N I N E [Repost]

295 87 49
                                    

[Sesuatu yang saya suka dari chapter ini adalah, bahwa saya bisa menulis semua ini dengan amat sangat spektakuler. Ikr. Kedengarannya sombong banget, tapi saya lumayan ahli bikin adegan aksi. Fokus baca!]

      SEMUANYA kacau balau. Seseorang menyenggol bahuku dengan amat keras, otomatis membuat tubuhku goyah. Kepalaku tersentak ke depan, jatuh dengan muka lebih dahulu. Mulutku terantuk kursi sebelum terhempas karena gelombang ledakan.

     Untuk sesaat yang singkat, aku hanya bisa tersengal-sengal. Rasa besi memenuhi mulut, bunyi jemari tanganku yang terinjak membuat aku menggerang lebih keras, tetapi bahkan hal itu tidak lebih buruk dari fakta bahwa Acres terlepas dari genggamanku.

     Kedua mataku langsung terbuka lebar. Mengabaikan rasa sakit yang berdenyut pada mulutku yang robek, serta rusuk yang sakit. Aku mendorong dan menyibak paksa orang-orang yang mendesak jalanku.

     Aku memaki saat melihat Para UrsaMayor membanjiri Arcade Illysiumstone, menggiring lautan manusia untuk segera pergi dari tempat yang saat ini telah berubah sepenuhnya menjadi kandang penuh perangkap.

     Aku bahkan tidak peduli, kalau tadi aku menyikut salah satu UrsaMayor yang menarik tanganku untuk segera pergi keluar. Beruntungnya UrsaMayor itu berhenti melakukan usaha sia-sia, sehingga aku tidak perlu merontokkan beberapa giginya.

      Aku berteriak keras memanggil nama Acres. Sialnya, suaraku jelas kalah besar dibanding dengan semua kekacauan yang terjadi. Aku tak bisa melihat apapun yang terjadi di tengah Arcade Illysiumstone karena dinding semacam Glass Gate yang melindungi bangku penonton dari tanah lapang di tengah sana tak henti-hentinya memantulkan cahaya menyilaukan mata. Ditambah dengan kekacauan yang terjadi membuatku semakin kesusahan untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi dibalik Glass Gate.

     Namun, ketika cahaya menyilaukan itu terhenti. Jeda sesaat itu memberiku cukup banyak kesempatan untuk mengintip pemandangan yang ada di balik Glass Gate yang tak henti-hentinya berdengung menggetarkan darah dan tulang.

     Pemandangan sekilas itu membuat jantungku seakan jatuh ke dasar perut. Kubus di mana tempat Canavaro seharusnya berada meledak. Momentum dari ledakan menerbangkan sesuatu yang lebih berbahaya dari dengungan Glass Gate ke sekeliling Arcade. Puing-puing beserta sesuatu yang lain berterbangan di udara.

      Gelombang udara mematikan siap menerjang.

     Aku terlalu tercengang untuk menunduk ataupun berbaring saat puing-puing menyapu tempatku berdiri.

      Aku tidak terlalu mengingat apa yang terjadi selanjutnya, tapi tubuhku terhempas cukup jauh dari kursi yang semula berniat aku naiki. Aku berhasil melindungi kepala dan wajahku tetapi lutut dan dadaku sakit luar biasa. Yang lebih mengerikan aku tak merasakan apa-apa pada punggungku.

     Puluhan orang berbaring di antara puing. Ada yang menggerang kesakitan, menangis, dan tergeletak begitu saja. Entah tidak sadarkan diri atau mati.

     Telingaku berdenging. Selama sesaat debu-debu yang berterbangan dan berbagai jenis mantel yang berseliweran terlihat seperti gerakan cepat yang membuatku ingin kembali memejamkan mata.

     Hempasan angin dari atap yang roboh seketika menyadarkanku. Ketika kukira aku takkan mampu bangkit berdiri lagi, kedua kakiku secara mengejutkan bergerak--berlari--ke arah Acres yang telungkup dengan lengan kemeja yang sobek, perlahan darah keluar dari daging yang terbuka.

     Mimpiku tentang Acres dan darah kembali menguasai pikiranku. Kali ini lebih jernih. Lebih nyata. Ketakutan itu meluap bak air mendidih dan aku tidak bisa menahannya lagi.

T R A I L B L A Z E R  [COMPLETED] | SEGERA TERBIT!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang