Day-1

4.4K 328 10
                                    

🙂🙂🙂

Hari ini di akhir pekan yang tenang—atau seharusnya begitu, Sakura tengah mengemasi pakaiannya ke dalam koper berukuran sedang. Minggu lalu ia telah berdiskusi dengan kru acara  tentang keikutsertaannya sekaligus penandatanganan kontrak selama sepekan. Ia juga diberi penjelasan tambahan mengenai teknis acara serta misi yang akan diberitahu melalui pesan di ponsel masing-masing.

Sejauh ini tidak ada yang membuatnya khawatir. Kecuali satu, tidak ada titik buta dimanapun. Betapapun kalian hidup, setiap orang butuh privasi. Tidak terkecuali Sakura. Ngomong-ngomong ia juga tidak tahu siapa saja peserta lainnya. Atau apapun yang bakal ia alami. Percayalah, tak seorangpun tau.

***

Baiklah semua sudah siap, aku cukup bersemangat untuk mengikuti variety show kesayangan masyarakat Jepang ini. Pada season sebelumnya program ini memiliki rating yang memuaskan. Satu-satunya hal yang kuinginkan adalah menjaganya tetap begitu. Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan sedang menuju alamat yang telah dikirim melalui surel beberapa waktu lalu. Hal lain yang diberitahukan padaku adalah keberadaan beberapa kameramen yang selalu mengikuti segala kegiatanku namun harus kuabaikan eksistensinya.

Aku memasuki kawasan pekarangan rumah yang luas. Rumah ini tidak lebih besar daripada rumah ayahku, tapi lebih mewah dari flatku. Rumah ini begitu transparan, beberapa ruangannya didesain terbuka dengan berdindingkan kaca. Tidak seperti bangunan lainnya di Jepang, rumah cinta sangat modern—mengingatkanku pada kediaman the cullens family.

Mengabaikan seperti apa roommate-ku nanti, kurasa aku bakal betah tinggal di dalamnya.
Aku memarkirkan mobilku tepat berada di tengah mobil sport berwarna merah mengkilap yang tidak ingin kusebut mereknya dan mobil lokal yang dengan mudah bisa kutebak harganya—sangat fantastis.

Aku menebak-nebak, apakah peserta found a love dari kalangan sosialita? Apa kabar aku yang hanya mahasiswa biasa? Uang pun dari orang tua. Aku segera menyingkirkan semua tebakanku dan tidak memberikan celah bagi rasa minder untuk mempengaruhiku, buru-buru aku menyeret koper dan masuk ke dalam.

Aku berjalan pelan menuju pintu utama dan menekan kode rumah, dengan sedikit gugup aku menuju ruang tamu. Bisa kulihat kamera yang dipasang di sudut-sudut tertentu  bergerak mengikutiku. Bukankah aku hanya perlu mengabaikannya? Kuharap perkataanku semudah melakukannya.

Tidak ada siapapun selain tiga orang (dua di antaranya perempuan) yang tengah duduk di sofa panjang sambil ngobrol ringan, atau setidaknya itulah yang kudengar sebelum atensi ketiganya tertuju padaku. Aku berjalan mendekat dan disambut canggung oleh mereka. "Permisi," ucapku lirih tidak tau harus mengatakan apalagi.

"Ah iya, selamat datang. Kau baru sampai?" tanya salah satu dari mereka yang berambut nyetrik berwarna kuning.

"Iya, maaf terlambat." Jawabku kikuk.

"Letakkan saja kopermu di pojok situ, karena kita belum tahu pembagian kamarnya." Gadis bersurai  pirang menunjuk ke sudut ruangan bersama dengan koper milik mereka.

Aku mengangguk sambil meletakkan tasku. Tepat saat itu pintu terbuka dan muncul dua orang laki-laki dengan rambut yang kontras satu sama lain—yang satu hitam klimis dan yang lainnya berwarna merah gelap.

Sejujurnya itu tidak terlalu menggelikan mengingat betapa mencoloknya rambutku. Setelah berbasa-basi singkat, kedua cowok yang baru datang itu juga meletakkan koper mereka sama sepertiku. Setelah itu kami duduk di sofa, awkward moment tak lagi terhindarkan .Untuk beberapa menit, kami terjebak dalam dalam keheningan sambil mengamati satu sama lain.

"Ah iya, kita belum mengenal satu sama lain. Haruskah kita berkenalan dahulu atau menunggu semua peserta lengkap?" si pirang cantik meminta mendapat kami.

Gadis indigo yang sejak tadi diam angkat bicara, "Kurasa lebih baik kita memperkenalkan diri terlebih dahulu saja."

"Saya setuju" kataku yang juga diangguki oleh yang lainnya.

"Ah, tolong jangan terlalu formal, toh kita juga akan menjadi teman satu rumah," cowok berambut kuning itu tersenyum lebar padaku, "Ngomong-ngomong, namaku Uzumaki Naruto, pekerjaanku adalah fotografer jika ada yang ingin bertanya silakan saja, jangan sungkan." lanjutnya sambil tersenyum lebar. Siapapun di dunia ini bakal langsung tahu bahwa dia laki-laki yang ceria.

"Hmm, aku Hyuga Hinata. Aku bekerja di perusahaan keluarga." Gadis indigo itu memperkenalkan diri sambil menuduk, ketara sekali ia tengah berjuang menahan rasa gugup. Label introvert langsung kusematkan padanya dalam hati. Meskipun begitu aku tidak bisa mengabaikan kasta sosialnya. Nama marganya jelas sangat terkenal diJepang membuatku berdecak kagum, pantas saja wajahnya tidak asing. Maksudku, siapa yang tidak mengenal Hyuga?

"Aku Yamanaka Ino, aku bekerja sebagai instruktur yoga di salah satu pusat kebugaran di Tokyo. Semoga kita bisa memiliki hubungan yang akrab ya?" Ternyata si pirang itu bernama Ino, aku tidak lagi heran mengapa tubuhnya seindah itu—nyaris tidak ada lemak dimanapun—body goals bagi kebanyakan orang, termasuk aku.

Kini giliranku  memperkenalkan diri, semua mata menatap penasaran ke arahku, "Halo, namaku Haruno Sakura, aku mahasiswa  semester akhir dan belum bekerja." 

"Wah, pantas saja kau terlihat masih muda, Sakura." Si pirang—Naruto—mengomentariku. Dikatakan masih muda membuatku tersipu dengan sendirinya. Aku hanya membalas senyum manis ke arahnya.

Kami semua menatap ke arah dua pria yang datang paling akhir, merka memperkenalkan diri dan kami pun menyimak. Si klimis pucat bernama Shimura Sai, bekerja sebagai seniman—pelukis. Dan si merah dengan tato di dahi bernama Rei Garaa yang bekerja sebagai dokter itu sering melihat ke arahku. Aku bukan tipe narsis, tapi intuisiku biasanya tajam.

Diam-diam aku mengagumi mereka semua. Dibalik wajah rupawan mereka ternyata dibarengi dengan bakat yang keren. Pekerjaan mereka keren, penampilan keren, pokonya semuannya nyaris sempurna. Jelaskan bagaimana sulitnya perjuanganku untuk menekan rasa insecure? Bukan bermaksud meremehkan diri sendiri, namun kuanggap lolosnya aku dalam seleksi variety show ini karena dewi fortuna sedang didekatku. Aku hanya beruntung tidak lebih, barangkali tim penyeleksi melakukan sedikit kekeliruan?

Setelah sesi perkenalan, suasana kembali canggung. Tidak ada yang memulai percakapan, mungkin Naruto menyerah dalam membangun mood, tapi ada Ino yang menggantikannya.

Kami ngobrol tentang beberapa hal terkait kehidupan masing-masing. Kesimpulan untuk sementara berdasarkan pengamatanku yang payah: Ino, Naruto, dan aku ekstrovert; Sai..dia ambivert; Hinata dan Garaa jelas introvert. Terlepas dari bagaimana kepribadian kami, aku hanya berharap semuanya baik-baik saja sampai akhir nanti.

Selang beberapa saat kemudian, kami mendapat pesan dari kru yang mengatakan bahwa ada dua member lagi yang tidak bisa datang siang ini, lalu dilanjutkan pembagian kamar masing-masing.

Kami diperkenankan berkeliling rumah yang langsung saja dilakukan. Ternyata rumah ini berlantai dua, tepat seperti yang terlihat. Terdiri dari empat kamar tidur yang akan dihuni dua orang per kamar, dua di lantai pertama dan sisanya di lantai atas dengan kamar mandi serta walk in closet-nya, ruang tamu, ruang makan, dan dapur; 

Di lantai dua ada ruang tengah dengan televisi 50 inch serta perpustakaan mini. Rumah cinta mirip sekali dengan rumah impianku yang lengkap dengan segala propertinya. Seperti yang seharusnya, kamera tersebar di seluruh penjuru ruangan.

Setelah berkeliling, kami bergegas ke kamar masing-masing. Aku mendapat kamar di lantai dua sebelah barat yang langsung mengahadap langsung ke halaman belakang. Saat cuaca cerah, mungkin aku akan melihat view bagus matahari terbenam.

Teman sekamarku adalah Hinata. Dia yang memintanya, sedangkan Ino tidak keberatan sama sekali. Kami sepakat kamar di lantai dua milik para perempuan karena tidak ada arahan khusus.

"Wah, kamarnya menyenangkan sekali ya? Kuharap Sakura betah sekamar denganku." Ia tersenyum tulus saat mengatakannya.

"Tentu saja" jawabku, balas tersenyum. Setelah itu kami menata barang bawaan kami, barang bawaanku yang tidak banyak membuat pekerjaan ini cepat selesai. Aku membantu Hinata dengan banyak pakaian formalnya. Ia adalah sosok wanita karir yang aku kagumi.
.
.
.
🤗🤗🤗

Found a Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang