Kenyataan Pahit

47 2 0
                                    

Malam itu udara sangat dingin hingga menusuk tulang. Sangat berbeda ketika aku di kota. Ya, udara seperti inilah yang selalu aku rindukan, namun sepertinya aku mulai terbiasa dengan udara kota.

Aku merapatkan selimut ketika ku dengar sayup-sayup suara anak-anak pulang dari masjid. Aku mengintip dari balik jendela rumah, melihat pemandangan itu, timbul rasa bangga tersendiri. Mereka begitu semangat menuntut ilmu hingga larut malam.

Pagi-pagi sekali aku bangun, selepas sholat Subuh aku membantu ibu di dapur dan langsung siap-siap kembali ke Kota Udang. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal aku segera berpamitan pada ibu dan berangkat menuju halte bus.

Tiga jam kemudian, aku sudah berada di Sidoarjo lagi. Setelah meletakkan barang bawaan dan mengganti pakaian dengan seragam sekolah, aku segera ke sekolah. Aku tak ingin semua terlambat begitu saja.

Namun, sepertinya takdir berkata lain. Pendaftaran ditutup pukul 10.00 WIB, ketika aku sampai sekolah sudah pukul 09.00 WIB.

“ Mia, satu jam lagi pendaftaran ditutup. Tapi ini browsernya sudah mulai tidak mau dibuka. Mungkin karena banyak yang sedang membuka browser ini.” Kaya Bu Tutik.

Aku langsung lemas mendengar penuturan Bu Tutik. Aku sudah pasrah dengan semua. Ya Allah aku harus bagaimana. Kataku dalam hati. Satu jam berlalu dan browser itu belum juga ada tanda-tanda bisa terbuka. Itu artinya..

“ Wah... sudah pukul 10.10 WIB, tak terasa satu jam lebih. Ehm.. Mi maaf ya Ibu tidak bantu apa-apa. Mungkin kamu bisa mengejar di lain kesempatan."

“ Iya Bu, tidak apa-apa. Mungkin belum rejeki saya.” Kataku dengan berkaca-kaca.

Impian Seorang Gadis DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang