Bagian 1

85 65 29
                                    

Happy reading

💜💜💜

Acha tidak pernah menyangka semua orang yang dia kenal begitu menyebalkan. Bukannya prihatin karena sahabatya baru ditolak malah dijadiin bahan tertawaan. Nyebelin tingkat dewa memang.

"Dasar teman laknat. Awas aja kalau besok minta traktiran. Nggak bakal gue kasih."

"Lagian sok berani banget nembak Kak Rion. Udah tahu dia maho masih aja di deketin."

Saking keselnya, Acha melemparkan tisu basahnya ke muka Devi yang masih tertawa menyebalkan. Mila menepuk-nepuk pundak Devi yang merengut karena tisu basah yang dilempar Acha masuk ke mangkoknya. Baksonya sudah tidak layak makan.

"Maho pala lu. Gue tahu orang ganteng sekarang tuh banyak yang maho tapi nggak mungkin banget dia maho, Vi. Gue yakin banget karena kemarin gue mergokin dia jalan bareng cewek di mal."

Devi melotot,"Gila, lo mau jadi pelakor ,Cha? Kayaknya otak lo emang perlu dirukyah biar waras dikit. Buat apa punya wajah cantik kalau ujung-ujungnya jadi pelakor. Gue saranin ya Cha, mending cari yang lain. Kak Galen misalnya, dia nggak kalah ganteng dari Kak Rion."

Aku mencubit lengan Devi gemas. Nggak ada ceritanya seorang Acha jadi pelakor.

"Awww...sakit Cha," ringkasnya sambil memukul tangan Devi, setelahnya ia mengusap-usap bekas cubitan Acha di lengannya. Meski tidak membiru tapi tetap saja sakit.

"Kayaknya makin lama lo mirip sama psikopat Cha."

Acha dan Mila memutar bola matanya jengah, sahabatnya yang satu itu emang agak sedikit lebay.

"Eh, Cha. Tapi lo seriusan suka sama doi? " Mila tak yakin jika sahabatnya itu beneran tertarik dengan Arion Delvan Mahandra. Pasalnya meski tampan, Rion bukan tipe Acha yang suka cowok-cowok perhatian dan humble.

"Kenapa sih?"

"Heh, gue tahu pelakor tuh emang cantik-cantik sekarang tapi gue tetep nggak setuju lo suka sama Kak Rion, Cha." Devi tetap kukuh pada pendiriannya.

Mila meletakan jari telunjuk di depan bibir pecahnya, "Sssttt, diem dulu!"

"Iya iya."

Mila beralih ke Acha yang mengunyah snack di tangannya.

"Tapi dia bukan tipe lo, Cha. Lo bahkan bilang ke gue kalau Lo nggak kenal dia kemarin."

Flashback on

Papan pengumuman dipenuhi dengan siswa-siswi yang sedang melihat pembagian kelas di tahun ajaran baru. Berharap bisa satu kelas dengan sahabat-sahabatnya, atau malah gebetan. Tapi banyak juga yang mungkin malu untuk mengakui kalau mereka ingin berada di kelas unggulan, kumpulan siswa-siswi berprestasi.

Acha bersama Devi dan Mila ikut  berdesak-desakan mengerubuti papan pengumuman tersebut . Mereka juga ingin berada dalam satu kelas yang sama. Tapi Acha tahu itu mustahil.

Setelah mencari namanya di papan pengumuman, mereka keluar dari kerumunan.

"Yah, padahal gue pengen kita sekelas. " Acha bergumam pelan namun masih terdengar oleh kedua sahabatnya. Mila menggenggam tangan Acha erat.

"Denger Cha, walaupun kita nggak satu kelas bukan berarti kita nggak bisa ketemu. Lagian kelas kita yang sekarang nggak jauhan. Cuma sebelahan."

"Iya, Cha. Ntar kita tetep makan siang bareng kayak tahun lalu."

"Iye, iye. Kenapa pada mellow gini sih. Ah, bukan gue banget. Dah yuk cabut. Gue pengen beli susu pisang. "

"Bentar lagi masuk Cha." Mila mengingatkan.

Bad choiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang