OB-3

139K 10K 323
                                    

Dengan ojek yang mangkal di dekat kantor, aku menuju penjual ketoprak. Aku sebenarnya ingin menggunakan mobil. Tapi, takutnya pak Abrisam mendadak mau keluar dan nggak ada mobil, aku juga yang akan kena marahnya.

Perut pak Abrisam sepertinya nggak ada rasa kenyangnya. Padahal sarapan baru beberapa menit berlalu, tapi udah mau makan ketoprak. Beda banget sama aku. Perut makan dikit rasanya udah kenyang banget. Tapi, bukan berarti aku sedang diet, yah.

Aku suka parno kalau timbangan naik segaris. Kadang pak Abrisam, sih juga gitu. Dia pernah musuh-musuh nggak jelas cuma karena itu. Akibatnya nggak mau makan banyak selama tujuh hari tujuh malam. Tapi nggak juga, sih.

Kalau sekarang, apapun pak Abrisam sosor. Termasuk bodi semok. Oops!

Bagusnya pak Abrisam. Walaupun makan banyak badannya tetap kelihatan bagus. Mungkin karena dia rajin olahraga. Nggak kayak temenku di kantor. Namanya Reno, dia gendut dan hobi banget makan. Seminggu makan banyak, badannya udah kayak buntelan kentut. Bagaimana tuh, coba.

Nggak gitu juga sih, yang jelas karena banyak makan--Reno jadi gemuk dan dagingnya bertambah berkilo-kilo.

Tebakku sih, Reno juga lagi di tukang ketoprak deket pertigaan itu. Dia itu rajin banget makan di sana. Udah stand by sejak pagi, biasanya karena gak mau telat masuk kantor. Nanti jam makan siang, biasanya disitu lagi. Atau nggak pergi ke warung bakso.

Harusnya, laki-laki lajang kayak Reno ini jaga penampilan dan bentuk tubuh. Supaya banyak perempuan yang naksir atau kepincut, gitu. Hebatnya Reno, dia punya prinsip gini, "kalau cinta gak akan mandang fisik." itu juga bener, sih.

"Bang ketoprak dua," ujarku memesan ketoprak pada Bang Jono. Walaupun namanya Bang Jono, tapi Bang Jono yang ini selalu pulang ke rumah, kok. Nggak kayak lagunya Zaskia Gotik.

"Oiya Mbak Dav." Bang Jono ini sudah lumayan kenal sama aku.

Aku sengaja memesan dua. Takutnya, pak Abrisam nanti mau minta tambah. Terus, nanti aku disuruh beli lagu. Kalau begitu kan aku yang akan repot.

Ternyata, di sini sudah cukup ramai. Benarkan dugaanku, sudah ada Reno sama sepiring ketropak di depannya. Aku langsung mendekati Reno dan duduk di sebelahnya yang kebetulan kosong.

"Ren, baru habis satu porsi?" tanyaku. Reno kelihatan kaget karena tiba-tiba aku duduk di dekatnya. Mungkin pikir Reno aku orang lain.

"Baru dua sama ini." Reno menunjuk piring di depannya.

Oh iya, sekedar informasi. Reno ini punya kembaran. Namanya Reni. Kembar tidak identik. Sebagai seorang perempuan, Reni berbanding terbalik dari Reno. Kalau Reni selalu jaga penampilan dan berat tubuhnya. Juga sudah menikah. Dan, aku juga lumayan akrab sama Reni. Dia nggak kerja di kantor pak Abrisam.

"Dua kok baru sih, Ren," balasku lalu terkekeh.

Renonya malah asik makan, kayak nggal mau diganggu gitu. "Ren, cepetan ke kantor, gih. Pak Abrisam nyariin lo," ujarku berbohong tapi dengan wajah meyakinkan.

"Halah! Akal-akalan lo aja. Udah basi Dav! Gue udah berapa kali lo tipu kaya gitu," jawab Reno menyindirku. Tapi, aku malah terkekeh. Soalnya, yang Reno bilang itu benar. Nggak tau kenapa aku suka banget jahilin teman kantorku. Hanya dua orang yang nggak berani aku jahili. Yaitu, pak Abrisam dan Mas Regan.

Kalau pak Abrisam tentu kalian tahu alasannya. Tapi, kalau Mas Rehan pasti belum, kan?

Mas Regan ini, usianya empat tahun lebih tua dariku. Itu juga alasan kenapa aku manggil dia 'Mas'. Dan, ya, dia itu pendiem banget, kharismatik juga. Bukan cuek atau jutek kok. Anehnya, dua sifat itu yang bikin perempuan klepek-klepek.

Dia masih lajang, wajahnya juga ganteng. Sebelas dua belaslah sama pak Abrisam. Agamanya juga bagus. Hampir seluruh karyawan perempuan naksir sama Mas Regan. Termasuk aku juga sih ....

Caraku naksir Mas Regan masih dibatas wajar. Nggak seperti senja. Dia terlalu berlebihan. Temanku yang centil dan sama gajenya dengan pak Abrisam naksir Mas keterlaluan banget.

Dia pernah tuh, nyepam Mas Regan di Instagram. Nggak cuma itu, senja juga sering buatin sarapan dari rumah buat Mas Regan. Naksirnya totalitas banget.

Aku tau semuanya, soalnya senja selalu cerita ke aku.

"Ini Mbak Dav. Yang karetnya dua pedes yang satu enggak terlalu," terang Bang Jono.

Aku berdiri dan langsung mengambil dua bungkus ketoprak itu. "Iya, Bang. Ini uangnya."

"Bentar kembaliannya Mbak." Aku mengangguk.

"Suruhan pak Risam, Dav?" tanya Reno masih asik dengan ketoprak nya. Kadang aku heran sama Reno porsi makannya bisa banyak. Tapi ngabisin satu porsi lelet banget kayak siput. Serasa dikunyah setahun.

Aku mengangguk. "Iya. Tau lo kesini gue nitip." Reno tidak menanggapi lagi.

"Ini Mbak Dav. Dua puluh empat, ya," ujar Bang Jono. Setelah menghitung ulang uang kembalian lalu menyerahkannya padaku.

"Makasih ya, Bang." Aku mengambil uang kembalian tersebut.

"Ren, gue duluan ya. Inget, jangan telat kalau gak mau dimarahi," terangku. Kali ini aku tidak berusaha menjahili Reno.

"Tinggal bilang, diajak ngobrol sama Davina, pak," kelakar Reno membuatku mengeplaknya pelan.

...

Dua bungkus ketoprak kubawa masuk ke ruangan pak Abrisam. Tanganku ku ketukan dua kali pada papan lebar dan panjang di depanku. Setelah terdengar sahutan dari dalam aku masuk dengan berjalan santai.

"Ini Pak." Aku meletakan dua bungkus ketoprak diatas meja Bosku.

Pak Abrisam melirikku. "Yakin?" tanyanya ambigu.

Yakin apa nih, maksudnya?
Karena tidak tahu maksudnya, aku hanya mengangguk saja seperti orang dungu.

Bosku berdecak karena responku, "kamu suruh saya makan tanpa piring dan sendok?"

Ah! Aku baru ingat, "sebentar ya, Pak. Saya ambilkan dulu," pamitku Pak Abrisam hanya mengangguk. Untung, kali ini Bosku itu tidak membentak. Biasanya, dia akan membentak sambil tangan menggebrak meja.

Segera aku menuju pantri, terkejut saat kudapati Mas Regan ada di dalam. Sepertinya sedang membuat kopi. Tercium dari bau-baunya. Ini sebenarnya, para OB dan OG sedang kemana semua!

Walaupun sedikit takut, tapi aku mencoba menyapa. Siapa tau kali ini berhasil mencuri hatinya.

"Mas Regan, mas Ibnu kemana kok bikin kopi sendiri?" tanyaku sok ramah. Ini masih mending ya, aku hanya sekedar bertanya. Coba kalau Senja yang di posisiku, pasti sudah menawarkan diri untuk membuatkan kopi Mas Regan.

Mas Ibnu yang kumaksud tadi adalah salah satu OB di sini.

"Nggak tau ya, Dav," jawab Mas Regan tanpa menatapku sedikitpun.

Astaga, kasian banget diriku. Dilirik dikit aja nggak ....

Mendengar respon Mas Regan seperti itu, aku cuma mengangguk terpatah. Respon Mas Regan selalu gitu. Kapan berubahnya ya?

.....

Hai, OB is Back!

Di part ini, tetap tinggalkan vote dan komentar ya! Kalau bisa spaaaaaaam! Oke?

Share cerita ini ke teman, atau sosial media yang kalian miliki. Ajak mereka untuk membaca cerita serupa dengan kalian. Kenalin pak Abrisam dan Davina ke mereka :"))

Jangan lupa follow Zaynriz
Dan ig : rizkamursinta31

Best regards

Zaynriz

Oke, Bos! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang