Matematika merupakan salah satu mata pelajaran kelemahanku. Aku selalu remedial di setiap ujian harian ketika aku duduk di bangku SMP. Aku berpikir untuk tidak mengulanginya kembali di saat aku SMA. Jadi aku mengambil niat tersendiri untuk les mata pelajaran ini. Aku tidak membenci matematika tentunya. Aku juga tidak menyukainya terlalu dalam.
Ayahku mengenalkan bapak Joko kepadaku. Seorang guru les yang terkenal begitu handal dalam matematika. Rumah bapak Joko juga cukup dekat dari rumahku sehingga aku hanya perlu mengendarai motor.
Semester 1, kelas 1 SMA, aku memutuskan untuk les matematika. Itu semua didasari dari niatku sendiri. Aku tidak pernah disuruh oleh orang tuaku sendiri. Ketika aku berniat untuk itu, aku berjanji kepada diriku untuk melakukannya. Aku masih mengingatnya saat itu. Hanya aku saja yang les untuk tingkat tersebut. Bapak Joko mengatakan bahwa muridnya masih duduk di bangku SMP, yang lainnya juga sudah tidak les lagi.
Bisa dibilang bapak Joko termasuk luar biasa dalam mengajar, karena di kala itu, aku menjadi berubah dratis dalam hal pengetahuan tentang matematika. Dia mengajariku segala dasarnya. Mungkin, sebenarnya aku tidak begitu bodoh akan pelajaran ini. Aku hanya tidak ingin mempelajarinya saja dulu.
Bulan berganti bulan, aku tidak menyadari bahwa aku sudah berada di tengah semester. Aku mengingatnya, di saat pertengahan semester. Ada dua orang perempuan yang bergabung ke tempat lesku saat itu. Aku cukup senang karena akhirnya aku tidak sendiri lagi. Walau aku sendiri juga tidak berinteraksi dengan mereka.
Ya semua berjalan normal pada umumnya. Aku juga bukan murid yang begitu terkenal jika kalian ingin tahu. Aku begitu benci perhatian. Aku sebesar mungkin tidak menarik perhatian orang. Aku selalu ingin masa sekolahku biasa saja. Karena aku selalu merasa tidak pantas untuk perhatian. Hal tersebut cukup menakutkan untukku.
Sekolahku adalah sekolah yayasan, kebanyakan dari kami sudah menjadi teman satu sekolah sejak taman kanak-kanak. Dan, aku sendiri memang punya teman, tapi aku tidak begitu dekat dengan beberapa dari mereka. Karena, aku tau bahwa aku sendiri bukan anak baik. Aku hanya berharap bisa melalui masa SMA dengan normal, mengingat masa SMP ku begitu penuh luka.
Aku pikir dengan berlalunya semester 1, semua hanya akan berjalan normal seperti pada umumnya. Tapi, aku ternyata terlalu rajin ketika belajar selama semester 1. Sekolah kami menganut sistem kelas berdasarkan rangking. Jadi saat semester 2 terjadi, kelas kami dirombak oleh sekolah berdasarkan peringkat. Terdapat lima kelas untuk kelas satu, dari A sampai E. Dari situ, kelas A berarti kelas paling pintar yang diisi oleh peringkat tiga puluh besar sekolah.
Aku dengan luar biasa masuk dalam kelas itu. Aku yang bahkan selama SMP selalu remedial di setiap mata pelajaran matematika, juga lainnya. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa itu terjadi kepadaku. Aku begitu benci perhatian, dan berada di kelas itu, aku yakin bisa membuatku menjadi pusat perhatian.
Teman-teman sekolah kami selalu sama, dan aku tau sekali pastinya setiap dari kita mengenal satu sama lain. Juga menyadari siapa saja yang selalu terkenal menjadi anak pintar. Aku tau sekali bahwa aku tidak termasuk. Namun, disaat itu, aku termasuk. Aku begitu terkejut.
Aku tidak menyangka aku begitu rajin belajar hingga bisa berada disana. Aku yakin untuk tidak perlu memiliki perhatian lebih dari itu. Aku pikir tidak mungkin ada hal yang lebih mengejutkan lagi. Sampai hari itu datang, di tempat les, bapak Joko menceritakan hal mengejutkan kepadaku.
"Ada satu murid lagi yang akan bergabung di kelas ini, Mawar." Saat itu, aku kembali les sendiri, karena dua perempuan lainnya sudah berhenti.
"Siapa, pak?"
"Keponakan saya. Dulu ketika SMP, dia sering les, sekarang dia memutuskan untuk les lagi untuk pelajaran matematika. Namanya, Fahreer, katanya sih dia satu sekolah sama kamu."
YOU ARE READING
oblivious
Fiksi UmumMawar tidak suka dengan yang namanya cinta. Karena dia merasa dia tidak pantas akan itu. Fahreer laki-laki normal pada umumnya. Mawar tidak membencinya, juga tidak menyukainya. Sedikit yang Mawar tau. Dia ingin mencintai, tapi tak ingin dicintai.