Swastamita kini kian tertutup dengan langit jingga, rasa yang terbawa kini telah sirnah, menanti pucuk pengharapan yang pernah kau buat kini telah musnah.
Kau hadir di saat arunika mulai muncul dalam cakrawala, mengganti gelapnya malam yang memapah kerinduan, di saat mata tlah beranjak terbuka.
Namun ....
Kabar darimu kulihat sebagai belati yang siap menusuk dan merobek lebih dalam, kau hancurkan pucuk pengharapan ,kau kubur duka ku yang kian terdalam ,di saat sang surya mulai tenggelam, dan kini hanya berteman dengan temaram.Kau masuk kedalam ruang yang memberi udara, memompa aorta, mengalir bagai vena, tapi kini kau buat luka yang semakin menganga dan berdarah ,perih yang kurasa hingga menyesesakan dada.
Hingga ...
Akad yang telah terucap, gaun indah pilihan mu, tangan yang berinai dan terlihat cincin yang disematkan di jemari manis mu.
Tinggal lah aku yang kembali berteman dengan ilusi dan sepi.
Ingin rasanya mendamaikan hati dari rasa yang menyesakkan dada, tapi yang ku rasa hanyalah perih nya luka dan amarah yang membara.
Hingga remuk menusup relung, perih menusuk rusuk berkabung.
Disinilah akhir cerita ini bernaung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudahlah
PoetryKata yang tadinya hanya lewat di ingatan hingga mengalir dari pena dan berakhir di sini