ALERTA!!!
Part ini banyak adegan dewasa, jadi kalo kalian merasa belum dewasa tolong dengan sangat jangan baca part ini, karena penulis tidak bertanggung jawab atas akibatnya...
Mohon koreksinya... oke??
Malam yang sepi dan lengang dengan rintik air hujan yang sesekali turun dari langit yang gelap membuat udara terasa dingin. Hujan deras sebenarnya turun sejak siang tadi, sehingga malam itu jalanan terasa basah dan becek, juga air sungai yang meluap belum juga surut.
Untung saja walaupun hari itu hujan sangat deras, namun daerah itu belum pernah kedapatan banjir, beda dengan ibukota yang tahun ini banjirnya sangat tinggi hingga tiga meter sampai-sampai disebut sebagai banjir paling parah yang pernah terjadi di sana.
Pernah disebutkan bahwa tanah di Ibukota menurun tiap tahunnya karena beban berat yang harus disangga, mulai dari pembangunan gedung-gedung, daerah resapan air yang berkurang, sampai kurangnya lahan hijau. Hal itu seharusnya membuat masyarakat, khususnya pemerintah sadar dengan kondisi Ibukota dan mulai mengadakan perbaikan. Namun hal itu sepertinya hanya data dan angka belaka, karena pada kenyataannya urbanisasi ke Ibukota masih saja masif dan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi, sehingga penurunan tanah Ibukota semakin dalam dan tidak heran jika banjir tahun ini semakin parah.
Apakah mereka yang tinggal di dataran tinggi harus bersyukur? Tidak juga. Bencana tanah longsor semakin marak seiring dengan maraknya pemberitaan banjir Ibukota. Resikonya sama, tidak ada yang lebih buruk atau lebih baik, kecuali fakta bahwa penduduk di kota lebih banyak dan lebih padat.
Dimanapun kita tinggal saat ini, tidak ada tempat yang lebih baik. Dunia sudah begitu tua dan buruk. Ia lelah dengan kelakuan manusia yang selalu saja berbuat kerusakan.
Namun siapa yang bisa mencegah perbuatan manusia itu? Bahkan Tuhan sendiri yang sudah mengingatkan dengan kisah-kisah para pendahulu pun dianggapnya angin lalu.
Manusia merasa memiliki kuasa atas dirinya dan alam yang sudah dilimpahkan terhadapnya. Mereka tidak pernah puas. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah bersyukur atas apa yang sudah mereka dapatkan, tidak pernah mau menerima hal-hal sederhana di sekitar mereka.
♥♥♥
Malam itu, di sebuah indekos yang terasnya berlampu redup, pada saat hujan bertambah deras dan airnya sampai membasahi teras, saat semua lampu kamar sudah padam dan penghuninya sudah terlelap, ada satu kamar di bagian utara indekos itu yang lampunya masih menyala.
Dari luar kamar itu nampak tenang dan lengang, namun begitu kita telusuri lebih dalam lagi, melewati pintu kayu berpelitur yang terkunci dari dalam, terlihatlah dua sejoli tengah asik bergumul ditengah dinginnya udara malam. Tidak ada yang bisa menghentikan mereka, bahkan jika ada yang menggerebek mereka sekalipun.
Tubuh mereka panas dan basah oleh keringat, seolah dinginnya malam tidak mampu memadamkan api birahi mereka. Si perempuan tampak memejamkan matanya menikmati sodokan demi sodokan yang ia terima di vaginanya. Sesekali ia membuka matanya menatap ekspresi pasangannya yang juga tengah menatapnya itu.
"Ah... ahh... oohhh..." desahan lembut keluar dari mulut perempuan berparas manis itu, beriringan dengan suara jatuhnya air hujan ke atap yang menaungi kamar tempat mereka menuntaskan birahi."Ga sia-sia kamu minta ini," gumam laki-laki yang tengah sibuk menggenjot vagina perempuan itu setengah mengejek.
"Akuhhh.. ngghhak tauu ah.. seenakkh innihh.." ucap perempuan itu tanpa bisa menahan kenikmatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story Never Ending
RomanceIt's all about Joy. Tentang bagaimana kami bertemu, bagaimana aku dan dia menjadi kita.