Seorang pemuda dengan seragam putih abu-abu dan tas hitam yang terlihat ringan itu memasuki area parkiran sekolah, sengaja datang lebih awal untuk memarkirkan motornya di area pojok parkiran karena area itu terdapat atap, apalagi saat-saat musim hujan seperti ini, pemuda itu tak mau motor besarnya di guyur hujan.
Kini ia melepas helmnya dan turun dari
motor, kemudian melangkah melewati gerbang kecil menuju koridor yang mulai terlihat beberapa murid berlalu lalang.Kemeja putihnya tak dimasukkan ke dalam celana, tak ada dasi yang menggantung di kerah kemejanya, sepatunya berwarna biru tua yang tentu saja melanggar aturan sekolah yang mewajibkan semua murid memakai sepatu putih.
Oh, tidak lupa tas hitam di punggungnya yang hanya berisi jaket, dua buku tulis, dan satu buku cetak. Padahal sudah jelas, jadwal pelajaran hari Senin sampai Jumat di sekolahnya ada enam pelajaran.
Langkahnya terhenti di depan kelas, mata cowok itu bergerak mengedarkan pandangannya ke dalam kelas yang hanya ada beberapa murid disana. Ia kemudian masuk, menuju tempat duduknya. Lalu melepaskan tas dan menaruhnya di meja.
Pemuda itu mendudukkan dirinya di kursi. Namun, baru saja duduk, matanya tak sengaja melirik seseorang di sampingnya yang sedang fokus menulis seakan tak ingin diganggu.
"Fer, lo nulis apaan?" tanyanya merasa penasaran.
"Tugas Sejarah 15 soal, dikumpulin hari ini."
"SERIUS, FER?! EMANG SEKARANG ADA PELAJARAN SEJARAH?" kata pemuda itu heboh, berdiri dan mendekat.
"Astaga, Tian... KALO GAK ADA YA NGAPAIN GUE NGERJAIN DISINI BURU-BURU BEGINI GEBLEK!" Seseorang bernama Feryan itu geram tak tahan, hampir saja mengumpat lebih kasar kalau tidak ingat sedang buru-buru mengerjakan tugas, ia menghembuskan napas, berusaha tak menggubris pemuda di sampingnya yang ternganga.
Pemuda itu, Lavitian Ergantara. Di rumah dipanggil Lavi oleh mama, papa, dan adiknya. Sementara di sekolah dipanggil Tian. Sedangkan sang nenek yang tinggal di Jepara memanggilnya Ergan. Tapi, ketika ditanya lebih suka dipanggil apa, Tian menjawab :
"Panggil aja Ganteng, biar langsung nengok."
Begitu katanya.
Tian memiliki tubuh tinggi 180cm dengan bahu lebar yang membuat cowok itu dikagumi banyak orang, apalagi wajahnya yang tampan dan senyumnya yang menular, makin menjadikan Tian sebagai cowok idaman para adik kelas maupun kakak kelas dan murid seangkatan.
Angka kesukaannya adalah angka 22.
Kalau ditanya kenapa suka angka 22, Tian selalu menjawab, "gak tau, suka aja."
Bahkan, casing handphone-nya terdapat angka 22 di belakangnya.
Hari-hari Tian tak pernah jauh dari kata malas. Malas belajar, contohnya.
Jangan kan belajar, jadwal pelajaran sekolah saja ia tidak hafal.
Seperti yang sedang terjadi sekarang.
Feryan mengatakan ada tugas Sejarah yang akan dikumpulkan hari ini. Tapi saat Tian membuka tasnya mencari buku Sejarah untuk ikut mengerjakan dengan Feryan, Tian melongo. Mengingat buku yang ia bawa hanya dua buku tulis dan satu buku cetak. Buku tulis Matematika dan Bahasa Indonesia, serta buku cetak Bahasa Inggris yang tak terlalu tebal.
Tapi, hari ini tak ada pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, ataupun Bahasa Inggris.
Tian benar-benar hanya memasukkan bukunya dengan asal.
Ia tak bawa buku tulis ataupun buku cetak Sejarah. Lalu bagaimana pemuda tampan satu ini mengerjakan tugasnya jika bukunya saja tak ada?
"Fer, Sejarah pelajaran keberapa deh?" tanya Tian. Berharap pelajaran Sejarah berada di jam setelah istirahat pertama atau kalau bisa berada di jam terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evolusi
Подростковая литератураSeperti bumi yang berubah berangsur dan perlahan, ada seseorang yang yakin bahwa perasaan manusia juga sama. Berevolusi. Dia, Lavitian Ergantara. Dengan penantiannya menunggu perasaan Charissa Aline berubah.