"Apanya yang sama Mi?"
"Perasaanku-"
"Ah, perasaanmu pada si dia yang dulu itu". Tebak Nima
Shit!Tepat sasaran. Kayaknya aku nggak bisa nyembunyiin perasaanku dari mbak Nima. Aarrrggg.. Aku ini kenapa sih?. Batin Mia
" Mbak sok tau dehh..hehe"
"Hmm yaudahlah terserah kamu Mi. Oh ya kamu jadi menemani anak ibu yayasan ke Kediri untuk sekolah? Katanya kamu mau tinggal disana sama dia sekalian kuliah? Bener?".
" Belum tau mbak, lagipula Zai belum tentu mau juga sekolah di Kediri. Dia kan inginnya di Yogya."
"Oh, dimanapun itu semoga kamu bisa mencapai impianmu yang tertunda Mi."
"Amiin."
Teett....tettt...tett
Bel masuk sudah bunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai.
Karena musim ujian jadi Mia dan Bu Nima sedikit sibuk. Tentu membantu mempersiapkan apa saja yang diperlukan untuk persiapan ujian."Mbak Mia, temani aku ke atas dong! Bunda sama Ayah kan belum pulang". Zai tiba-tiba muncul dari pintu kantor TU.
" Astaga Zai! Kamu buat Mbak kaget saja."
FYI Zai adalah anak Ibu yayasan. Kebetulan dia juga anak tunggal. Jadi dia sangat dekat dengan Mia dan sudah seperti saudara dengan Mia.
Karena orangtua Zai yang notabene pemilik Yayasan masih dinas di Surabaya, jadi Mia yang akan mengurus Zai mulai dari makan, belajar serta menemani tidur. Karena Zai tidak berani tidur sendiri dirumahnya yang masih satu lingkungan dengan asrama Mia. Hanya saja terletak di lantai 2.
"Bentar ya Zai. Kamu tunggu di sofa sana dulu. Mbak lanjutin ini oke."
"Iya, mbak aku punya sesuatu untuk mbak."
Mia hanya membalas ucapan Zai dengan senyuman, karena ia juga harus menyelesaikan tugas kantornya.
Beberapa saat kemudian
"Ayo Za--".
" Zai! Zai! Bangun". Mia membangunkan Zai yang ketiduran di sofa.
"Zai ayo bangun!". Anak laki-laki itu tetap tidak bangun.
" Zai!". Kali ini Mia membangunkannya dengan menggoyangkan badan Zai.
"Eughh.. Mbak sudah selesai tugasnya." Ucap Zai sambil mengucek-ngucek matanya yang memerah karena bangun tidur.
"Iya. Ayo ke atas, kamu mau makan kan. Pasti capek karena hari ini naik sepeda. Yuk ke atas dulu." Ajak Mia sambil menarik tangan Zai.
Sesampainya di rumah Zai
"Zai, kamu mau makan apa? Ini ada nasi sama capcay. Mau mbak gorengkan telur? Atau ayam?".
"Nggak mbak, ini aja yang ada. Setelah ini bantu aku ngerjakan pr dari IF ya mbak?."
"Iya, Bunda sama Ayah kapan pulang?"
"Besok pagi berangkat dari sana."
"Berarti besok kamu gak masuk les di Ganesha?"
"Iya mbak. Pasti ayah bunda juga capek gak mungkin ngantar aku les".
" Yasudah kamu makan dulu"
"Mbak, aku punya sesuatu. Taraaa.... Ini gantungan kunci yang sama seperti punyaku. Ini buat mbak". Seru Zia menyerahkan sebuah gantungan kunci berbentuk gitar.
" Wahh! Ternyata kamu beneran beli ini untuk mbak. Terima kasih".
"Eughh.nyam nyam"
"Di kunyah dulu makannya..pffftt".
" Jangan ditertawakan mbak".
Melihat Zai mengingatkan Mia pada adiknya di rumah. Walaupun mereka berbeda Zai laki-laki sedangkan adiknya perempuan. Tapi interaksinya dengan Zai terkadang membuat Mia merindukan adiknya.
Ahh..apa kabar adik manisku di rumah. Aku akan bekerja keras supaya bisa menghidupi adikku. Apapun akan kulakukan meskipun aku harus merelakakan mimpiku yang sesungguhnya. Semua demi adikku. Batinnya.
"Mbak, Zai boleh tanya gak?".
"Boleh dong"
"Mbak, sebenarnya Zai bingung setelah lulus SD ini Zai mau lanjut dimana. Kata Bunda sih di Kediri saja nanti sama mbak. Tapi Zai gak terlalu sreg. Zai pengen di Yogya saja."
"Memangnya apa motivasi kamu ingin sekolah di Yogya?"
"Emmm..apa ya, pengen suasana yang baru, terus pengen belajar mandiri dan gak bergantung dengan bunda lagi gitu".
"Memang kalau di Kediri gak bisa mandiri? Kan sama-sama nggak tinggal dengan ayah bunda?". Heran Mia.
"Iya sih mbak, tapi kurang jauh. Hehehe"
"Apapun keputusanmu nanti, pesan mbak jangan sampai kamu melakukannya dengan terpaksa. Mau itu di Kediri Yogya atau di sini sekalipun, mbak mau kamu melakukannya dengan senang hati-"
Zai masih mendengarkan kata-kata Mia dengan seksama.
"Dengar Zai. Mau dimanapun kamu sekolah semua itu tergantung kamu sendiri. Mau sebagus apa sekolahnya, kalau kamu melakukannya dengan terpaksa maka hasilnya juga tidak bagus. Begitupun sebaliknya." Lanjutnya.
"Berarti mbak dulu jauh-jauh sekolah ke Sidoarjo juga karena mbak suka dan ingin meraih mimpi mbak?"
"Awalnya sih gitu. Tapi karena keadaan, huftt. Mbak berubah haluan. Tujuan utama mbak bukan lagi mimpi dan cita-cita mbak. Tapi adik mbak".
"Ahhh... Karena itu juga mbak sekarang disini berusaha kerja sekaligus meraih mimpi mbak?"
"Bisa dibilang begitu sih, hehe. Sambil menyelam minum susu. Walaupun masih jauh dari harapan mbak. Setidaknya itu salah satu alasan mbak bertahan."
BRAKKK
"MBAK MI...A!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Seorang Gadis Desa
Non-FictionImpian memang menjadi salah satu kunci untuk menyemangati hidup. Dengan mempunyai mimpi, seseorang akan lebih giat dalam belajar maupun bekerja untuk meraih mimpi itu. Happy reading semua...