04. Awal yang Baik

76 12 4
                                    

Cinta itu seperti angin
   Kau tak bisa melihatnya
      Tapi kau bisa merasakannya
                 -Nicholas Sparks-


**********

"Oh iya, Kak. Farrel mau ke dapur dulu ya, Kak. Ada bahan makanan kami yang kurang. Aku tinggal Lidya dengan Kakak ya?" ujar Farrel sambil mengedipkan sebelah matanya pada Alvis.

Setelah kepergian Farrel, Alvis merasa tegang dan canggung. Dia belum pernah berdiri sedekat itu dengan seorang perempuan. Dan lagi, Dia sempat terpikat dengan kepolosan yang terpancar dari seorang Lidya.

"Kalian sudah lama berteman?" tanya Alvis yang ingin menghilangkan kecanggungan di antara mereka.

Lidya tersenyum dan menjawab cukup singkat, "Sudah, Kak."

Lidya sendiri juga merasa canggung karena berhadapan dengan seorang pengusaha besar yang terkenal dengan sikap dinginnya. Dia terus-menerus mengumpat dan merutuki sikap Farrel yang sungguh membuatnya kecewa.

Apaan sih? Berani-beraninya Farrel meninggalkanku berduaan dengan Kakaknya yang seperti es batu ini. Dia juga tidak mengakuiku pada saudaranya sendiri. Apa coba maksudnya berbuat seperti itu? Lidya menggerutu dalam hati dengan raut wajah kesal yang ditahan olehnya.

Alvis merasa tidak enak hati melihat ekspresi Lidya yang sepertinya merasa tidak nyaman jika berlama-lama berada di dekatnya.

"Baiklah, Kakak mau balik ke dalam dulu. Selamat menikmati masa liburannya, Lidya. Semoga kamu betah selama tinggal di sini," tutur Alvis yang membentuk senyum simpul di wajahnya.

Alvis cukup bingung dalam memulai percakapan dengan seorang perempuan. Akhirnya, dia berpikiran untuk undur diri sebelum semuanya menjadi lebih sulit baginya.

"Ah, iya. Siniin ponselmu," ucap Alvis selanjutnya.

"Hah? Kenapa Kak?" tanya Lidya yang kalang kabut karena ponselnya dimintai oleh Alvis.

"Kamu bawa ponselmu kan, Lid?" tanya Alvis balik.

Lidya merogoh kedua saku celananya dan berkata, "Kak, ponselku tinggal di dalam tas. Ada apa ya, Kak?"

"Ya sudah. Kalau begitu, ketikkan nomor ponselmu di sini," ucap Alvis sambil menyodorkan ponsel pribadinya pada Lidya.

Ya! Alvis memiliki tiga ponsel yang selalu dibawanya ke mana pun ia berada. Yang satu khusus untuk menghubungi para karyawan serta teman-temannya dan satunya dikhususkan untuk menjaga komunikasi dalam bisnisnya. Sedangkan yang satu lagi, sungguh privasi dan tidak ada yang mengetahuinya selain keluarganya.

Dengan adanya pembedaan jenis kegunaan ponselnya, Alvis bisa lebih mudah mengingat dan menandai orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal tersebut juga membantunya dalam menghindari dirinya terlibat masalah yang bisa saja menyeret masalah pribadinya.

"Nih, Kak. Sudah. By the way, itu untuk apa ya, Kak?" tanya Lidya yang merasa dirinya sudah dalam mode waspada.

"Nanti kamu cek ponselmu. Kakak sudah mengirimkan pesan. Kakak harap, kamu bisa membantu Kakak memantau semuanya yang ada di sini. Kamu bisa menghubungi Kakak kapan saja, jika terjadi sesuatu dengan kalian." Alvis mulai menuturkan semua hal yang menjadi kekhawatirannya pada Lidya.

"Tapi, Farrel dan beberapa pelayan di sini kan selalu bersama dengan kami, Kak. Kenapa Kakak malah menyuruhku yang jadi pemantaunya?" Lidya kembali bertanya pada Alvis.

"Bukan begitu, Lidya. Kakak bukannya tidak mempercayai Adik Kakak sendiri. Kakak hanya berjaga-jaga dengan sikap lalai yang dimiliki Farrel. Kakak juga tidak bisa seenaknya saja melepas tanggung jawab seperti ini pada mereka," tutur Alvis sambil menunjuk ke arah para pelayan yang sedang berkumpul membantu persiapan barbeque, "Apa kamu sudah paham dengan apa yang Kakak khawatirkan?" lanjutnya.

I HATE MY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang