01. Awal dari Segalanya

182 31 18
                                    

DUARR!

"Tolong! Ada yang kecelakaan!" teriak seorang warga yang melihat sebuah mobil melewati garis pembatas dan menabrak pohon besar.

Bagian depan mobil itu sudah keriput dan pintu mobil itu pun terbuka lebar. Tidak ada seorang pun yang terlihat di dalam mobil.

"Tidak ada orangnya! Semuanya berpencar! Aku akan menghubungi pihak yang berwenang," tutur seorang warga yang sudah mencoba untuk menghubungi polisi dan ambulans.

Para warga mulai berpencar mencari pengendara mobil. Mereka menuruni lereng jurang yang cukup curam dengan hati-hati. Tak berapa lama, pihak berwajib dengan segera memberikan perintah kepada seluruh warga yang sudah terlanjur turun ke bawah sana untuk berhenti mencari orang yang kemungkinan besar sudah  terjatuh ke bawah jurang.

Staf penyelamat datang dan langsung terjun ke bagian curam itu dengan mengenakan alat khusus pendakian hanya untuk menyelamatkan orang tersebut. Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya ditemukanlah seorang pemuda yang sudah terluka parah dan tidak sadarkan diri.

"Lihatlah! Dia masih sangat muda. Dan sepertinya, aku pernah melihatnya di koran." Seorang warga berteriak sambil menunjuk ke arah anak pemuda itu.

Semua orang yang berada di lokasi kejadian pun menoleh dan menyetujui ucapan dari warga tersebut. "Iya, wajahnya memang sering terpampang di koran dan majalah. Aku bahkan pernah melihat dia muncul di televisi."

Pihak penyelamat tidak menghiraukan perbincangan para warga sekitar. Mereka mengangkat tubuh pemuda itu dan membawanya masuk ke dalam mobil ambulans.

Sesampainya di Rumah Sakit, pemuda itu mendapatkan perawatan yang intensif. Pihak Rumah Sakit pun berusaha menghubungi kerabat dari sang pasien.

Drrttt.. Drrttt.. Drrttt..

"Ya, selamat siang," sapa Tn. Jovian dengan singkat.

Nomor yang tidak dikenal meneleponnya tiba-tiba. Dia hanya menunggu lawan bicaranya menyampaikan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Karena Tn. Jovian menyadari bahwa ini adalah panggilan yang ketujuh dari nomor tersebut.

"Selamat sore, Pak. Kami dari pihak Rumah Sakit ingin memberitahukan bahwa Anak Bapak yang bernama Alvis Jovian mengalami kecelakaan dan saat ini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Permata Hati," tutur seorang perawat yang mampu membuat lawan bicaranya mengerti inti percakapan mereka dalam sekejab mata.

"Alvis?! Alvis anakku kecelakaan?!" teriak Tn. Jovian dengan histerisnya.

"Iya, Pak. Saya harap Bapak segera kemari untuk melakukan pengecekan dan mengurus administrasinya dengan cepat. Kami butuh data pasien dengan segera untuk menindaklanjuti perawatan yang akan dilaksanakan pada anak Bapak." 

Ucapan perawat itu tidak digubris sama sekali oleh Tn. Jovian. Dia begitu syok mendengar kabar bahwa anak sulungnya yang paling dibanggakannya mengalami kecelakaan. Panggilan tersebut diakhirinya secara sepihak dan langsung bergerak menuju ke Rumah Sakit tersebut bersama dengan Asistennya.

Tn. Jovian menyuruh Asistennya untuk mengurus semua administrasi yang wajib dipenuhi agar sang anak mendapatkan perawatan yang layak. Dia juga tidak lupa menghubungi Istri dan anak bungsunya untuk datang ke Rumah Sakit tanpa memberikan penjelasan apapun.

Ting.. Tong..

Tn. Jovian segera beranjak dari tempat duduknya dan langsung menyambar Dokter yang keluar dari ruang Unit Gawat Darurat (UGD). Dokter itu begitu sabar menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh Tn. Jovian.

"Dok, bagaimana keadaan anak saya? Apa dia baik-baik saja? Apa yang terjadi padanya, Dok? Kenapa dia sampai harus melakukan operasi?" tanya Tn. Jovian dengan menggebu-gebu sambil mengguncang tubuh sang Dokter.

Dokter itu tersenyum tipis dan menjawab, "Anak Bapak baik-baik saja. Dia seorang pemuda yang sangat kuat, Pak. Dia bisa melewati operasi yang kami lakukan dengan baik. Namun, saya mohon maaf."

"Maaf untuk apa, Dok? Apa yang terjadi pada anak saya?" tanya Tn. Jovian dengan sedikit meninggikan suaranya.

"Maaf, Pak. Kami sudah berusaha keras. Tapi, anak Bapak harus kehilangan penglihatannya dan mulai saat ini, dia harus memakai kursi roda. Dia mengalami luka parah di bagian tulang kering pada kedua kakinya dan benturan yang cukup keras di bagian kepalanya," jelas sang Dokter sambil menundukkan kepalanya.

"Apa?! Itu tidak mungkin! Sampai kapan dia harus seperti itu, Dok? Anak saya masih bisa sembuh kan, Dok?" tanya Tn. Jovian yang semakin histeris.

Istrinya yang mendengar perbincangan antara dia dan sang Dokter pun turut histeris. Istrinya menangis di dalam dekapan anak bungsunya.

"Kami tidak bisa memastikannya, Pak. Pasien sangat kuat. Dia pasti mampu menerima kenyataan ini, Pak. Saya harap, Bapak dan seluruh kerabatnya memberikan dukungan terbaik untuk pasien. Karena Pasien sangat membutuhkan motivasi terbaik dari oeang-orang terdekatnya," tutur sang Dokter secara perlahan.

Penuturan terakhir sang Dokter bagaikan pukulan keras bagi Tn. Jovian beserta keluarganya. Tubuhnya bergetar hebat mendengar kondisi anaknya.

BRUKK!

Keadaan semakin runyam. Ny. Jovian pingsan karena sudah tidak sanggup menerima kenyataan pahit yang di hadapi oleh anak sulungnya. 

Apa salah dan dosaku hingga keluargaku mendapatkan penderitaan seberat ini? gumam Tn. Jovian dalam hati.

I HATE MY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang