3. Biskuit Better

22 2 0
                                    

Siang ini, ruang BK kedatangan tamu. Sofa berwarna coklat yang di tempatkan tepat di bawah AC kini di duduki oleh seseorang.

Tian menunduk, memainkan jari-jari tangannya tak bisa menyembunyikan kegugupan setelah tadi disuruh Bu Cece untuk datang kesini karena sepatunya melanggar aturan. Apalagi saat Pak Lintang selaku guru BK datang mendekat dan menarik kursi.

Sebenarnya, Pak Lintang bukan tipe guru BK yang menyeramkan. Guru yang kini menginjak usia 40 tahun tersebut mempunyai sifat ceria yang bersahabat, di satu sisi bisa menjadi guru yang baik dan di sisi lain bisa menjadi teman yang asik. Tapi tetap saja, dalam hal disiplin, Pak Lintang tetap akan bertindak seperti guru BK pada umumnya.

"Apa kabar, Tian?" Pak Lintang menyapa seraya membuka sebuah map merah.

"Baik Pak," jawab Tian.

Pak Lintang tersenyum, "udah lama ya gak masuk sini."

Kelas 10 semester satu akhir, terakhir kali Tian memasuki ruang BK. Itu pun hanya beberapa kali. Karna sekarang, Tian lebih sering dapat panggilan dari wali kelas daripada guru BK.

Tian meringis, menggaruk bagian kepalanya walaupun tak terasa gatal. "Pak.. eum.. jangan sita sepatu saya Pak.. please.." ucapnya memohon.

Pak Lintang melirik ke bawah, memandang kedua sepatu Tian yang sebelumnya sudah ia lepas. Lalu berganti memandang Tian. "Kenapa? Sepatu baru ya?" tanya Pak Lintang.

Tian mengangguk cepat, "ini sepatu janji deh gak bakal saya pake sampe nanti pulang Pak. Tapi jangan disita.." Wajah Tian makin memelas.

"Tian, kamu sudah kelas 11, harusnya tau dong aturan di Dwi Kusuma seperti apa."

"Maaf, Pak..."

Yang Tian lihat setelah itu Pak Lintang menghela napas kasar, lalu menyodorkan map merah ke arah Tian.

"Tulis nama kamu, beserta kesalahan yang kamu perbuat."

Tangan Tian mulai menuliskan namanya sesuai perintah Pak Lintang, seraya berharap masih ada kemungkinan sepatunya tak akan disita, walau dalam hatinya sudah mempunyai firasat sepatu baru kesayangannya ini akan menginap di ruang BK.

Lavitian Ergantara
XI IPS 4
Kesalahan : Memakai sepatu baru, warna biru terang, dibeliin Papa dari paris, harganya kalau dirupiahin kira-kira 4,5 juta. Baru sekali pakai, masih wangi sepatu baru.

Begitu ia menulisnya dalam map merah.

Pemuda itu mengusap wajahnya gusar.

Tujuan awal Tian adalah masuk kelas, karena cowok itu mendapat panggilan dari ketua kelasnya yang jika di bandingkan dengan Bu Lia, maka tak ada bedanya.

Sama-sama suka mengatur, menuntut ini dan itu.

Makanya Tian tak pernah suka ketua kelas.

Setelah mendapat panggilan dari ketua kelasnya tadi, sebenarnya Tian tak langsung ke kelas, ia melihat teman-temannya bermain bola di lapangan, dan tentu saja Tian langsung bergabung.

Sampai akhirnya selesai bermain bola, ketika cowok itu ingin kembali ke kelasnya, ia bertemu dengan Sasa, cewek mungil dari kelas IPA 2. Lalu Sasa meminta bantan Tian untuk masuk ke kelasnya karna cewek itu takut di hukum Bu Cece.

Yang kemudian bukannya berada di kelas setelah membantu Sasa tadi, Tian malah berada disini, di ruang BK, karena sepatu biru nya terlihat oleh Bu Cece, dan Bu Cece dengan lantangnya menyuruh Tian menghadap Pak Lintang di ruangan ini.

Pak Lintang kini menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, memandang Tian.

Tian menggaruk tengkuknya, bola matanya kini bergerak ke segala arah, berusaha menghindari tatapan Pak Lintang.

EvolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang