Pertempuran antara tentara Amerika Serikat dengan pasukan Jepang di Iwo Jima dan penaklukan korps marinir AS ke pulau Okinawa pada masa-masa April hingga Juni 1945 menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan rasa was-was pada penduduk Jepang. Bayang-bayang akan ada pertempuran besar di masa depan karena serangan Jepang ke Pearl Harbour sebelumnya diprediksi oleh Tuan Muda Akashi sehingga ia meminta Tetsuya untuk mengungsi ke klinik Midorima di Nagasaki saat dia akan menyelesaikan urusan bisnisnya di Filipina.
Tetsuya menolak seketika itu juga. Ia tidak dapat mempercayai niat sahabat Akashi itu dan memilih untuk mengiakan ajakan Ogiwara Shigehiro untuk menjadi perajin aksesoris mutiara di semenanjung Ise. Tuan Muda Akashi tak dapat membujuk Tetsuya lagi karena keterbatasan waktu. Dia memilih untuk membantu melunasi utang Tetsuya pada okiya Aida Riko agar Tetsuya dapat bebas sepenuhnya.
Malam terakhir sebelum keberangkatan Tuan Muda Akashi ke Filipina, kedua insan tersebut sepakat bertemu di kamar pribadi putra tunggal Akashi. Pria surai merah itu memberikan hadiah berupa seperangkat kanzashi mutiara, yang diterima Tetsuya dengan mata berbinar. Geiko biru muda itu mengagumi daya pikat dari aksesoris yang berkilau warna warni ketika tertimpa cahaya lentera.
Indah sekali.
"Apakah kau suka pemberianku, Kuroko?" tanya Tuan Muda Akashi, yang tak lagi kaku padanya.
Tetsuya tersenyum manis mengangguk, membuat Tuan Muda Akashi reflek mengenggam tangan halus Tetsuya dan ia kecup pelan, membuat kupu-kupu yang bermukim di tubuh Tetsuya terbang menggelitik. Tetsuya lalu memberanikan diri mengelus wajah tampan milik tuan muda, memetakan seluruh permukaan agar ia dapat ingat berulang-ulang ketika rasa rindu membucah di dada.
Wajah pewaris muda keluarga Akashi bersemu merah, serupa dengan air muka Tetsuya. Akashi Seijuurou kemudian memegang pinggang mungil si geiko, mengunci bibir Tetsuya dengan lembut dan perlahan yang kemudian bertransformasi menjadi ciuman yang semakin bersemangat. Tetsuya lalu terengah-engah, membangkitkan nafsu Tuan Muda Akashi yang lapar. Mereka berdua bergumul di antara seprai. Kulit pucat geiko itu memerah panas, mekar di bawah sentuhan lelaki bangsawan itu. Suara Tetsuya yang memanggil Akashi dalam kegelapan bagaikan rapalan puisi yang familiar. Napas sepasang manusia itu tertahan, meramaikan heningnya malam. Mereka tidak akan menyesali apapun yang terjadi pada saat itu karena kejadian intim tersebut akan terpatri di benak masing-masing sebagai bentuk kenangan terindah yang pernah mereka miliki.
Dua tahun sudah Tetsuya menjadi buruh kasar di pelosok Jepang, hilir mudik kabar mampir di telinga. Keputusannya untuk tidak menuruti keinginan Tuan Muda Akashi adalah hal yang tepat. Kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh pasukan sekutu, yang akhirnya membuat Jepang bertekuk lutut dan menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus 1945. Setiap malam, mantan geiko itu menatap bintang-bintang di langit, menangis pada alam karena mengingat Akashi Seijuurou yang berada jauh darinya, tak terdeteksi keberadaannya. Apakah lelaki yang ia cintai itu masih hidup atau mati menjadi korban perang?
KAMU SEDANG MEMBACA
KOMOREBI [AKAKURO]
FanfictionCover by : @hiyo_eSTORY "Nah, kau cantik kalau seperti ini. Berjanjilah kepadaku, ketika kau sedang sedih dan terluka, janganlah mengakhiri hidupmu! Suatu hari nanti, kau akan menemukan 'komorebi', yang membuatmu bertahan dan terus berjuang." Sebuah...