😊
Hari ketiga merupakan hari pendekatan yang sesungguhnya. Setelah pagi sarapan bersama, kami beraktifitas masing-masing.
Aku kuliah dan baru tiba di rumah cinta sekitar pukul tiga sore. Keadan rumah cukup sepi saat aku datang, hanya ada Matsuri dan Ino. Beberapa saat setelahnya—secara kebetulan atau sengaja janjian—Hinata dan Sasuke pulang bersama. Sesuai kesepakatan pula mereka yang menyiapkan makan malam, sedangkan aku dan lainnya menunggu di sofa sambil membicarakan kegiatan kami—mencoba mengakrabkan diri.
Tidak ada percakapan berarti yang cukup membuatku antusias. Kami terus melakukannya sampai Hinata berseru bahwa makan malam telah siap. Tentu saja kami langsung beranjak ke ruang makan.
"Kalian sudah mengecek surel?" Sai memulai pembicaraan.
Ino menelan lasagnanya sebelum menjawab, "Memangnya ada apa?""Ttebayo! Kita telah mendapatkan misi untuk selalu mengirim nama orang yang paling membuat kita tertarik setiap pukul 10 malam." Well, Naruto mengatakannya dengan ramen yang belum ia telan. Beruntung sekali dia tidak tersedak.
Hinata yang mengamatinya lekas mengingatkan, "Sebaiknya telan dulu baru berbicara, kau bisa saja tersedak, Naruto." Aku—bahkan seruangan ini—bisa tau siapa nama yang akan Hinata kirim malam ini dan kalau semua berjalan lancar, mungkin juga malam-malam selanjutnya.
Kami mengecek ponsel masing-masing, dan benar saja kami mendapatkan misi itu, tapi tidak hanya itu saja, ada misi lain.
"Umm, kalian sudah membaca misi yang lainnya?" tanyaku.Menyampingan perkara misi, aku merasa ada yang mengamatiku. Aku melirik ke kursi paling pojok dan berakhir dengan bertemu pandang sepasang mata gelap tajam milik Uchiha Sasuke. Buru-buru aku menunduk—bersikap acuh dan yang paling penting, menolak merasa terintimidasi lagi.
"Para pria silakan membuat undangan kencan anonym, kepada dua wanita yang paling ingin dikencani." Garaa membaca tugas lainnya.
"Wow, berarti kami memilih pasangan kencan kami berdasarkan feeling?" Ino terlihat sangat antusias dengan ini, tepat setelah mengatakannya ia langsung melirik pada Sasuke. Bingo! Aku jelas tau maksudnya.
.
.
.
Sebelum pukul 10 malam kami telah berada di kamar. Ino dan Matsuri juga berada di kamarku. Kami ngobrol seputar urusan perempuan, yang mana sebenarnya terihat seperti sebuah seminar mini di mana Ino berperan sebagai pembicaranya dan kami sebagai audience-nya.Aku cukup peka bahwa topik yang dari tadi ia lemparkan bukan yang paling utama. Siapapun di ruangan ini pasti sudah tak sabar membahas tentang misi tadi, namun tidak ada di antara mereka yang berniat memulainya. Kecuali satu orang.
"Jadi, apakah kalian telah memikirkan nama cowok yang paling disukai?" satu hal lagi yang aku tau dari Ino, dia sering to the point, mirip denganku, hanya saja aku lebih berusaha menjaga sikap—menahan diri, karena pencitraan tentu saja.
Hinata tersenyum malu sebelum menjawab "Umm, aku rasa ya."
Ino melirik Matsuri, meminta jawaban, "Kupikir aku juga ya meski belum yakin." Matsuri tersenyum kikuk.
Kini giliran mereka bertiga menatapku, "Aku?" tanyaku retoris, "Well, tentu." Siapa Sakura? Tanyaku pada diriku sendiri. Naruto si mood maker? Sai si senyum palsu? Garaa si jenius (karena dia seorang dokter)? Tidak mungkin si angkuh Uchiha itu kan? Aku tidak—setidaknya belum—tertarik pada seorang pun di antara mereka.
"Kau sendiri bagaimana?" aku balik bertanya.
Ino tersipu, "Kupikir kalian sudah tau, maksudku sikapku terlalu jelas, tapi kurasa tidak juga ya kan?" mendengar itu, kami bertiga hanya menggelengkan kepala.
.
.
.
Setelah pembicaraan antar gadis berakhir, kini hanya tinggal aku dan Hinata. Kami ngobrol tentang kehidupan sebelum ini meski kebanyakan topik aku yang memulainya—dia tipe pendiam—dan itu tetap tidak mempengaruhi penilaian baikku terhadapnya. Harus ada air di setiap kobaran api.Tanpa tedeng aling-aling aku langsung bertanya. "Jadi kau menyukai si pirang itu?"
Hinata terkejut, wajahnya merona sempurna—seperti kepiting rebus, "Apakah semudah itu dibaca?" rautnya berubah khawatir karena suatu hal yang tidak aku ketahui.
Aku merasa tidak enak, "Oh tidak juga, barangkali aku yang terlalu peka," Hinata seperti tertangkap basah mencuri sesuatu, "hanya asal menebak, jadi benar ya?"
Meski ia tidak menjawab, tapi ia menganggukkan kepalanya singkat nyaris tidak ketara.
Setelah pengakuan itu, aku memilih bahan obrolan yang lebih mudah.
.
.
Aku keluar kamar sebentar mengambil air di kulkas. Alih-alih langsung kembali ke kamar, aku malah duduk di sofa sambil menghadap jendela yang menampilkan halaman depan sendirian, dengan cahaya aram temaram—sengaja tidak kunyalakan lampunya.Aku baru sadar di luar hujan salju—salju pertama di musim dingin. Tahun ini akan segera berakhir, memikirkannya membuatku merasa emosional. Informasi tambahan aku sedikit sensitif ketika berada di penghujung tahun. Rasanya seperti berpisah dengan sesuatu.
Daripada itu, aku mulai memikirkan alsanku berada di sini, lalu tentang ucapan Sasuke mengenai keikutsertaannya dalam acara ini, hingga siapa yang nama yang harus kukirim dalam lima belas menit lagi.
Aku memikirkan orang yang telah memiliki sinyal cinta, Hinata menyukai Naruto (aku yakin itu berlaku sebaliknya), Matsuri sering tertangkap basah mencuri-curi pandang ke arah Garaa, Sai—dia peduli pada kami semua hingga sulit menebaknya. Lalu Ino menyukai Sasuke, dan Sasuke? Dia menyukai dirinya sendiri. Entahlah, sifatnya saja sulit ditebak apalagi hatinya?
"Sakura?" seseorang menyebut namaku, spontan aku menoleh ke sumber suara dan mendapati Garaa dengan pakaian kasualnya.
Ia menghampiriku dan duduk di hadapanku, "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Duduk seperti yang kau lihat, aku haus dan kebetulan hujan salju," aku menunjuk ke luar jendela, "sangat cantik."
Ia melihat ke halaman sekilas sebelum kembali menatapku. "Ya sangat cantik." Ucapannya sedikit ambigu, "Salju pertama di bulan Desember kan?" lanjutnya.
Hampir saja aku tersanjung. Ngomong-ngomong, Garaa ini tidak sekaku kelihatannya. Dia cukup menyenangkan—aku mengatakannya bukan karena tertarik secara seksual. Dia layak untuk dipertimbangkan sebagai kanidat pilihanku. Well, sejujurnya dia menempati posisi prioritas sebagai nama yang bakal kukirim malam ini.
.
.
.
Sesuai rencanaku, aku memilih Garaa sebagai seorang yang paling membuatku tertarik—meski dalam kasusuku lebih pada teman yang menyenangkan. Untuk yang lainnya, aku tidak yakin apa mereka memilih tepat sesuai perkiraanku atau tidak.
.
.
.
😅😅😅😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Found a Love (END)
FanfictionFound a love merupakan variety show Jepang tentang empat orang perempuan dan empat laki-laki single yang tinggal seatap selama 7 hari. Apa yang akan terjadi selama sepekan? Dapatkah mereka menemukan cinta?