#0

1.2K 94 6
                                    

KOMOREBI

*Sunlight that filters through the leaves of trees

sinar matahari yang menembus di antara daun-daun pepohonan.

***

Tubuh ringkihnya menggigil, diterpa angin musim gugur. Dingin tak lagi ia rasakan karena hatinya telah hampa sedari dulu. Terlihat penampakan air sungai yang mulai membeku di netranya yang sendu, membuatnya kembali terkenang peristiwa kelabu yang menimpanya selama tiga bulan lalu.

Kuroko Tetsuya, 13 tahun, harus menjalani kehidupan yang terlampau berat untuk anak seusianya. Kedua orangtuanya telah lama mati meninggalkan dia dan neneknya yang sakit-sakitan. Demi mengisi perut dan meringankan rasa sakit yang diderita sang nenek, Tetsuya kecil harus bekerja sebagai buruh nelayan, memilah ikan mana yang memiliki kualitas segar untuk dijual dan buruk untuk dijadikan umpan memancing. Bau amis telah menjadi teman baiknya.

Naas, nenek yang telah mengasuhnya sejak bayi menutup mata selama-lamanya, di saat Tetsuya belum menginjak usia mapan. Kematian neneknya menjadi awal dari terbentuknya kegelapan di hati bocah Kuroko itu. Beban utang yang terlampau besar membuat rentenir Haizaki menculik Tetsuya dan menjualnya ke salah satu lokalisasi prostitusi di sudut kota Gion.

Kehidupan barunya sebagai budak tak lantas membuatnya lebih baik. Bocah 13 tahun itu terpaksa melihat sisi gelap manusia. Pemandangan hubungan badan antar manusia menjadi konsumsinya sehari-hari. Keangkuhan para wanita penghibur yang tidak senang dengan kehadiran Tetsuya membuat bocah Kuroko kenyang dipukul dan ditendang oleh manusia setengah binatang. Laki-laki predator juga tak segan mencari kesempatan untuk mencicipi kemolekan tubuhnya, membuat Tetsuya nekat melarikan diri dari neraka dunia itu

Namun, ke mana tujuannya berlari? Dia tak lagi memiliki rumah untuknya pulang. Pikiran jahat terlintas di benaknya, karena dia hidup sendiri di dunia ini, bagaimana kalau dia mengakhiri hidupnya saja untuk menyusul kedua orang tua dan neneknya?

Sekarang, dia telah berdiri di ujung jembatan Tatsumi, bersiap menenggelamkan dirinya ke kanal Shirakawa. Tetsuya menarik napas, matanya memejam, kakinya siap melangkah ke aliran air tenang tersebut, dan...

Tidak terjadi apa-apa. Niat Tetsuya untuk bunuh diri gagal karena kerah yukata-nya ditarik oleh seseorang. Terdengar teriakan "Hei, kau akan jatuh nanti!" dari arah sampingnya. Takut-takut, Tetsuya membuka kelopak kedua matanya dan menatap sosok yang menghentikan rencananya.

Tampak seorang pemuda yang berusia tak jauh darinya, dengan surai merah menyala dan juga warna bola mata merah bagaikan darah. Kedua netra mereka saling bertemu pandang, mengirimkan getaran statis yang membuat Tetsuya nyaman.

"Hati-hati melangkah! Nanti kau akan terjatuh.." Suara beratnya membuai Tetsuya. Seakan-akan, deburan ombak yang tenang namun mematikan mengisi pendengarannya.

"Saya ingin jatuh." tanggap Tetsuya pelan namun terdengar jelas di telinga lawan bicaranya.

"Kau ingin jatuh ke air yang dingin itu? Apa kau cari mati?" sergah pemuda tersebut dengan raut wajah penuh keheranan.

"Ya, saya memang ingin mati."

Tetsuya melihat pemuda surai merah mengepalkan kedua tangannya, menggertakkan gigi berupaya menahan amarah. Mata merahnya menatap tajam Tetsuya. "Gampang sekali kau berucap ingin mati sedangkan banyak orang yang sekarat ingin hidup sehat sepertimu! Apa kau tidak kasihan dengan orang-orang yang kau tinggalkan, nantinya akan sedih kehilanganmu?"

"Saya tidak memiliki siapapun dan apapun yang akan merasa kehilangan atas kematian saya. Lagipula, kehidupan telah kejam pada saya, merebut harapan saya untuk hidup."

Netra merah tersebut membulat, terkejut dengan pengakuan Tetsuya. Amarah yang membuncah di dirinya lenyap ditiup embusan angin musim gugur.

"Hei, jangan berucap seperti itu! Kalau kau meloncat dari jembatan ini dan mengakhiri hidupmu, aku akan sedih dan kehilanganmu. Dirimu terlalu berharga untuk kalah pada dunia."

Hati Tetsuya yang hampa tersentuh, perutnya serasa tergelitik seolah-olah kupu-kupu bermukim di sana. Tanpa ia sadari, air mata jatuh merupa dari manik birunya.

"Hei..hei..jangan menangis!" mohon pemuda tersebut seraya mengeluarkan sapu tangan berwarna merah. Tangannya yang kukuh mengusapkan sapu tangan itu ke wajah Tetsuya, mencoba menghapus jejak-jejak air mata.

"Kau memiliki bola mata yang indah bagaikan langit cerah. Sayang sekali apabila air mata menutupi keindahan matamu. Cobalah untuk tersenyum..." lanjutnya sambil mengelus pipi Tetsuya yang mulai merona karena malu. Secara perlahan, wajah datar Tetsuya mencoba untuk tersenyum seperti yang diinginkan oleh sosok di hadapannya.

"Nah, kau cantik kalau seperti ini. Berjanjilah kepadaku, ketika kau sedang sedih dan terluka, janganlah mengakhiri hidupmu! Suatu hari nanti, kau akan menemukan 'komorebi', yang membuatmu bertahan dan terus berjuang."

***

~ Picture:

Tatsumi Bridge : https://www.travel-kyoto-maiko.com/traveltips/things-to-do-in-gion/

KOMOREBI [AKAKURO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang