“Takut sama orang kayak dia? lo bercanda ya?”
Venda melongo tak percaya, menatap Aura—perempuan yang tengah bersender dipilar yang asik mengunyah permen karet di depannya dengan kerutan didahi. Bagaimana bisa Aura Gemilang yang termasuk dari ratusan murid diSMA Wirabrata ini tampak tak acuh dengan seseorang yang sedang mereka bicarakan sekarang. gila! gila! gila!
“RAA??? yang kita bicarain sekarang ini Barga, Ra!” ucap Venda keheranan. “Barga Mahesta.”
Sementara satu sahabatnya lagi yaitu Jesi—memilih menyibukkan diri dengan ponsel namun sesekali melirik samar ke arah Aura dan Venda.
“Ven, Barga itu manusia yang sama-sama makan nasi juga sama kayak kita,” ucap Aura dengan tegas. “Jadi buat apa sih kita harus takut?”
Ah, Barga Mahesta ya? nama yang akhir-akhir ini sering menjadi topik hangat yang diperbincangkan murid diSMA Wirabrata tercinta. Tubuh tegap, mata yang bagus, dada yang lebar, serta—wangi parfum milik cowok itu yang mampu melelehkan hati para kaum hawa dalam sekejap. Begitulah yang Aura tangkap dari berbagai cerita kawan sekelasnya.
“Barga itu ... bukan manusia loh, Ra.” Venda terkekeh sebelum melanjutkan ucapannya. “Tapi pangeran!”
Pangeran dari jonggol?! ketimbang pangeran, julukan yang menurut Aura lebih cocok itu adalah iblis. Yap! Sangat menggambarkan bagaimana sosok Barga.
“Mata lo sakit ya, Ven? lo lihat kelakukannya aja lebih mirip Iblis tau!”
Sejenak Aura menatap isi layar handphone- nya, sorot penuh kecewa itu kemudian terpatri pada wajah cantiknya.
“Nggak di sekolah, nggak di Whatsapp isinya berita Barga mulu, muak gue.”
Venda mendongak, lalu berdecak. “Wihh! cuman perkara loker Barga penuh sama surat cinta, group angkatan rame ih.”
“Ya gimana ya nggak heran, orang nge top mah emang beda,” sahut Jesi tiba-tiba. Wah, sepertinya anak satu itu mulai tergoda untuk bergosip.
Venda memicingkan kedua matanya, lalu menyikut lengan Aura yang mengernyit. “Hayooo! Gue curiga, jangan-jangan kalian salah satu dari pengirim surat cinta yang bejibun itu ya?” tebak Venda.
“Tugas gue lebih penting ketimbang harus buang waktu kayak gitu,” jawab Aura. “Unfaedah banget.”
Sambil terkekeh, Venda kembali berujar dengan sorot mata berbinar.
“Lo tau nggak?! kelas 12 aja sampai klepek-klepek sama Barga. Kayaknya nih ya sekarang tuh lagi zamannya kakel naksir adkel gitu.”
Aura termangu seraya mencuatkan bibir tipisnya. “Berondong sih berondong tapi seengaknya yang bagusan dikit kek.”
“Satu sekolah ini kayaknya emang butuh cek mata deh!” ucap Aura lagi dengan intonasi lebih tinggi.
Lihat, entah apa yang Barga lakukan sampai hampir seluruh siswi disini begitu menyukainya. Padahal selain masuk ruang BK, yang dilakukan cowok itu hanyalah bertengkar, bolos, atau bersembunyi dibelakang sekolah hanya untuk bermain game bersama para sahabatnya. Oh ya, satu lagi—Aura pernah tak sengaja melihat Barga merokok diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARGA
Teen FictionBagi Aura Gemilang, kembali mengingat kejadian lampau yang membuatnya menjadi was-was terhadap pergerakan manusia disekitarnya, akan benar-benar mencatat untuk tidak; dekat-dekat dengan seorang Barga Mahesta. Salah satu siswa diSMA Wirabrata yang ho...