06. Percikan Api yang Membara

53 5 0
                                    

Ajari aku cara merelakan tanpa harus membenci,
Merelakan akan menyakitkan namun akan membahagiakan.
Diam untuk merelakan! Tertawa untuk pembalasan!
Merelakan atau mempertahankan, keduanya sama-sama membutuhkan perjuangan.
- Rangga -

*********

Loh? Kak Al mau ke mana? Kenapa tidak jadi kembali ke kamarnya dan malah berjalan ke arah taman? tanya Farrel dalam hatinya.

Tanpa diketahui oleh Alvis, Farrel pun mengikuti langkah kaki Alvis menuju ke taman. Dia melihat dan mendengarkan semua percakapan Alvis dengan Lidya.

"Lidya.." Farrel mendengar sapaan yang dilontarkan Alvis pada seseorang yang sedang terduduk di ayunan gantung yang berada di tengah taman tersebut.

Dia merasa kesal melihat sang Kakak yang berusaha mendekati kekasihnya. Dia benci melihat senyum manis yang Alvis lemparkan pada Lidya. Dia sebenarnya takut kehilangan sang kekasih. Tapi, bagaimana pun juga, dia butuh Lidya sebagai tamengnya untuk membuat rencananya berjalan dengan mulus.

Dengan tangan kanan yang mengepal, Farrel memutuskan untuk berbalik dan kembali ke dalam Mansion. Dia berjalan menuju ke arah ruang TV dan duduk dengan raut wajah kesalnya. 

Setelah sekian lama, akhirnya sang Kakak bisa menemukan tambatan hatinya. Sayangnya, sang Kakak malah menyukai kekasihnya. Maka dari itu, dia tidak bisa mengakui Lidya sebagai kekasihnya untuk sementara waktu. Karena dia tidak ingin merusak segala rencananya yang sudah disusunnya sejak tahun lalu.

Lidya, aku tidak akan melepaskanmu. Aku janji padamu. Jika rencanaku berhasil, aku bisa menikahimu setelah aku menjadi ahli waris Jovian's Group. Percayalah padaku, Farrel membatin masih dengan ekspresi emosionalnya.

"Rel! Kenapa kamu belum tidur juga sampai saat ini?" suara Alvis menyadarkan lamunan Farrel.

"Ahh, Kak Alvis. Aku baru aja mau tidur nih. Kak, Farrel balik ke kamar duluan ya, Kak."

Farrel pun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menjauh dari Alvis. Namun, Alvis menyempatkan diri untuk berkata, "Rel, kamu harus bangun lebih awal. Kita akan pergi ke kantor."

Tanpa membalas perkataan sang Kakak, Farrel pun melanjutkan perjalanannya menuju ke kamarnya.

Keesokan paginya...

"Rel, apa kamu sudah bangun? Kenapa kamu tidak menjawab Kakak sejak tadi? Apa kamu lupa dengan perbincangan kita tadi malam?" teriak Alvis yang sedang mengetuk pintu kamar Farrel.

Sejak pagi, Farrel mengurung diri dan tidak menjawab sepatah kata pun seruan dari orang-orang yang bolak-balik memanggil namanya. Dia tidak sudi mengikuti tes yang dipersiapkan oleh Kakaknya sendiri.

"Farrel! Kalau kamu tidak ikut dengan Alvis pagi ini, Papa akan melarangmu untuk menginjakkan kakimu lagi di perusahaan. Kamu boleh memilih untuk tetap tidur atau ikut dengan Alvis." Tn. Jovian mulai kesal dengan ketidakpedulian Farrel pada teriakan orang-orang yang sudah berusaha membangunkannya.

Alvis yang mengerti dengan emosi Papanya, tidak ingin memperkeruh keadaan. Dia segera menuruni tangga menuju ke ruang makan.

"Iya, Pa. Farrel sudah siap mandi, sebentar lagi turun untuk sarapan. Tadi kan, Farrel sedang mandi. Kenapa Papa malah marah-marah begitu?" tanya Farrel yang kesal dengan ancaman Papanya.

"Ya sudah, kami tunggu kamu untuk sarapan bersama. Bergegaslah!" ucap Tn. Jovian yang sedikit merasa bersalah karena dia mengira Farrel masih bersembunyi di balik selimutnya.

Setelah semuanya berkumpul di meja makan, Farrel mulai bertanya pada semua orang, "Pa, Ma, Kak. Bagaimana dengan teman-temanku? Aku yang mengajak mereka menginap di sini, sedangkan aku harus pergi ke kantor."

I HATE MY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang