K•1

95 67 2
                                    

Desiran ombak terdengar jelas, jendela kamar penginapan yang terbuat dari kayu bernuansa cokelat di pesisir pantai itu terbuka lebar. Nampak seorang pemuda di hadapan jendela itu memerhatikan gadisnya yang tengah terduduk menekuk lutut sendirian menatap lekat gulungan ombak yang tak begitu besar. Penasaran apa yang sedang Yolanda—nama gadis tersebut pikirkan, ingin menghampiri tetapi rasa amarah yang semalam tumpah itu belum redam.

Andreas, nama pemuda berdada bidang itu. Seumur hidupnya telah bersumpah untuk tidak akan menyakiti wanita, tapi ia telah melanggar sumpahnya—untuk yang ke sekian.

Sedari tadi sebatang zat adiktif itu ia jepit di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Tak ia hisap, ia hanya sibuk memikirkan ketakutan yang mulai melanda.

Tak lama, kedua netranya menyipit hingga mengundang kerut pada dahi. Apa yang akan dilakukannya? Hatinya bertanya-tanya, tetapi kaki masih berat melangkah. Yolanda berdiri, berjalan menuju hamparan laut. Semakin jauh, membuat pemuda kelahiran Yogyakarta itu membuang jauh-jauh egonya dan memilih untuk berlari keluar mengejar Yolan yang entah akan pergi ke mana.

“YOOOOLLLL!!” teriak Andre lantang ketika sampai di bibir laut. Seolah tuli dan bisu, berbalik saja tidak, apalagi menjawab. Yolan berjalan lurus seakan memang berniat untuk pergi ke dasar laut.

Andre mencoba mengejar dengan napas terengah, tetapi nihil. Usahanya untuk membuat kekasihnya itu kembali berbalik tak berhasil, Yolan sudah sama sekali tak nampak. Gadis bersurai ikal itu telah hilang tak terlihat ditelan oleh gelombang.

•••

KUTUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang