Bab 2

193K 16.8K 2.6K
                                    

Selamat Membaca






Dewa memungut kotak roti yang terjatuh tepat di bawah kakinya itu. Dia membuka kotak itu dan melihat roti pizza yang sudah tidak sempurna lagi. Dewa menghela napas pelan, sambil melihat Gladis yang tengah masuk ke dalam angkot itu.

“Wa, gimana?”

Dewa menoleh dan menemukan kedua temannya tengah berjalan menghampirinya sambil membawa tas ranselnya.

“Bubar,” jawabnya singkat sambil meraih tas ranselnya yang berada di tangan Denis.

“Alhamdulillah.”

Dewa menoleh cepat ke arah Malik yang terlihat bersyukur karena putusnya hubungannya dengan Gladis.

“Lo nyukurin gue?!” tanyanya galak.

Malik menggeleng pelan. “Gue bersyukur akhirnya Gladis bisa lepas dari cowok nggak baik kayak lo,” ujarnya sok bijak, sedangkan Denis hanya terkekeh pelan mendengarnya.

“Sial!” Dewa mengumpat pelan sambil berjalan ke arah kampus.

“Mau ke mana woi!” teriak Denis.

“Ambil mobil! Gue mau pulang!” Dewa masih menyempatkan membalas pertanyaan Denis dengan teriakan.

***

Dewa sampai di rumahnya. Lelaki itu melirik kotak roti yang berada di sampingnya. Menghela napas pelan, sebelum meraih kotak roti itu, lalu keluar dari mobil untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Wa, kamu bawa apa?” tanya sang mama yang menyambutnya di ruang tamu rumahnya. Mamanya tidak sendiri, melainkan bersama dengan keponakannya yang baru berumur satu tahun.

“Roti,” jawab Dewa singkat sambil memilih duduk di samping sang mama, dan mencuri kecupan di pipi keponakan kesayangannya itu.

“Kok, gitu bentukannya? Beli di mana?” Mama Dewa kembali bertanya saat melihat isi roti itu yang sudah tidak bagus lagi.

“Di kasih. Hadiah perpisahan.”

Tanpa mempedulikan eksprei heran di wajah sang mama, Dewa meraih satu potong roti pizza itu dan memakannya. Lelaki itu mendesah pelan di dalam hati begitu roti itu sampai di mulutnya. Ini sangat enak.

Sial. Memakan ini terus mengingatkan Dewa dengan masakan gadis yang baru saja berstatus sebagai mantannya. Gadis itu memang selalu bisa memanjakannya. Tangannya terampil dalam mengolah sesuatu. Makanan maksudnya. Dewa sangat menyukai masakan gadis itu.

Bahkan setiap malam minggu, Dewa lebih memilih mampir ke rumah gadis itu dan memintanya untuk memasakkan sesuatu. Lalu, dia akan menghabiskan waktunya bersama gadis itu dan adiknya yang baru berumur sembilan tahun.

“Enak, Wa?”

Dewa menoleh ke arah sang mama. “Cobain aja,” ujarnya sambil menggeser kotak roti itu ke arah sang mama.

Meski tampak ragu, mama Dewa akhirnya mengambil satu potong roti dan memakannya. Matanya membelabak, roti ini sangat berbeda dengan tampilannya. Roti ini sangat enak.

“Enak, Wa. Dari siapa?”

Untuk sesaat Dewa memandang mamanya dengan ragu. Haruskah dia jujur kepada wanita yang telah melahirkannya itu?

“Dari mantan.” Setelahnya Dewa meraih tas ranselnya, lalu berjalan ke arah tangga untuk sampai di kamarnya.

“Ngajak balikan, ya?! Rotinya enak gini!” teriakan sang mama yang hanya diabaikan oleh Dewa.

Dewa menutup pintu kamarnya, lalu berjalan ke arah ranjang dan menghempaskan tubuhnya di ranjangnya begitu saja. Lelaki itu diam sambil memandang langit-langit kamarnya.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang