hurt love

541 47 7
                                    




Denting suara sendok dan piring menjadi satu-satunya nada yang menghiasi ruang makan megah istana ini. Aku mencoba menahan sekuat mungkin gemetar tubuhku saat mata setajam elang tersebut selalu memandang tajam tepat kearahku semenjak kami berdua bertatap muka diujung tangga tadi. Meletakkan sendok yang sebelumnya kugunakan untuk menyendok sup jagung kesukaanku yang entah mengapa terasa sangat kasar pagi ini, rasanya bagaikan ribuan jarum sengaja dicampurkan kedalamnya.

"Kau sudah selesai?" pertanyaan bernada datar menyapa indera pendengaranku membuatku menghentikan sejenak gerakanku yang membersihkan sudut cantik bibirku.

Menaruh kembali serbet yang baru saja aku gunakan dan sedikit berdehem sebelum balik menatap jelaga hitam itu dengan datar.

"Ada apa ?" tanyaku berusaha menormalkan suaraku agar tak bergetar dibawah aura intimidasinya yang pekat.

"Aku sudah membereskan semua masalah yang kau lakukan kemarin, kuharap tak akan ada masalah yang lainnya lagi__" ucapnya seraya memandang tajam kedua netraku " __ dan berhentilah menemui kekasih rubahmu untuk sementara waktu." Lanjutnya seraya beranjak pergi, menyisakan aku sendiri bersama keheningan pagi yang serasa bagai teman.

Menghirup sejenak udara pagi yang terasa berat, kepalan tanganku masih mengerat berusaha memendam segala perasaan yang membuatku muak, bahkan rasanya aku akan menjadi gila bila harus bertahan lebih lama dari ini. Tuhan ... tolong bunuh aku.

.

.

.

Langkah kakiku membawaku kembali ketempat ini ... lagi. Sebuah gedung mewah bertingkat dan dibangun dengan dinding kaca kokoh yang berdiri pada sepetak tanah seluas hampir tiga hektar. Mengembuskan napasku sejenak sebelum kembali melangkahkan kakiku dengan keagungan yang kentara. Tak kupedulikan lirikan sinis dari beberapa betina disini,atau tatapan memuja dari para anjing kelaparan yang menelan ludah mereka dengan susah paya. Cih ... menjijikkan.

Kaki berbalut stileto hitam keluaran ruamah mode ternama senantiasa meninggalkan bunyi nyaring saat aku melewati lobi kantor ini. Aku sadar bahwa sedari tadi banyak pria yang memfokukskan pandangannya pada bongkahan pantat dan lekukan pinggulku yang terbalut dress berwarna biru gelap dengan sempurna. Oh satu lagi, jangan lupakan tatapan menusuk para kaum wanita saat melihat leher indahku yang berhiaskan berlian 30 carat rancangan Tiffany&Co yang membuat mata mereka seakan hampir keluar dari songketnya. Berlebihan? Aku rasa tidak. Aku terlahir menjadi seorang Ratu yang membuat para jelata menatap penuh kagum sekaligus iri. Aku terlahir bagai perumpamaan seorang dewi yang menjerat mereka untuk berlutut dan menjilat kakiku, dan Aku terlahir sebagai Hera yang akan menjerat Zeus selamanya dalam dinding megah Olympus.

Denting elevator khusus VIP yang kunaiki menjadi pertanda bahwa aku telah sampai pada puncak gedung ini. Melangkahkan kakiku dengan anggun sebelum membuka sebuah pintu mahoni berpelitur cokelat yang menjulang dihadapanku. Tanpa permisi maupun kata salam segera saja aku berhambur pada pelukan seorang lelaki yang sedikit terkejut akan kedatanganku hari ini.

"Aku merindukanmu ... Naruto-kun." Ucapku dengan mesra kepada laki-laki dengan harus citrus yang selalu menenangkan hidupku.

