Day-2

3.5K 326 20
                                    

Hari ini hari kedua kami di Rumah Cinta. Semalam kami membuat jadwal masak harian dan beberapa peraturan rumah lainnya. Sejauh ini semua baik-baik saja.

Setelah makan malam yang penuh kecanggungan akhirnya kami masuk kamar masing-masing. Di kamar, Hinata dan aku tidak memiliki percakapan yang berarti. Kami langsung tertidur pulas. 

Aku bangun lumayan awal sekitar pukul lima, lalu membuka jendela kaca lebar yang menawarkan udara sejuk pagi hari. Langit masih gelap, saat aku melangkah ke balkon dan menutupnya dari luar—khawatir Hinata kedinginan.

Hari ini aku tidak ada kelas, jadi aku mulai membuat list kegiatan yang mengisi waktu luangku dalam pikiranku. Biasanya aku bukan orang yang terstruktur, melakukan hal-hal secara spontan dan cenderung fleksibel itu gayaku.

Aku memandang halaman depan sambil merasakan dinginnya angin saat mendengar suara berisik dari bawah. Secara reflex aku menunduk ke sumber suara dan bertemu pandang dengan seseorang yang juga tengah menatapku. Kulitnya sangat kontras dengan suasana saat ini—gelap—ia begitu menyala dan mengagumkan.

Buru-buru aku ber-ojigi sambil tersenyum ramah, namun apa yang kudapat? Ia hanya menganggukan kepala sambil berlalu, itu pula tanpa membalas senyumku. Biar kuberitau, aku paling benci ketika seseorang tidak membalas senyumku dengan sengaja. Memangnya sebuah senyuman menurunkan harga dirimu apa?
 
Kurasa ia anggota yang baru bisa datang hari ini. Ngomong-ngomong aku harus bisa menjaga ekspresiku mengingat kamera yang ada dimana-mana. Tak peduli seberapa kesal perasaanku saat ini aku harus dapat mengendalikan raut mukaku.

Aku menurunkan kadar mencoba menetralkan emosiku dengan mengirup oksigen sebanyak-banyaknya. Lalu bergegas mandi dan bersiap memulai hari ini—mengabaikan Hinata yang belum juga bangun.
.
.
.

"Nah, semuanya ayo sarapan. Aku dan Naruto telah membuat banyak makanan." Ino menyambutku yang baru turun.

Terlihat semuanya sudah berkumpul di sekitar meja makan. Minus laki-laki angkuh yang kebetulan tampan tadi pagi.

Beberapa saat kemudian  disusul Hinata yang baru selesai mandi.

"Aku tidak tau kalian biasa sarapan apa, jadi kami menyiapkan roti panggang dengan selai, lalu ada sereal, omelette, dan ramen." Naruto begitu bersemangat hari ini.. atau ia memang biasa begitu?

"Aku tidak yakin apakah diantara kami ada yang sarapan ramen?" komentarku jujur. Sarapan ramen buat kami—kebanyakan masyarakat Jepang sekalipun—agak tidak biasa.

"Bukankah itu cukup unik?" Garaa yang terlihat pendiam ikut menanggapi. Aku tau ia jelas berusaha memilih kata dengan hati-hati.

"Well, ya.. aku sudah mengatakannya pada si Kuning ini tapi dia memaksa." Ino mendengus lalu melirik Naruto. Sedangkan Sai tidak bersuara, tapi  disempatkannya tersenyum pada kami. 

"Hm, begini teman-teman, kalau di dunia ini hanya ada satu orang yang sarapan dengan ramen, sudah pasti akulah orangnya," Naruto memamerkan cengirannya, "singkatnya, aku memang terbiasa makan ramen setiap hari tidak peduli saat sarapan, makan siang, atau malam." Jelasnya.

Oh begitu rupanya, baiklah kami mengerti sekarang. Aku yakin beberapa di antara kami pasti sudah ada yang merasa gatal untuk mengomentari betapa tidak sehatnya kebiasaan Naruto, namun tak ada yang benar-benar melakukannya. Dari cara mereka memandang saja sudah cukup membuktikan bahwa mereka mencoba untuk tidak mengeluarkan pendapat sama sekali. Setelah itu  kami secara otomatis memposisikan diri duduk di meja makan. Aku memilih semangkuk sereal pagi ini. Tidak ada alasan khusus, hanya kebiasaan yang kubawa sejak aku memutuskan tinggal di Flatku.

Aku cukup senang ketika meyadari bahwa sarapan pagi ini tidak secanggung saat makan malam. Kami mulai mengobrol santai, saling melempar pertanyaan untuk lebih mengenal satu sama lain. Dalam batasan tertentu pastinya.

Found a Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang