"Langit kelabu, dan salju turun bak tirai menutup senja. Gugusan bintang tak lagi tampak dan gulungan gelombang mulai membeku."
❄--------------❄
Hari ini berlalu begitu saja, -pria bertudung di sudut ruangan- itu memberikanku tempat menginap di rumah cabinnya. Udara disini sedikit pengap, obor-obor penerang tempat ini yang semula temaram kubuat menyala lebih terang, dengan satu jentikan jari.
Harus kuakui dia baik, dan bodohnya aku yang bahkan belum tahu namanya justru mau menginap di tempat tinggalnya. Dia bahkan memberiku baju ganti, makanan ringan, dan beberapa botol air minum. Ya, aku memang bodoh. Dan kuakui lagi bahwa dia ... tampan? Semacam itu, sebutan untuk laki-laki yang membuat jantungmu berdebar ketika pertama bertemu. Kurutuki diriku karena yang satu ini.
Aku bergerak menyusuri cabin, hanya ada satu kamar yang letaknya di lantai dua dan rupanya malam ini sang pemilik harus tidur di atas sofa karena kamarnya kuhuni. Sementara sang pemilik -yang tak kuketahui namanya- kurasa sedang tak ada di rumah. Kuputuskan berkeliling setelah membersihkan diriku terlebih dahulu. Tampat ini benar-benar sepi, bahkan aku bisa mendengar derap langkahku sendiri di lantai kayu yang mulai lapuk.
Krriett...
Suara pintu dibuka, sang pemlik rupanya sudah kembali. Ada kantung beraroma enak di genggaman tangannya, sementara ia menatapku geli. Mungkin aku tampak seperti anjing kelaparan yang menunggu makanan dari Tuannya. Tapi aku memang kelaparan dan aroma dari sana membuat perutku semakin keroncongan.
"Ini Sup Ikan. Makanlah!" Ia menyodorkan kantung itu padaku yang dengan sigap kuraih. Aku mengambil dua mangkuk -yang entah bagaimana aku tahu letaknya- dan segera menuangkan isinya selagi hangat.
"Terima kasih, em," Aku meliriknya sambil memasukkan sendok demi sendok kuah sup ke dalam mulutku.
"Ash, lengkapnya kau tak perlu tahu." Lagi-lagi mata emerald itu, kali ini tatapannya kosong. Ia hanya mengaduk-aduk sup tanpa sedikitpun mau melihat apalagi berinisiatif menyentuhnya. Aku sedikit geram, tapi kubiarkan barangkali ada sesuatu yang sedang berkutat di pikirannya.
"Apa kau tinggal sendiri?" Aku memutuskan membuka pembicaraan, suasana canggung yang menusuk sangat membuatku tak nyaman diam berlama-lama. Dia sekilas melirikku canggung dan sepersekian detik kemudian kembali menurunkan pandangan pada semangkuk sup yang hampir dingin di tangannya.
"Ya."
Sesingkat itu lalu ada keheningan yang lebih dalam diantara kami berdua hingga aku sampai pada tegukkan terakhir dari kuah sup ikan yang nikmat. Ash sama sekali tak tampak berminat berbicara ataupun mengajakku bicara. Tunggu, apa aku baru saja berharap ia mengajakku bicara?
"Kau ingin aku mengajakmu bicara?" Dia terkekeh dalam lamunannya. Tidak, itu bukan lamunan, aku tersadar akan sesuatu dan memperbaiki posisi badanku, menatap lekat pada sepasang manik emerald yang berkilat di ujung sana. Apakah dia seperti yang kupikirkan?
"Ya, aku seperti yang kau pikirkan." Aku terlonjak kaget, bahkan mangkuk yang kugenggam sempat bergoyang.Sementara dia balik menatapku, sorot mata itu perlahan mendekat. Kali ini bukan tatapan kosong, justru sebaliknya, seakan dia sedang mencari sesuatu dalam pikiranku. Jika firasatku benar, itu artinya-
"Aku melihatnya. Termasuk semua pikiran busukmu saat ini." Wajah Ash sudah beberapa inci dari wajahku, jika aku bergeser sedikit saja mungkin hidung kami akan bersentuhan. Kurasakan pipiku memanas dan aku yakin sebentar lagi akan terbakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
URVS : The Strongest Gem Element [HIATUS]
Fantasy"Menghancurkanmu tidak ada ruginya bagiku!" -Gleth _________________ Urvs, makhluk yang memiliki bakat alam mengendalikan lebih dari dari satu elemen secara bersamaan, makhluk terlarang yang tidak seharusnya hadir kedunia. Sangat kuat, dan karena it...