"Hm, aku juga merindukanmu Hime, sangat merindukanmu." Balasnya seraya mengeratkan pelukannya dan mengecupi puncak kepalaku dengan lembut.

Selama beberapa saat tak ada yang mau melepaskan pelukan diantara kami, aku sangat menikmati kehangatan dari pelukannya. Dan ia juga semakin menelusupkan kepalanya pada perpotongan leherku.

"N-naru ..." rengekku manja saat ia berusaha mengecupi bagian leherku.

"Kenapa hm?." Tanyanya seraya melepas sanggul rambutku hingga membiarkannya terurai menutupi punggungku.

" Aku hanya..." kataku tak mampu melanjutkan kalimatku.

"Hanya apa hm?." Tanyanya kembali sembari sedikit mengangkat daguku untuk memandang netra samuderanya yang mulai memekat.

"A-aku hanya___" tak sanggup mengatakkan lanjutan kalimatku aku kembali menenggelamkan diriku dalam pelukan hangatnya "__ tolong maafkan aku, aku mohon." Lanjutku seraya menahan isakan yang akan keluar dari mulutku.

Namikaze Uzumaki Naruto, seorang pewaris kerajaan bisnis dalam bidang otomotif yang merajai hampir seluruh pasar Asia dan sebagian Eropa. Seorang lelaki tampan dengan tiga tanda lahir dimasing- masing pipinya, seorang keturunan terpandang kekaisaran Negara Api kuno dengan rambut pirang dan mata samudera yang menjadikannya pujuaan para hawa di luar sana. Seorang yang sangat aku cintai hingga membuatku gila saat mengetahui kalau pada akhirnya aku harus berpisah dengannya suatu saat nanti.

"Hah ... kenapa kau sampa seceroboh itu. Bukankah kukatakan kalau kau milikkku, selamanya hanya milikku ___" ucapnya seraya memandang tajam netraku dan sedikit mengeraskancengkramannya pada rahangku "___ kau tahu aku hampir gila saat mengetahui kau menikah dengan keparat Uchiha itu dan sekarang kau ..." lanjutnya seraya berjalan menjauh dariku dan menjatuhkan tubuhnya kembali pada kursi kebesarannya.

Aku tahu tak ada gunanya merahasiakan sesuatu dari pria dihadapanku ini, dengan segala kekuasaanya dia pasti sudah mengetahui segala yang terjadi padaku, termasuk kejadian laknat malam kemarin.

"Maafkan aku Naru, sungguh maafkan kebodohanku." Ucapku dengan isak tangis yang kentara, bahkan aku dengan sigap meraih kedua pipinya dan mengusapnya perlahan berharap agar samudera yang saat ini masih tersembunyi dibalik kelopak indah itu terbuka dan memandangku kembali dengan cinta, meski aku sendiripun tahu bahwa itu sulit, untuk saat ini.

"Pergilah." Balasnya lirih seraya melepas kedua tanganku dari wajahnya.

"N-naru ..." kataku seraya memandang pedih dirinya.

"Aku butuh waktu untuk sendiri, aku akan meminta Asuma untuk mengantarmu ke rumah." Ucapnya seraya membalik badannya mebelakangiku.

Aku tahu bahwa saat ini yang dibituhkan masing-masing dari kamu hanyalah waktu dan sedikit jarak untuk memahami situasi yang terjadi, dan aku berharap itu tidak terlalu lama hingga semakin membuat keretakan hubungan kami yang rapuh sejak awal menjadi roboh dan menghilang. Untuk kali ini saja biarkan aku egois, untuk kali ini saja. 


tbc


saya tahu ini pendek dan berantakan, tetapi saya kembali mencoba pada dunia yang saya cintai ini setelah sekian lama.

maaf atas semua keterlambatan dan alur cerita yang semakin tidak karuan ini. saya mencoba sedikit demi sedikit menata kembali minat saya.

terimakasih, enjoy ....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ParadoksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang