TUKAR TUBUH?

6 1 0
                                    

Saat bel pulang berbunyi, semua siswa bersiap pulang. Usai mengucapkan salam pada guru. Mereka semua menunggu guru keluar dari kelas. Sudah menjadi peraturan sekolah semua murid harus menunggu guru keluar dulu dari kelas barulah semua siswa keluar mengiringi punggung sang guru.

Brill tak ikut. Dia lebih suka menunggu semuanya keluar. Dia juga belum menemukan ide untuk menyelamatkan Dennis. 'Yah kalau ga mau ribet, ntar gue culik aja si Dennis,' desis Brill dengan senyum jahilnya.

Saat Brill akan menuju pintu kelas, tasnya ditarik seseorang dari belakang.

Deg!!
Sekelebat momen saat dia di-bully dengan cara diseret dengan tasnya sendiri oleh orang-orang jahil membuat Brill shock!

Matanya melotot dengan aura takut dan murka yang bercampur! Dia benar-benar siap untuk berkelahi sampai mati dengan siapa saja yang ada di belakangnya saat ini.

Groaaa!!!
Kelas tetiba bergoyang. Seperti kotak yang diayun-ayun.

Seketika Brill kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh. Begitupun orang di belakangnya.

Aaaa!!!
Gempaaa!!

Orang-orang di luar kelas berteriak-teriak, berlari-lari.

Sial! Di saat seperti ini! Umpat Brill berang.

Groaaa!!
Goncangannya makin kuat!

Prank!
Prank!
brukk!

Benda-benda berjatuhan. Daun pintu terbuka dan tertutup. Meja dan kursi berjatuhan tumpang tindih! Beberapa asbes dari langit-langit runtuh!

Dengan susah payah Brill merangkak menuju meja.

Dia ingat pelatihan saat terjadi gempa di kotanya. Posisi teraman saat dalam ruangan adalah mencari space 'segitiga kehidupan'. Meski masih kontroversial, teori itu patut dicoba kan? Asalkan pintar-pintar membaca lingkungan sekitar, jauhi space yang kira-kira rentan kejatuhan benda berbahaya.

Akhirnya Brill tiba di dekat meja depan. Dia meringkuk di antara lemari kelas dan meja. Di atasnya tidak ada lampu ataupun kipas angin. Di belakangnya dinding.

Hening.
Gempanya berhenti.

Orang yang tadi menariknya, ada di bawah meja guru. Brill tak bisa melihat wajahnya. Syukurlah orang itu baik saja.

Lupakan soal menghajarnya sampai mati. Dipikir-pikir lagi Brill tak sanggup menanggung dosa membunuh karena hal bodoh seperti traumanya itu.

Brill menenangkan dirinya sendiri.

Sahut-sahut terdengar suara para siswi menangis dan panik. Ingin menelpon orang tua dan cepat pulang.

"Ah iya, apa rumahku juga kena gempa ya," Brill merogoh saku celananya. Mengambil ponsel, lalu menelpon Ayahnya. Telpon tidak tersambung.

"Apa karena gempa ya?"  pikir Brill.

"Listrik padam! Gangguan jaringan nirkabel!" Sahut-sahutan di luar terdengar ribut.

Wah benar... Desis Brill.

Daripada itu dia ingin melihat keadaan di luar. "Dennis juga. Dia baik saja ga ya. Teman-teman yang lainnya!" ungkap Brill sambil bergegas keluar kelas. Meninggalkan entah siapa siswa di bawah meja guru yang belum juga bergerak.

Sekolah benar-benar kacau. Gedungnya retak di sana sini. Pot-pot yang ditata di pinggir pagar telah berjatuhan dan sebagian besar sudah pecah.

Collapse sudah.

Sedu sedan tangis para siswa menambah muram suasana. Brill hanya berjalan gontai sambil membantu orang-orang yang dilewatinya.

Sampai Bian datang. "Benri! Mau kemana bro!"

"Benri? Aku Brill, boncel!" Pungkas Brill pada Bian yang menepuk lengannya.

"Ahaha. Lucu," ejek Bian dengan wajah superflat.

Brill mengernyit bingung. Kenapa muka mengejekmu itu? Brill refleks menghadap ke jendela kaca nako kelas yang ada di sebelahnya.

'WTH!' Seru Brill shock dalam pikirannya.

'Sejak when muka gue jadi buluk, jerawatan dan lonjong kaya si Benri! Bentar-bentar...ini muka...memang muka Benri! Ashuuu!! APA YANG TER-HAPPEN TUHAAAN!!!

Brill menyembunyikan wajah shocknya dengan tangannya. Bian yang heran dengan kelakuan 'Benri' langsung memukul kepalanya. "Apaan si bro! Buruan ke aula! Kita di suruh ngumpul sama guru di sana! Ada pengarahan!"

"Du-duluan aja! Gue pengen ke belakang!"

"Yaudin!" Bian pergi.

Brill yang masih shock berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Iapun mencubit pipinya. "Ouch! Sakit Mbah!" "Bukan mimpi ya," sesal Brill.

"Kalau gitu... Badan gue yang asli mana! Ja-jangan bilang...yang di bawah meja guru di kelas tadi!"

Tanpa ini ono, Brill langsung berlari ke kelasnya.

Saat tiba di kelas. Ia bergegas melihat ke bawah meja guru. Benar saja! Itu...tubuhnya! Pingsan di bawah meja guru!

"Gila! Gue musti gimana ini mbaaah!" Brill mengacak-acak rambutnya sendiri, bukan, mengacak-acak rambut Benri.

"Tunggu-tunggu... Jangan panik. Panik hanya akan merusak keadaan. Sekarang ambil hal positif nya. Apa yang bisa dilakukan dengan keadaan seperti ini?" Brill berdiri. Memandang dirinya di kaca jendela. Tubuh mascular. Milik Benri. Wajah badass yang disegani orang-orang. Tubuh tinggi dengan prestasi basket dari sejak SMP.

"Mungkin gue bisa pake ini untuk menghajar 2 orang dari kelas B itu,"

Brill tersenyum jahil. Ia lantas bergegas mencari 2 orang anak kelas B yang ia maksud!

---White Psycho---

731 word

White PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang