Malam semakin larut. Suara binatang malam saling bersahutan. Udara dingin menggigit hingga ketulang. Selimut tebal menjadi pengantar tidur paling nikmat. Keadaan malam semakin hening ketika hujan juga turun dengan derasnya.
Namun dinginnya hujan tidak membuatku menyembunyikan tubuh mungilku dalam selimut. Tidak bisa kurasakan nikmatnya dekapan selimut. Yang ada saat ini hanya aku yang terisak dalam kamar. Menikmati kesalahanku sendiri.
Harusnya malam ini malam terindah dalam sejarah hidupku. Dewasa dan menikah dengan laki-laki yang mencintaiku dan menyayangiku. Aku berhasil menikah dengan laki-laki tersebut. Dia mencintaiku dan menyayangiku dengan tulus namun aku tidak bisa menghadirkan bahagia pada malam pertama kami. Malam surganya para pengantin baru.
"Jawab, Rae! Kenapa kau berkhianat!"
Aku hanya bisa menangis dan menutupi tubuhku dengan selimut. Kegiatan kami berhenti saat kubisikan, "maaf, mas. Aku sudah tidak perawan."
Aku tahu itu tamparan keras bagi dia. Dia pria yang baik. Menjaga dirinya namun justru tertimpa sial mendapatkan istri ternoda sepertiku. Aku tidak bisa mengulang waktu dan membuat kemalangan diriku terhapuskan.
"Jawab, Rea!" bentak mas Damar.
"Aku tidak tahu, mas," isakku.
Mas Damar mengusap wajahnya frustrasi. Malam itu aku memang tidak tahu. Bagaimana mulanya aku sudah terbangun di sebuah kamar hotel dengan kondisi kamar yang mengenaskan. Satu hal yang aku tahu, aku kehilangan satu-satunya kehormatan yang akan menjadi kebanggaanku saat malam pertama bersama suamiku. Seperti malam ini, aku melukai harga dirinya.
"Maaf, mas, harusnya aku jujur sejak awal. Aku tahu kau sangat terluka mendengar pernyataanku."
Mas Damar tidak menyahut. Maafkan aku, mas. Malam itu harusnya aku tidak memberanikan diri menginjakkan kaki ke club. Tempat segala maksiat berceceran. Harusnya malam itu aku tidak minum minuman beralkohol. Harusnya aku tidak mengikuti temanku ke lantai dansa. Harusnya aku menepis tangan nakal yang mulai menggerayangi tubuhku. Harusnya dan harusnya. Aku sungguh menyesal.
"Harusnya ini tidak terjadi," sambungku. Mas Damar masih terdiam.
Malam itu Anita, sahabatku ulang tahun. Kami yang baru lulus SMA begitu penasaran dengan dunia malam. Kami penasaran dengan rasa alkohol yang melewati kerongkongan. Kami penasaran menari gila-gilaan. Kami penasaran dengan tatapan lapar para pengunjung club. Kami sangat penasaran. Untuk itu kami bertekat memasuki club.
Banyak hal yang kami ketahui begitu menginjakkan kaki di muka pintu. Musik yang menghentak. Tawa yang mengembang. Aroma rokok yang menguar. Bahkan pasangan yang saling memojokan diri. Kami melihat semua itu. Kami senang berada di dalamnya. Atas usul Anita juga kita mencoba apa yang namanya wine. Rasanya sungguh membuat kami lupa daratan. Kami tertawa tanpa sebab. Badan kami terasa ringan. Dan, puncak kegilaan kami adalah turun ke lantai dansa.
Di sana kami melompat kegirangan. Teriak sepuasnya. Bahkan kami semakin berani saat tangan nakal mulai menyentuh tubuh kami. Bukannya menepis atau menolak, kami justru semakin menggila. Seakan-akan kamilah primadona club malam itu. Kami tahu jika kami sudah mabuk berat, tapi tidak ada satupun yang ingin berhenti. Lepasnya dari macam-macam pelajaran membuat kamu butuh menyegarkan kepala. Di sinilah tempatnya.
Hingga pagi harinya aku terbangun dengan keadaan yang mengenaskan. Tubuh yang polos di balik selimut, kamar acak-acakan dan lebih parahnya adalah segepok uang berwarna merah dan sebuah note.
Terima kasih untuk semalam. Kau sangat nikmat dan sempit. Aku suka. 10juta untuk sebuah perawan sepadan, bukan? +6285362136291 itu nomor ponselku. Jika butuh kehangatan ranjang silakan hubungi. Aku juga masih belum puas denganmu.
Kalian tahu yang aku lakukan? Aku hanya menangis menyadari kondisiku saat itu. 10juta untuk sebuah perawan? Aku merasa sangat hina. Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Sejak awal aku juga salah telah masuk ke dalam ruangan penuh maksiat itu.
"Aku juga tidak ingin berada di situasi seperti ini, mas."
"Nyatanya kau berada di situasi itu sendiri!" bentaknya.
Ya Tuhan, aku harus apa?
"Maafkan aku, mas."
"Apa maaf bisa mengembalikan keperawananmu? Apa maaf bisa mengubah masa lalumu? Apa maaf bisa menghilangkan noda dalam tubuhmu?!"
Aku semakin terisak penuh penyesalan. Aku merusak diriku. Aku merusak masa depanku. Aku merusak rumah tanggaku.
"Setidaknya aku masih ingin berubah, mas," sahutku.
Mas Damar menghela nafas berat. Iya, itu pasti sangat berat untuknya. Dua tahun kami menjalani kisah kasih asmara. Tidak sekalipun aku menyinggung masa lalu meski ia kerap memaksa untuk bercerita. Aku takut dia meninggalkan ku. Aku takut dia berubah membenciku. Seperti malam ini.
"Kita akan berjumpa di pengadilan!"
Aku syok, tentu saja! Melihat mas Damar yang hendak melangkah, aku beringsut mendekat. Tidak ku pedulikan tubuh polosku. Kudekap dia dari belakang. Aku takut dia meninggalkan ku.
"Don't leave me, mas. Kau tahu aku begitu mencintaimu. Maafkan masa lalu yang tidak bisa ku kendalikan," bisikku sambil terus memeluk tubuhnya dari belakang.
"Masa lalu itu bukan milikku. Bukan hakku menerima dan memberi maaf. Itu semua milikku. Aku bisa bertahan jika kau jujur sejak awal. Sejak dua tahun yang lalu. Setidaknya di dua tahun yang lalu aku bisa mengendalikan diriku untuk malam ini. Ketidakjujuran dan pengkhianatan adalah kesalahan yang tidak bisa ku toleransi selagi aku jujur padamu. Mungkin maafku sudah kau kantongi sejak awal tapi tidak dengan retaknya kepercayaanku. Maaf, aku tidak bisa berdiri dengan lantai yang sama jika hanya untuk menumbuhkan luka."
Setelah berkata demikian, mas Damar melepaskan pelukanku dan melangkah keluar tanpa menoleh. Yang bisa ku lakukan hanya menangis dengan tubuh meluruh ke lantai. Hari ketakutanku datang. Hari di mana hanya luka untuk sebuah masa lalu yang ku perbuat.
Damar, cerita, kisah dan sepenggal cerita cinta kami hanya bungkus bermacam luka yang ingin menutupi kesalahan. Memulai semua tawa dengan bohong adalah awal dari kehancuran. Sepertiku, Raena Hameera adalah luka yang yang menggores kisah dalam sejarah.
***
Masa lalu mungkin hanya sebagian kisah yang hanya menjadi sejarah. Tapi, bayangan masa lalu adalah penentu cerita di masa mendatang. Ada rahasia sejarah yang tak perlu di umbar namun, ada kisah yang harus terkuak dari masa lampau itu demi terciptanya masa depan yang lebih berwarna. Masa lalu hanya gerimis hujan hingga menanti pelangi di masa depan.
Teruslah bahagia. Gunakan hari ini untuk penentu masa mendatangmu. Allah with you.
Love El with Syaron💚
Singkawang, 02022020