan itu percuma. Aisyah tetap saja berjalan dengan cepat. "Sepertinya saya pernah bertemu dengannya ...." pria tersebut tampak berfikir.
Lalu detik berikutnya, sebuah seulam senyum menghiasi bibir tebal nan segar itu, "Nona hujan." Ya, ingatan kejadian kemarin terulang kembali.
•♡•♡•♡•
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Hujan & Tuan Kopi
SpiritualSpin Off=> Ning&Gus Banyak yang mengatakan bahwasanya cinta paling sulit untuk dijalani ketika terujinya rasa akan jarak, tetapi tidak untuk mereka yang keyakinannya berbeda arah. Di antara dua hati itu mereka hanya mampu melepaskan walaupun tau mer...