Chapter 2

5.5K 557 219
                                    

|© Silvie Vienoy | 08 Februari 2020|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|© Silvie Vienoy | 08 Februari 2020|

.

Sudut pandang; Baekhyun

.

.

Aku merasakan pergelangan tanganku ditarik cukup kuat hingga aku kembali mendudukkan pantatku di sebelah kak Chanyeol. Aku terkejut, tentu saja. Seluruh tubuhku seakan lupa bernafas. Terlebih lagi ketika dia segera memojokkanku ke pagar kayu yang menjadi bingkai teras satu-satunya dari rumah paman Park.

Nafasku tercekat di tenggorokan ketika mata segelap malam itu menatapku tajam, berbeda dengan nafasnya yang memburu, terdengar berbahaya. Lalu tatapannya yang jatuh padaku melunak setelah beberapa detik, mata dibalas dengan mata, helaan nafasnya putus asa terdengar jelas dari jarak yang sedekat ini.

Cengkraman tangannya di lenganku akhirnya mengendur.

"Sudah larut malam, seharusnya kuhantar kau pulang."

"Tidak!" Aku menyerukan protes dengan lantang, tidak ingin pulang atau kemanapun. "Aku ingin menginap disini!"

"Perhatikan kata-katamu, Baekhyun." Pria ini semakin mendekatkan wajahnya padaku, matanya tajam menghunus sampai ke jantung, yang mana hal itu semakin membuatku gugup. Tubuhku sedikit bergetar mendengar suara beratnya. "Jangan mempersulit keadaanku. Kau tahu kita tidak hanya akan berakhir dengan menginap, harus ada yang kulakukan padamu saat kita menginap di dalam sana. Sebelum itu terjadi, kau harus pulang. Aku sudah membawamu jauh dari rumah selama berjam-jam. Mamamu pasti sedang khawatir."

Liurku terasa seperti cairan duri yang pekat ketika aku berusaha menelannya. Kalimat kak Chanyeol berhasil meledakkan kepalaku. Untuk pertama kalinya, dia menjadi begitu sangat sopan padaku. Harga diriku naik melambung berkali-kali lipat mendengar kata-kata itu diucapkan dengan tegas. Kak Chanyeol-ku, dia pejantan sejati. Aku merasa dihormati sebagai kekasihnya, bukan lagi bocah lugu yang selalu ingin dia cabuli ketika dia ingin.

Aku memberanikan diri mengelus rahangnya yang keras dengan lembut. Senyumku terkembang tulus untuknya, "Iya kak, ayo kita pulang."

Dia menghadiahiku satu kecupan singkat di bibir dan bergumam, 'anak baik', sebelum kami beranjak untuk berdiri.

Mungkin sudah pukul sepuluh, angin malam serasa menikam tubuhku yang hanya dibalut kaos tipis dan celana rumahan sepanjang lutut. Padahal musim dingin sudah berlalu sejak sebulan yang lalu. Aku memeluk tubuhku sendiri mencari kehangatan selagi kami berjalan menyusuri gang sempit yang sempat kami lewati tadi.

"Kau kedinginan?"

"Hng!" Aku mengangguk singkat, menggosok-gosok lengan atasku dengan telapak tangan.

YOUNG HUSBAND Ver 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang