nap of a star

48 2 0
                                    

Aku bangga pada panggilan Ayahku dan Ibuku. Tak seperti orang lain yang memanggil sebatas Ayah dan Ibu. Pada kata Ayah dan Ibu, aku menyematkan imbuhan 'ku', karena aku mengganggap mereka hanya milikku. Dan kini, Ayah bukan cuma milikku.

Apakah aku harus memanggilnya Ayahku, lagi?

Baru kuketahui, ternyata Ayah dan Ibuku telah bercerai beberapa bulan yang lalu. Sungguh kenyataan macam apa ini?

Kenapa mereka tak memberitahukan ku sendari awal?

Seandainya aku tak mempergoki peristiwa ini, apakah mereka masih akan terus menyembunyikan -nya dariku?

Ayah memutuskan akan menikahi wanita itu, tanpa persetujuanku maupun Ibuku. Dia memutuskan semuanya. Juga memutuskan pernikahannya sendiri untuk pernikahan yang lain.

Ibuku tak menyetujui Ayah menikah dengan wanita itu, ia terus berjuang untuk menentangnya. Tapi hasil yang diterimanya hanya harapan kosong. Maka dia memilih untuk bercerai.

Dan apakah Ayah merasa bangga atas itu?

Ayah menang melawan keinginan Ibuku, kini dia bebas menikahi wanita itu. Okay, dia memang menang melawan perlawanan Ibuku, tapi bagaimana dengan -ku? Aku bahkan belum melawannya.

Apakah ini yang disebut kalah sebelum berperang?

Alasan yang cukup konyol menurutku. Ayah menikahi wanita itu hanya karena dia hamil anaknya, bukan karena cinta. Ayah hanya mencintai Ibuku. Apakah aku harus mempercayainya? Kenapa juga ada sesosok bayi didalam perut wanita itu, bila Ayah tak mencintainya?

Dan kenapa Ayah memilih wanita itu dibandingkan keluarganya sendiri?

Ayah bahkan mengatakan, bahwa bayi itu butuh kasih sayang dari sosok seorang Ayah. Maka Ayah akan bertanggungjawab atas kehadirannya didunia ini.

Ayah menyayangi sesosok bayi yang bahkan belum berbentuk. Bagaimana dengan -ku? Aku masih anaknya bukan? Apakah dia juga menyayangiku?

Kalau iya, kenapa dia menyakiti Ibuku? Bila dia menyakiti Ibuku, dia juga menyakitiku.

Bolehkah sekali ini aku egois?

Aku memang menginginkan anggota keluarga baru, tapi bukan seperti ini caranya. Apakah aku harus kehilangan terlebih dahulu, sehingga aku bisa mendapatkan keluarga baru?

Ayah beserta istri barunya, memutuskan akan pindah ke luar negeri. Aku harus kehilangan Ibuku untuk keluarga baru? Yang benar saja. Aku tak mau itu terjadi.

Bolehkah sekali ini aku egois?

Aku ingin mempertahankan -nya, —Ayah. Tapi kenapa dia mempersulit segalanya.

Ayah memintaku untuk ikut bersama keluarga barunya, yang mana berarti aku harus meninggalkan Ibuku. Apakah aku bisa?

Tentu saja tidak.

Dengan tangan terbuka, Ayah mengundangku dan Ibuku untuk menghantarkan kepergiannya di negeri seberang. Aku tak menolaknya, karena memang dia masih Ayah biologisku. Tapi Ibuku tak ikut, dia sudah cukup hancur atas ini semua.

Sekali lagi Ayah memintaku untuk tinggal bersamanya. Tentu saja aku akan menolak. Aku cukup sadar diri. Bahwa Ayah lebih menyayangi mereka, —wanita itu dan bayinya. Terbukti Ayah lebih memilih wanita itu dibandingkan dengan Ibuku. Padahal Ayah dan Ibuku sudah lama bersama.

Seandainya aku ikut bersama Ayah, Apakah aku harus menabung luka? Bila suatu saat Ayah akan tetap milih untuk menyayangi anak barunya itu dibandingkan diriku. Dan juga mungkin dia akan dengan suka rela membuangku saat anak barunya itu yang memintanya.

Ayah menikah dengan wanita itu, membuat keluarga baru yang mana artinya dia membuang keluarga lamanya, ——dia juga membuangku. Bila aku ikut bersamanya, juga berarti dia memungutku yang mana konsekuensinya aku harus mendukung Ayah membuang keluarga lamanya —membuang Ibuku sendiri.

Aku tak akan mau.

Bolehkah sekali ini aku egois?

Mempertahankannya yang tak ingin dipertahankan. Ayah tak merasa kecewa kehilangan diriku? Aku tak tahu itu dan tak mau tahu itu. Rasa sakit ini terlalu berat.

Sesaat penerbangan itu akan berlangsung, Ayah mengatakan ingin memelukku. Apakah aku harus mengijinkannya? Padahal dulu Ayah tak pernah meminta ijin untuk memelukku. Dia akan memelukku kapanpun dia mau tanpa meminta ijin terlebih dahulu.

Dan saat ini Ayah meminta ijin. Apakah aku mengijinkannya?

Bila bisa, aku akan senang hati menolaknya, —tak kan pernah mau mengijinkannya.

Tapi hati kecilku tak bisa dilawan.

Aku menerjang Ayah dengan pelukan yang sangat erat sambil berbisik, mengumumkan kata 'Ayahku' untuk terakhir kalinya. Karena ini adalah terakhir kalinya aku bisa memanggilnya Ayahku. Dan untuk kedepannya, terpaksa aku harus memanggilnya Ayah kami.

Sekarang dia bukan cuma milikku.

_______________ 🎗🎗🎗 ______________








TBC

nap of a starTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang